BALI TRIBUNE - Fenomena yang mengemuka di Indonesia belakangan ini adalah munculnya sikap radikal juga intoleransi, yang mengarah kepada anti-Pancasila sebagai ideologi negara, anti-NKRI, anti-UUD 1945, dan anti-Kebhinnekaan.
Menyadari permasalahan ini, Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Komaruddin Simanjuntak, SIP, MSc, mengajak seluruh lapisan masyarakat kembali kepada jati diri bangsa Indonesia yang beridentitas sebagai bangsa yang majemuk, bangsa yang berbhinneka, baik dari segi keyakinan agama yang dianut, suku, adat istiadat, budaya, dan bahasa yang digunakan sebagai alat berkomunikasi.
Mencermati perkembangan situasi keamanan di Tanah Air belakangan ini, Pangdam menuturkan munculnya berbagai konflik yang terjadi di beberapa daerah, seperti konflik di Aceh, Maluku, Papua, Kalimantan, dan Sulawesi, serta aksi teror bom secara sporadis seperti yang terakhir terjadi di Kampung Melayu, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu telah menelan korban jiwa beberapa aparat kepolisian dan masyarakat.
“Ini sungguh sangat memprihatinkan. Rentetan kejadian tersebut secara jelas menunjukkan betapa mendalamnya rasa saling tidak percaya, rasa saling membenci antara yang satu dengan lainnya, baik secara pribadi maupun kelompok di kalangan masyarakat,” kata Jenderal Komaruddin di Makodam IX/Udayana, Senin (12/6).
Semua ini kata Pangdam, menunjukkan adanya sesuatu yang hilang dalam pembinaan karakter anak bangsa. Menurutnya, hal ini merupakan tantangan serius bagi bangsa Indonesia dalam membangun karakter bangsanya sebagai bentuk dan upaya untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Semua ini menunjukkan bahwa kekayaan sosial yang dimiliki oleh bangsa Indonesia belakangan ini sudah mulai memudar dan luntur, seperti semangat kerja sama yang dikenal dengan gotong royong, dulunya dipersepsikan sebagai budaya luhur bangsa. Kini, sepertinya telah tergerus oleh egoisme pribadi maupun kelompok,” jelas Jenderal TNI berkumis tebal, alumni Akademi Militer (Akmil) tahun 1985 itu.
Mantan Dandim 1611/Badung dan Kasrem 163/Wira Satya yang mahir di bidang infanteri dan beberapa kali dilibatkan dalam pelaksanaan Operasi Seroja, Jaring Merah I-V, Kikis, Satgas Denpur Rajawali, Satgas Pamtas Irian Jaya, Operasi Jeumpa, Pamrawan Maluku, dan Operasi Terpadu Aceh ini menambahkan, sebagai bangsa Indonesia seharus mampu memandang dengan jernih dan meyakini bahwa keberagaman adalah kodrat, takdir, dan rahmat yang tak ternilai dari Tuhan.
“Sadari bahwa keberagaman ini adalah keindahan dan sebagai pelangi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Aplikasikan nilai-nilai luhur Pancasila untuk membangun karakter sosial masyarakat. Kita harus bangga memiliki Pancasila sebagai ideologi negara yang dapat mempersatukan warga negaranya yang plural, karena semua ini tidak bisa ditiru oleh bangsa lain di belahan dunia manapun, sehingga kita bisa hidup rukun secara berdampingan di tengah segala macam pluralitasnya,” tegas suami Kolonel Ckm (K) Vera Dumonda Silitonga, sekaligus bapak dua anak yang pernah beberapa kali menjalani penugasan di luar negeri, seperti di Malaysia (1993), Singapura (2007), Australia (2007), Kamboja (2007), Philipina (2007), dan pada tahun 2008 di Peru, Jerman Barat, Jepang, dan Iran.
Kerukunan dan kedamaian ini kata Pangdam, tidak jarang mendapat pengakuan dari masyarakat internasional. “Oleh karena itu, mari kita selalu bergandengan tangan untuk membangun bangsa ini menjadi bangsa yang maju, adil, makmur, dan sejahtera dengan mengamalkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam Pancasila sebagai ideologi NKRI,” tutur pria kelahiran Pematangsiantar, Sumatera Utara, 10 Januari 1960 itu.
Pemerintah sesungguhnya sudah berkomitmen untuk menguatkan Pancasila melalui berbagai upaya, salah satu contoh, mengundangkan Peraturan Presiden Nomor: 54/Tahun 2017 tentang Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila. Dalam pelaksanaannya lembaga baru ini bekerja sama dengan seluruh komponen bangsa untuk memperkuat pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dan terintegrasi dengan program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah, seperti pengentasan kemiskinan, pemerataan kesejahteraan, dan program-program lainnya yang menjadi bagian integral dari pengamalan nilai-nilai Pancasila.