Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

MENYAMBUT KEDATANGAN KAUM MIGRAN

Bali Tribune / Wayab Windia - Guru Besar (E) pada Fak. Pertanian Unud dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Made Sanggra, Sukawati.

balitribune.co.id | Kita salut kepada kaum migran. Atau sekarang sering disebut dengan istilah PMI (Pekerja Migran Indonesia). Kenapa? Karena mereka siap bertarung di negeri orang, hanya untuk mendapatkan sesuap nasi. Mereka siap meninggalkan orang-orang tercinta di kampungnya. Dengan harapan-harapan yang muluk. Tapi dari beberapa informasi yang saya terima, pendapatan di sana, kok tidak sigifikan lebih baik, kalau dibandingkan dengan upah di dalam negeri. Kalau tokh income-nya terlihat besar, namun cost hidupnya juga tidak kalah besar. Belum lagi kalau harus sakit di negeri orang. Belum lagi kalau disiksa dan dibunuh di negeri orang. Tetapi itu adalah soal nasib, dan soal karma. Tidak boleh dipikirkan terlalu jauh.

Ketika masih sekolah, saya diajarkan sang guru beberapa pepatah. Bahwa, tetap lebih baik hujan batu di negeri sendiri, dari pada hujan emas di negeri orang. Itulah sebabnya, banyak sekali penduduk di kota besar (Jakarta) yang memaksakan diri harus mudik, meski sudah dihimbau tidak mudik oleh Jokowi (pemerintah). Bahkan ketika sudah dilarang mudikpun oleh Jokowi, tetap saja mereka mau mudik. Kita saksikan di TV, betapa perjuangan orang-orang untuk mudik. Kiranya, apapun yang terjadi di kampungnya sendiri, mereka tetap kebih senang tinggal di kampung halamannya sendiri. Ke Jakarta hanya untuk mencari makan.

Tapi di Jakarta, masih dalam jangkauan negeri kita. Kalau sampai harus bekerja di luar negeri, untuk pekerjaan yang sama di dalam negeri, lalu apa bedanya? Misalnya ber-emigrasi ke Jepang atau Selandia Baru, hanya untuk bertani. Padahal di Bali masih banyak ada lahan yang “tidur” sepanjang tahun. Masih banyak ada kekurangan tenaga kerja pada saat pengolahan tanah dan pada saat panen.

Hanya gengsi saja bekerja di luar negeri. Mungkin juga, agar ada pengalaman hidup. Sekarang, pada saat sedang pandemi virus korona, kaum PMI harus pulang kampung. Kalau penduduk desanya baik-baik saja, mereka bisa diterima dengan baik-baik. Tetapi ada juga penduduk desanya yang memper-masalah-kannya. Bahkan dianggap sebagai pembawa penyakit ke desanya. Sampai-sampai Tim Covid-19 Prop. Bali, harus turun tangan memberikan klarifikasi dan pemahaman. Kasihan juga kaum PMI tersebut. Tetapi memang benar juga, bahwa mereka yang terpapar, sebagian besar memang dari penduduk yang datang dari luar negeri.

Dalam sebuah diskusi di TVRI, para ekonom dan pelaku ekonomi memperkirakan bahwa situasi seperti ini akan berlangsung sekitar enam bulan. Bahkan ada yang memperkirakan akan berlangsung sekitar 12 bulan. Untuk bangkit kembali diperlukan proses waktu yang tidak sedikit. Lalu, kalau situasinya demikian, kita mau apa? Padahal yang pasti, semua manusia masih perlu makan. Bahan makanan datangnya dari mana? Tidak ada jawaban lain, harus datang dari lahan-lahan di sektor pertanian.

Koleganya saya, Dr. Naori Miyazawa, yang sedang riset selama setahun di Bali, memberi info lewat e mail kepada saya. Bahwa di Desa Singakerta (di mana ia kost), kaum mudanya sudah mulai balik haluan. Mereka dirumahkan oleh pemilik hotel dan restoran, lalu harus kembali ke kampung. Mereka kini turun ke sawah atau ladangnya untuk bertani. Bahkan mereka juga menanami halamannya yang masih tersisa, dengan tanaman pertanian. “Kalau tidak, lalu dari mana mereka bisa makan?” katanya.

Demikianlah situasi kehidupan di desa, sudah mulai terbalik 100 persen. Tapi masih beruntung kalau mereka masih punya lahan sawah/ladang. Kalau mereka tidak lagi punya tanah, lalu mereka harus beraktivitas di mana? Mungkin mereka punya deposito di bank (dari hasil pemjualan tanah). Tetapi mereka tidak punya ruang untuk menikmati alam raya, sambil bertani (ber-ekonomi). Jangan-jangan bahkan mereka kepingin mengambil deposito banknya, sedikit demi sedikit. Karena memang sudah terbiasa hidup dalam zone nyaman. Pada saatnya nanti, uang depositonya tak terasa akan habis. Entahlah, apa yang akan terjadi dalam perjalanan hidupnya.

