Diposting : 2 March 2020 00:56
Ketut Sugiana - Bali Tribune
balitribune.co.id | Semarapura - Seperti biasa warga Klungkung utamanya warga Desa Pekraman Gelgel dan sekitarnya, sebelum lewat tengah hari bertepatan dengan Hari Raya Kuningan, Sabtu (29/2/2020) menggelar ritual wewantenan bekel saagan bagi para roh leluhur untuk kembali ke alam Nirwana. Ritual ini bertepatan dengan Saniscara Kliwon Tumpek Kuningan yang selalu terjadi setiap 6 bulan kalender tahun Caka 1941.
Ritual sesajen lebeng matah di depan dipintu pemesu rumah tangga warga ini disebut dengan Tradisi “Nyaaagang“. Tradisi ini sudah turun temurun dilaksanakan oleh warga di Klungkung, utamanya warga se-wewengkon Desa Pekraman Gelgel.
Pelaksanaan ritual dilakukan sebelum lewat tengah hari bertepatan dengan Hari Raya Kuningan, Sabtu (29/2/2020) bertepatan dengan saniscara Kliwon Tumpek Kuningan ini sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur. Dimana leluhur akan mengunjungi keluarga yang ditinggal sejak sugian Jawa dan Bali hingga perayaan Galungan sampai puncaknya di hari Raya Kuningan atau selama 16 hari.
Menurut Budayawan Klungkung Dewa Ketut Soma yang juga tokoh pemerhati sastra Klungkung asal Desa Satra, ritual “Nyaagang“ ini merupakan tradisi yang sudah mendarah daging bagi warga Klungkung keseluruhan, utamanya warga Desa Pekraman Klungkung hingga saat ini masih tetap terpelihara.
Menurutnya, ritual “Nyaagang “ ini sebagai upakara ritual berakhirnya pelaksanaan Hari Raya Galungan yang jatuh pada Rabu (19/2/2020) lalu dan puncaknya pada perayaan Hari Raya Kuningan yang jatuh pada hari Sabtu (29/2/2020). Urutan ritual perayaan hari kemenangan Dharma melawan Adharma ini diawali dari datangnya Hari Penyekeban, Hari Sugian Jawa, Hari Sugian Bali, Hari Penampahan Galungan, Hari Raya Galungan, Hari Manis Galungan, Hari Penampahan Kuningan dan diakhiri dengan perayaan Hari Raya Kuningan, Sabtu (29/2/2020).
Menurutnya Dewa Ketut Soma, sejak Hari Penyekeban ini warga mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut kedatangan sang pitare (roh para leluhur, red) masing-masing untuk datang mengunjungi keluarganya yang masih hidup di dunia ini sekaligus ikut merayakan Hari Raya Galungan dan Kuningan bersama-sama.
“Saat perayaan Galungan maupun Kuningan ini masing-masing sanggah merajan maupun di Bale Bali oleh warga setempat digelar soda untuk menjamu roh leluhur dan keluarga wajib menghaturkan bakti kepada beliau Leluhur kita (Sang Pitare red),” ujarnya.
Setelah bersama-sama merayakan hari suci Galungan dan Kuningan ini akhirnya puncak ritual yang dimaknai sebagai acara perpisahan ini digelar upakara ritual “Nyaagang” di depan pemesu maupun di depan gang rumah warga. Ritual “Nyaagang” dilaksanakan dengan menggelar wewantenan yang dimaknai berisi bekal (sang pitare mantuk) roh leluhur yang kembali akan menuju alam nirwana.
Hal yang sama dikemukakan oleh Jro Mangku Andi (Jro Mangku Alit ) Pemangku Pura Pejenengan Banjar Jelantik Kuribatu, Desa Tojan. Menurut Jro Mangku yang juga seniman topeng Side Karya Ritatkala Upakara besar ini menyebutkan, tradisi ini memang tidak termuat dicakepan namun sudah menjadi tradisi turun temurun warga Klungkung maupun warga di seantero Desa Pekraman Gelgel.
“Entah kapan ritual Nyaagang ini dimulai siapa pun tidak bisa memastikan secara pastinya karena ini menjadi tradisi warga kita di Pekraman Gelgel dan Klungkung,”sebutnya.
Menurutnya tradisi “Nyaagang” ini yang digelar di depan pemesu pekarangan warga masing-masing ini dilaksanakan sebelum tengah hari pada Hari Raya Kuningan, bertepatan dengan Saniscara Kliwon Wuku Kuningan. Tradisi ini merupakan waktu yang tepat untuk mengantar roh leluhur kembali ke Nirwana. Yang menarik setelah ritual Nyaagang usai, seluruh keluarga langsung makan bersama di tempat tersebut sebagai wujud kebersamaan dan kedamaian.
”Kita berharap sang pitare yang akan kembali merasakan kedamaian dan kebahagiaan, dimana semua keluarga yang ditinggalkan setelah kembali ke alam nirwana sudah melihat dan menyaksikan keadaan keluarga yang ditinggalkan dalam keadaan rukun damai dan bahagia,” pungkasnya.