![](https://balitribune.co.id/sites/default/files/styles/xtra_large/public/field/image/Cuplikan%20layar%202025-02-08%20160347.png?itok=veaUaKMy)
balitribune.co.id | Mangupura - Gas LPG 3 kg atau yang dikenla dengan gas melon sempat mengalami kelangkaan di seluruh nusantara, termasuk di Kabupaten Badung.
Menyikapi kondisi tersebut pada Jumat (7/2), DPRD Badung memanggil pihak Sales Area Manager Retail Bali PT Pertamina Patra Niaga dan Ketua Hiswana Migas Bali untuk didengar keterangannya ke Gedung Dewan.
Dalam rapat dengar pendapat antara DPRD dengan Pertamina dan Hiswana Migas tersebut terungkap bahwa kelangkaan gas melon yang sempat terjadi disebabkan oleh adanya perubahan regulasi.
Rapat dengar pendapat dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Badung I Gusti Anom Gumanti didampingi oleh Wakil Ketua I DPRD Badung Anak Agung Ngurah Ketut Agus Nadi Putra, Wakil Ketua II DPRD Badung I Made Wijaya dan Anggota Komisi II DPRD Badung serta Anggota Komisi III DPRD Badung.
Turut hadir, Kepala Bagian Sumber Daya Alam Sekretariat Daerah Kabupaten Badung, Kepala Dinas Koperasi UKM dan Perdagangan Kabupaten Badung, Kepala Dinas Satpol PP Kabupaten Badung, Kabag Umum dan Kepegawaian Sekretariat DPRD Kabupaten Badung serta Kabag Keuangan Sekretariat DPRD Kabupaten Badung dan para undangan lainnya.
Ketua DPRD Badung I Gusti Anom Gumanti mengungkapkan bahwa dari rapat dengar pendapat dengan Pertamina dan Hiswana Migas dijelaskan bahwa kelangkaan gas LPG 3 kg terjadi karena perubahan regulasi yang ditentukan oleh pemerintah pusat.
"Dalam rapat dengar pendapat dengan Pertamina dan Hiswana Migas sudah dijelaskan masalah kelangkaan gas LPG, terutama gas 3 Kg atau gas melon itu," ujarnya.
Kelangkaan gas melon kata Anom Gumanti disebabkan oleh sisi regulasi. Dimana menurut dia dari sisi regulasi yang dibuat pemerintah pusat masalah gas ini sudah diatur dengan sangat baik sekali, untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, terutama berada di wilayah pengecer.
"Dari pengecer kita ketahui bahwa terkadang mereka bisa memainkan harga, yang tidak sesuai dengan harga yang telah ditentukan. Itu pengaturan dari sisi regulasi," kata Anom Gumanti.
Sesuai penjelasan dari pihak Pertamina, Anom Gumanti menyampaikan, bahwa ketika tanggal merah, mereka tidak boleh mendiskusikan gas melon, karena hal itu sudah menjadi Instruksi dari Kementerian ESDM.
"Makanya, kemarin tanggal merahnya dua kali dan libur panjang lagi, sehingga distribusi menjadi terhambat," terangnya.
Meski demikian, lanjutnya gas melon berukuran 3 Kg yang berada di Kabupaten Badung melebihi dari kuota yang sudah ditentukan.
"Itu artinya sudah bisa memberikan garansi, bahwa kelangkaan gas melon itu sekarang sudah bisa diatasi," paparnya.
Kemudian, pihaknya diberikan link, ketika nanti pada tahap pengecer, gas melon langka dimohon masyarakat bisa membeli di pangkalan.
"Nanti kita bantu sosialisasikan, dimana saja pangkalan itu, contoh di Mengwi ada berapa pangkalan dan alamatnya dimana, nanti akan kami share," ungkapnya.
Hal tersebut dikarenakan pihak Pertamina sudah memberikan link untuk turut serta melakukan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat, khususnya di Kabupaten Badung.
"Supaya masyarakat ada solusi, ketika terjadi kelangkaan gas melon di tingkat pengecer usaha mikro sudah ada tujuan dari masyarakat ini kemana untuk mencari gas melon," jelasnya.
Meski demikian, lanjutnya kuota gas melon sudah tercukupi di Kabupaten Badung, yang artinya masih berada di pangkalan.
Bahkan, sesuai instruksi Presiden Prabowo Subianto, Anom Gumanti menyebutkan rencana menggeser pengecer ini batal, yang justru dipersilahkan lagi pengecer untuk menjual gas melon lagi.
Untuk itu, pihaknya dari DPRD Badung berharap pihak pengecer tidak terlalu banyak mengambil untung, sehingga masyarakat tidak sulit lagi mencari gas melon.
"Nah, silakan dicari ke pangkalan. Tadi sudah diberikan garansi, bahwa sesuai dengan kuota sudah melebihi dari kuota, yang diberikan untuk Badung, sehingga masalah ini sudah bisa berjalan dengan baik," tandasnya.
Soal pangkalan, Anom Gumanti menyatakan harga gas melon ukuran 3 Kg sudah pasti ditentukan oleh Pertamina, jika dijual di pangkalan, yang sesuai pernyataan perwakilan Pertamina.
Hal tersebut dikarenakan regulasi pangkalan sangat ketat dan tidak bisa memainkan harga. Jika hal tersebut dilakukan, maka pangkalan bakal dikenakan sanksi tegas sesuai hukum yang berlaku, karena pangkalan diaudit oleh BPK RI dan KPK RI.
"Biasanya yang memainkan harga itu di tingkat pengecer," tukasnya.