Sengketa Tanah Seorang Konglomerat Jakarta Dengan Warga Jimbaran Berlanjut Ketingkat PT | Bali Tribune
Diposting : 16 January 2022 23:56
VAL - Bali Tribune
Bali Tribune/ Lahan tanah Bali yang kini masih jadi inceran para mafia tanah.

balitribune.co.id | Denpasar - Dikabulkannya oleh Majelis Hakim PN Denpasar terhadap gugatan I Nyoman Siang, terkait sengketa tanah dengan tergugat seorang konglomerat asal Jakarta, Kwee. Kini berlanjut ke tingkat PT Denpasar.

Pada putusan sebelumnya, salah satu gugatan yang dikabulkan yaitu menyatakan I Nyoman Siang dan I Rentong dkk adalah pemilik sah dari Pipil No. 456 Persil 3 Klas VII dengan luas 8,360Ha, Pipil No. 456 Persil 5 Klas VII dengan luas 19,810Ha, Pipil No. 456 Persil 6 Klas VII dengan luas 2,915Ha, serta dokumen lainnya yang dikuasai tergugat.

Hakim juga menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum berupa menguasai bukti-bukti surat tanpa hak. "Memerintahkan tergugat mengembalikan bukti-bukti surat (Pipil dan dokumen lain) kepada penggugat tanpa mempersyaratkan apapun termasuk tebusan," tegas hakim saat itu.

Dalam rekonvensi, majelis hakim juga menyatakan pembatalan yang dilakukan tergugat atas surat kesepakatan pembagian jasa pengurusan tanah tanggal 26 Oktober 2017 tidak sah dan tidak berdasar hukum dan oleh karenanya batal demi hukum. "Menyatakan tetap berlaku dan mempunyai kekuatan hukum surat kesepakatan pembagian jasa pengurusan tanah tanggal 26 Oktober 2017," lanjut hakim.

Setelah putusan tersebut, Kwee Sinto melalui kuasa hukumnya melakukan banding ke PT Denpasar. Banding tersebut saat ini sedang disidangkan oleh majelis hakim PT Denpasar pimpinan I Made Supartha. Juru bicara PN Denpasar, Gede P Astawa mengatakan sidang banding yang diajukan oleh Kwee Sinto sedang diproses di PT Denpasar. "Berkas banding sudah diterima 4 Januari lalu," tegasnya.

Humas PN Denpasar, Gede P Astawa sebelumnya menjelaskan gugatan ini berawal dari perkara 215/Pdt.G/2021/PN Dps. Penggugat I Nyoman Siang dan I Rentong yang terlibat dalam perkara ini lalu menyerahkan penyelesaian perkara ke tergugat Kwee Sinto.

Meski tergugat menerima kuasa dari penggugat nyatanya tergugat bukanlah seorang advokat, konsultan hukum, ataupun orang yang memiliki firma hukum. Melainkan sebatas pendana (investor) atas biaya-biaya yang timbul dari proses penyelesaian sengketa tanah. Hal ini secara nyata tertuang dalam Surat Kesepakatan Pembagian Jasa Pengurusan Tanah tanggal 26 Oktober 2017. Disebutkan bahwa pihak kedua adalah pemodal atau investor yang menyediakan sejumlah dana tunai yang akan dipergunakan untuk mengurus perkara.

Penggugat sendiri telah menyerahkan sejumlah dokumen untuk pengurusan. Diantaranya Pipil No. 456 Persil 3 Klas VII dengan luas 8,360Ha, Pipil No. 456 Persil 5 Klas VII dengan luas 19,810Ha, Pipil No. 456 Persil 6 Klas VII dengan luas 2,915Ha, Serta dokumen lainnya.

Namun sayangnya, setelah dua tahun berjalan, tergugat tidak juga menyelesaikan kasus yang dialami penggugat. Bahkan, sekedar pendaftaran gugatan pun tidak pernah dilakukan. Hingga akhirnya penggugat I Nyoman Siang dkk membatalkan kesepakatan dengan tergugat, Kwee Sinto dan menunjuk kantor pengacara lain untuk mengurusnya.

Anehnya, saat diminta menyerahkan dokumen Pipil dan lainnya, tergugat justru minta penggugat untuk menebusnya dengan uang senilai Rp 1.8 miliar. Karena tak bisa membayar, penggugat memilih menggugat Kwee Sinto ke PN Denpasar.