Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

Swasembada Beras, “Harga Mati”

Bali Tribune

balitribune.co.id | Pada pengujung November 2023, dalam sebuah acara, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan betapa susahnya sekarang mencari negara produsen beras dunia yang mau melakukan ekspor beras.

Negara-negara produsen beras dunia tampak berjaga-jaga dan memilih untuk menyelamatkan kehidupan rakyatnya, ketimbang mengedepankan kepentingan lain, termasuk menjual berasnya ke negara lain.

Dampak anomali iklim rupanya membuat banyak negara produsen beras, cukup berhati-hati dalam menjalankan roda perekonomiannya.

Sebetulnya bukan hanya negara sahabat yang keteteran menghadapi sergapan iklim ekstrem ini. Indonesia pun dihadapkan pada persoalan serupa. Sebagai contoh apa yang dialami dalam empat bulan terakhir. El Nino betul-betul melahirkan bencana serius di sektor pertanian, khususnya untuk komoditas padi.

Ketersediaan beras terganggu, karena adanya serangan El Nino dan kemarau panjang yang memerlukan mitigasi dan antisipasi sangat matang.

El Nino harus diakui membuat produksi padi dalam negeri menurun dengan angka yang cukup signifikan. Tidak sedikit petani yang mengeluh karena gagal panen. Hal ini tentu saja membuat produksi berkurang, sehingga harga beras di pasar terekam mengalami kenaikan yang drastis.

Pemerintah sendiri sudah berupaya keras mengendalikan harga beras dan menjaga pasokannya di kalangan masyarakat. Instrumen kebijakan harga pun diterapkan. HPP dan HET beras kerap mendapati kendala berarti dalam implementasi karena keadaan ini.

Penyebab utama naiknya harga beras, dipastikan karena beras di pasar memang tidak banyak tersedia. Produksi yang dihasilkan petani dalam negeri, belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan.

Produksi yang dihasilkan, ternyata bukan hanya digunakan untuk keperluan konsumsi masyarakat, namun dalam waktu belakangan ini dibutuhkan pula untuk memasok kebutuhan cadangan beras Pemerintah dan beras bantuan langsung pangan, yang jumlahnya mencapai jutaan ton beras.

Situasi semacam ini, harus segera dicarikan jalan keluar agar harga beras senantiasa terkendali. Dalam tempo yang sesegera mungkin, Indonesia perlu mencarikan solusi.

Upaya Pemerintah menggenjot produksi setinggi-tingginya, dinilai sebagai solusi yang patut didukung sepenuh hati. Bangsa ini juga jangan terus-terusan menggantungkan diri terhadap impor.

Bagaimana pun, impor beras tidak seharusnya menjadi kebutuhan. Impor beras ditempuh, hanya dalam suasana yang mendesak sebagai solusi jangka pendek.


Swasembada beras

Menghadapi situasi seperti ini, salah satu jalan keluarnya, bangsa ini kembali harus mampu mewujudkan swasembada beras.

Dalam kalimat agitasinya, swasembada beras adalah "harga mati". Siapa pun yang dipercaya dan diberi amanah rakyat untuk menakhkodai bangsa dan negara tercinta ini, tidak boleh melupakan perlunya swasembada beras dalam merancang kebijakan dan program pembangunannya.

Pencapaian swasembada beras bagi bangsa ini bukanlah hal baru dalam peta bumi pembangunan nasional.

Negeri ini sudah dua kali meraihnya dan mendapat piagam penghargaan internasional. Penghargaan yang diterima, jelas bukan diberikan oleh lembaga yang tidak kredibel, namun bangsa ini menerima penghargaan dari Badan Pangan Dunia (FAO) dan Lembaga Riset Dunia yang mengkhususkan perhatian terhadap tanaman padi (IRRI).

FAO dan IRRI merupakan lembaga pangan kelas dunia yang keberadaannya diakui secara internasional. Oleh karena itu, penghargaan yang diterima Indonesia betul-betul merupakan prestasi membanggakan yang diraih para petani dalam negeri. Mereka pantas disebut sebagai pahlawan pangan.

Pengalaman meraih swasembada beras dua kali, yakni pada 1984 dan 2022, merupakan kekuatan dan modal dasar untuk menggapai kembali swasembada beras di masa-masa mendatang.

Hanya penting menjadi catatan, bahkan harus menjadi komitmen bersama, swasembada beras yang akan diraih ke depan, mestilah swasembada beras yang berkelanjutan, bukan swasembada beras yang sifatnya on trend.

Meskipun langkah menggapai swasembada beras saat ini, jelas lebih rumit ketimbang peraihan di waktu-waktu yang dulu.

Selain sekarang sektor pertanian dihadapkan kepada anomali iklim yang sangat ekstrem, ternyata juga dihadapkan pada kondisi terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian yang semakin kerap terjadi dan tidak terelakkan. Alih fungsi di lapangan berdampak pada penyusutan lahan sawah yang ada sehingga konsekuensinya produktivitas menjadi turun.

Apalagi jika insan di sektor pertanian tidak kreatif dan inovatif dalam menggenjot produksi setinggi-tingginya.