Bertani, sesungguhnya, bukan pekerjaan remeh-temeh. Dalam beberapa purana disebutkan bahwa bertani adalah pekerjaan yang mulia. Setelah bertani, barulah aktivitas pedagangan yang dianggap juga mulia. Dalam berbagai kesempatan, sudah dianjurkan agar aktivitas pertanian harus dijaga keberlanjutannya. Tetapi tidak ada yang hirau. Termasuk pemerintah. Karena mereka dengan nyaman mendapatkan banyak uang dari sektor pariwisata. Hanya Korona yang mampu memaksa orang-orang untuk kembali memuliakan pertanian.

Saat ini, para pengusaha sedang berusaha untuk melakukan transformasi digitalisasi proses manajemennya. Sehingga mereka bisa membuat aktivitas pasar tanpa ada pertemuan manusia dengan manusia. Kalau proses ini berhasil, maka akan banyak terjadi pelepasan tenaga manusia. Lalu larinya kemana? Lagi-lagi sektor pertanian dan pedesaan harus menampung mereka.

Oleh karenanya, RTRW yang dibuat pemerintah harus masih menyisakan sejumlah sawah tertentu, untuk menjamin kehidupan masa depan. Tetapi tampaknya akan sulit sekali. Karena pemerintah harus berhadapan dengan kaum kapitalis yang kuat. Mereka bisa mengadakan lobi untuk bisa merubah kebijakan. Contohnya, kasus reklamasi Teluk Benoa. Pada awalnya ada halangan hukum, karena kawasan itu termasuk kawasan konservasi. Tetapi kaum kapitalis dalam waktu singkat dapat merubah aturan pemerintah. Lalu merubah kawasan Teluk Benoa tidak lagi sebagai kawasan konservasi.

Tetapi kalau untuk kepentingan subak dan petani, kok susah sekali. Bahkan untuk merubah perda subak saja, agar lebih memihak petani, selalu menemukan tembok beton. Kemudian Perda tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LPPB) juga susah sekali ter-realisasi. Karena banyak kapitalis yang berkepentingan terhadap pemanfaatan sawah. Saya pernah hadir dalam diskusi, yang berkait dangan draf RTRW di Kec. Ubud. Pihak perencana bahkan merancang di Kec. Ubud tidak ada sawah lagi. Ini adalah sebuah perencanaan RTRW yang keliru.                          

wartawan
Wayan Windia
Category

Jalan Tertimbun Pohon Tumbang, Dua Orang Tersesat di Sungai Taro

balitribune.co.id | Gianyar - Dua hari terjebak di sungai seorang WNI mengaku bernama Indira Larin Natasha dan rekannya seorang WNA bernama Matt hingga kini masih di sungai Yeh Pikat, Desa Taro. Menerima laporan, Senin (17/2/2025) siang, petugas BPBD dan pihak terkait lainnya belum bisa menjangkau lokasi lantaran kondisi hujan lebat.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Ribuan Pegawai di Buleleng Lepas Masa Tugas Pj Bupati Ketut Lihadnyana, Tenaga Non ASN Ucapkan Terima Kasih

balitribune.co.id | Singaraja - Ribuan pegawai baik itu ASN maupun non ASN di lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng melepas Penjabat (Pj) Bupati Ketut Lihadnyana yang akan menyelesaikan masa tugasnya pada tanggal 20 Februari 2025. Tenaga non ASN juga mengucapkan terimakasih karena Pj Bupati Lihadnyana telah berjuang untuk memastikan status kepegawaian mereka.

Baca Selengkapnya icon click

Jaya Negara dan Arya Wibawa Jalani Tes Kesehatan Jelang Pelantikan

balitribune.co.id | Jakarta - Walikota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara bersama Wakil Walikota, I Kadek Agus Arya Wibawa yang juga selaku Walikota dan Wakil Walikota Denpasar Terpilih mengikuti Tes Kesehatan dan Pengambilan Tanda Pangkat di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta pada Senin (17/2). Hal tersebut dilaksanakan serangkaian Pelantikan Kepala Daerah Serentak yang akan berlangsung di Istana Negara pada 20 Februari mendatang. 

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Bupati dan Wakil Bupati Tabanan Terpilih Jalani Pengecekan Kesehatan Jelang Pelantikan

balitribune.co.id | Jakarta – Dalam rangkaian persiapan menuju pelantikan serentak seluruh Kepala Daerah periode 2025-2030, Bupati Tabanan terpilih, Dr. I Komang Gede Sanjaya, S.E., M.M., bersama Wakil Bupati Tabanan terpilih, I Made Dirga, S.Sos., menjalani tahapan pengecekan kesehatan yang berlangsung di Gedung C dan Gedung F, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Sabtu (17/2).

Baca Selengkapnya icon click

Hendak Kabur ke Kalimantan, Pelaku Penikaman Kadek Parwata Dibekuk di Surabaya

balitribune.co.id | Denpasar - Pelaku penikaman terhadap Kadek Parwata (32) di Jalan Nangka Utara, Kamis (13/2) pukul 01.30 Wita, Bastom Prasetyawan (34) berhasil dibekuk polisi di Terminal Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (16/2) pukul 17.00 WIB. Karena melawan dan membahayakan petugas saat ditangkap, pelaku dihadiahi timah panas di kakinya.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.