BALI TRIBUNE - Untuk kali kesekian, ratusan sopir taksi konvensional berunjuk rasa ke Kantor Gubernur Bali, Jalan Basuki Rahmat Denpasar, Rabu (3/5). Mereka yang tergabung dalam Persatuan Sopir Taksi Bali (Persotab) ini, menuntut dibubarkannya taksi berbasis online.
Ratusan sopir taksi konvensional tersebut datang dengan mengenakan pakaian adat Bali madya. Aksi ini mendapat dengan pengawalan ketat aparat kepolisian.
Mereka memulai aksi dengan melakukan longmarch dari parkir timur Lapangan Renon. Setibanya di depan kantor gubernur, mereka langsung melakukan aksi blokir akses keluar-masuk kantor gubernur. "Kepala Dinas Perhubungan (Bali) wajib menemui kami," kata Koordinator Persotab, Wayan Witra.
Seperti aksi sebelumnya, para sopir ini menuntut agar Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Perhubungan menghentikan beroperasinya taksi online Uber dan Grab.
Menurut mereka kedua taksi berbasis aplikasi online ini tidak mengantongi izin. "Gubernur sudah buat keputusan tolak Grab dan Uber, DPR juga. Dishub malah membelanya," kata Witra.
Mereka juga mempertanyakan adanya kuota 7.500 mobil transportasi umum non trayek yang belum lama ini diluncurkan Dishub Bali. "Kami minta Kadis Perhubungan keluar dan menjelaskan kepada kami darimana itu perhitungan kuota 7.500 kendaraan," ujar Wirta menambahkan.
Karena massa terus mendesak Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali I Gusti Ngurah Agung Sudarsana menemui mereka, akhirnya Kadishub pun datang menemui pengunjuk rasa.
Saat menemui massa, Sudarsana mengatakan adanya kuota 7.500 kendaraan di tahun 2017 itu sudah sesuai kajian yang dilakukan pada tahun 2015 silam, dimana kebutuhan kendaraan transportasi umum non trayek di Bali adalah 20.085 unit.
Sudarsana menambahkan, saat ini di Bali hanya tersedia 12.500 unit kendaraan, sehingga masih diperlukan 7.500 kendaraan lagi. "Kuota itu sudah sesuai kajian Dinas Perhubungan bersama pihak ketiga pada tahun 2015 lalu, tapi saya lupa siapa itu," ujar Sudarsana.
Mengenai keputusan Gubernur Bali soal larangan beroperasinya Uber dan Grab, Sudarsana menjelaskan peraturan tersebut secara otomatis gugur ketika ada aturan teknis yang mengatur hal yang sama. "Ini yang perlu saya klarifikasi, kalau perlu pertemuan lebih lanjut saya siap menerima perwakilan tapi maksimal 10 orang," kata Sudarsana.