Denpasar, Bali Tribune
Paguyuban Angkutan Sewa Online (Pass On) di Bali, yang terdiri dari sopir Grab, Go-Jek dan Uber mendatangi Kantor DPD RI di Denpasar, Rabu (30/3). Kedatangan rombongan Pass On Bali ini diterima oleh anggota DPD RI Gede Pasek Suardika (GPS).
Di hadapan GPS, Pass On Bali mementahkan semua tuduhan Persatuan Sopir Taxi Bali (Persotab) dan Aliansi Sopir Transport Bali yang menyebutkan bahwa angkutan sewa online beroperasi secara ilegal. Pass On Bali bahkan menunjukkan bukti-bukti yang menegaskan bahwa mereka bukanlah sopir taksi ilegal.
Menariknya, GPS yang menerima pengaduan tersebut tak langsung percaya. Mantan Ketua Komisi III DPR RI itu bahkan langsung menghubungi salah satu sopir yang tergabung dalam Grab, I Nyoman Darsana. Selanjutnya, Darsana menunjukkan beberapa bukti yang menyatakan bahwa para sopir taksi Grab dan Uber tersebut legal.
Bukti-bukti yang disodorkan ke tangan GPS, antara lain SIM A, Asuransi Jasa Raharja, bukti membayar pajak dalam bentuk Kartu Uji Berkala Kendaraan Bermotor (KIR), Kartu Pengawasan Angkutan Sewa yang ditandatangani Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi I Ketut Artika atas nama Gubernur Bali, dan kartu tanda kepemilikan izin usaha angkutan penumpang dengan kendaraan bermotor umum yang dikeluarkan Dinas Perhubungan Kota Denpasar.
Usai membeberkan bukti-bukti tersebut, Ketua Pass On Bali I Wayan Sudiarsana, mengaku senang karena bisa menyampaikan tuntutan kepada anggota DPD RI, khususnya GPS. Ia berharap GPS bisa memperjuangkan nasib para sopir taksi online yang selama ini dicap ilegal.
“Saya sangat senang karena tuntutan kami sudah disampaikan ke DPD. Kita berharap aspirasi ini diperjuangkan ke pusat. Sebab, adanya SK Gubernur Bali membuat teman-teman merasa takut,” tutur Sudiarsana.
GPS, mengapresiasi adanya kelengkapan administrasi yang dimiliki para sopir taksi yang tergabung dalam Pass On. Ia tak menampik saat ini memang ada pro dan kontra soal keberadaan angkutan sewa online. Hanya saja, hal itu terjadi lantaran adanya metodologi pemasaran perusahaan yang berbeda-beda.
“Setelah kita uji, mereka adalah warga negara yang taat hukum. Tadi sudah kita uji satu orang, ternyata mereka izinnya lengkap. Karena itu saya kira sikap Gubernur Bali yang cepat-cepat buat SK larangan, begitu juga DPRD, menurut saya langkah yang terburu-buru. Mestinya kalau sudah memenuhi aturan, mereka harus dilindungi,” ujar GPS.
Untuk di Bali, imbuhnya, seharusnya para sopir taksi online ini didukung. Apalagi sepengetahuan GPS, rekomendasi dari pusat diberikan waktu hingga 2 bulan kepada angkutan sewa online untuk memenuhi seluruh persyaratan.
“Di Bali saya lihat mereka sudah memiliki izin semua, dan SK Gubernur itu dikeluarkan tanpa verifikasi faktual yang sehat. Jadi seharusnya rekomendasi itu ditinjau kembali,” tegas GPS.