Menyusutnya "ruang pertanian", khususnya lahan sawah, tampaknya perlu dijadikan perhatian serius Pemerintah dalam mengelola proses pembangunan pertanian ke depan. Aturan yang melindungi lahan sawah, mesti diterapkan secara sungguh-sungguh. Tanpa langkah ini, bisa jadi yang namanya sawah hanya tinggal kenangan indah belaka.

Banyak langkah yang bisa digarap Pemerintah untuk menggenjot produksi padi selama ini. Selain meningkatkan produktivitas per hektare, Pemerintah juga menerapkan perluasan areal tanam dan percepatan musim tanam.

Sebagai contoh, Pemerintah kini sedang berupaya untuk "menyulap" lahan rawa sekitar 400 ribu hektare menjadi sawah. Menteri Pertanian sendiri merasa optimistis lahan rawa yang tersedia, jika digarap dengan serius, bisa tampil menjadi lumbung beras kita di masa depan.

Keseriusan langkah ini dibuktikan oleh Menteri Pertanian yang langsung bicara dengan Duta Besar Thailand untuk Indonesia, belum lama ini. Kedua negara sepakat untuk saling berbagi ilmu pengetahuan dan teknologi, terkait dengan optimalisasi keberadaan lahan rawa (rawa gambut, rawa lebak, rawa pasang surut) dalam mendukung peningkatan produksi padi. Kolaborasi penting ditingkatkan, sehingga mampu memberi hasil terbaik bagi ke dua negara.

Akan tetapi patut dijadikan bahan diskusi, upaya menggenjot produksi tanpa penataan di sisi konsumsi, maka apa yang ditempuh selama ini, tidak akan memberi hasil yang optimal.

Apalah artinya produksi yang meningkat, jika konsumsi masyarakat terhadap nasi tetap tidak menurun, sebagai dampak tekanan jumlah penduduk yang semakin membengkak. Karena itu, penanganan sisi konsumsi pun sudah waktunya digarap lebih sungguh-sungguh.

Harga mati swasembada beras memang mestinya merasuk kuat dalam nurani setiap penentu kebijakan pembangunan pertanian di negeri ini.

Mereka harus tahu persis posisi beras dalam peta bumi pembangunan pertanian. Semua juga berharap agar politik anggaran untuk pencapaian swasembada beras, jangan sampai dibatasi. Hal ini tentu agar swasembada beras dapat kembali diwujudkan demi kesejahteraan masyarakat di seluruh Tanah Air.

*) Entang Sastraatmadja adalah Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat

 

wartawan
Redaksi
Category

Yuda Ramadika: Membawa Semangat Spiritualitas Bali ke Tingkat Global

balitribune.co.id | Amlapura - Yuda Ramadika, seorang Yogi muda asal Desa Menanga, Karangasem, Bali, memiliki visi besar untuk membawa spiritualitas dan keseimbangan hidup ke tingkat global. Lahir pada 24 Juni 2005, Yuda tumbuh dalam lingkungan alam yang penuh keteduhan dan spiritualitas di kaki Gunung Agung.

Baca Selengkapnya icon click

Yoga Wellness Bali: Mengembangkan Spiritualitas dan Kearifan Lokal

balitribune.co.id | Denpasar - Bali telah menjadi magnet global bagi pencari makna, keheningan batin, dan pengalaman spiritual yang otentik. Namun, di balik derasnya arus spiritual tourism, muncul pertanyaan mendasar: apakah Bali akan terus menjadi pelaku utama yang menjaga nilai-nilai luhur, atau akan tergerus menjadi sekadar latar eksotis dari panggung budaya luar?

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Walikota Jaya Negara dan Wawali Arya Wibawa Tuntaskan Retret Gelombang II

balitribune.co.id | Jatinangor - Retret Kepala Daerah Gelombang II yang digelar selama lima hari dari tanggal 22 Juni sampai 26 Juni 2025 di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat secara resmi ditutup Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya pada saat apel upacara penutupan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Kamis sore (26/6). 

Baca Selengkapnya icon click

Retreat Kepala Daerah Gelombang 2 Resmi Ditutup, Bupati dan Wakil Bupati Tabanan Terima Penghargaan Purna Praja Kehormatan

balitribune.co.id | Jatinangor - Kegiatan Retreat Kepala Daerah Gelombang 2 yang berlangsung selama lima hari di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor resmi ditutup pada Kamis (26/6). Penutupan kegiatan dilakukan langsung oleh Wakil Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Arya Bima, dalam sebuah seremoni yang berlangsung khidmat dan penuh semangat kebangsaan.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Bupati dan Wakil Bupati Badung Kunjungi Praja IPDN Asal Bali

balitribune.co.id | Jatinangor - Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa bersama Wakil Bupati Badung Bagus Alit Sucipta dan Kepala Daerah lainnya menyempatkan diri mengunjungi para praja IPDN asal Bali dan juga putra daerah dari Kabupaten Badung, di sela-sela kegiatan retreat Kepala Daerah Gelombang II yang digelar di Kampus IPDN Jatinangor.

Baca Selengkapnya icon click

Cegah Bangunan Liar di Bali Penegakkan Hukum Partisipatif Jadi Kunci

balitribune.co.id | Denpasar - Polemik keberadaan bangunan liar di kawasan wisata Pantai Bingin dan Step Up kembali mengemuka dalam rapat kerja antara Komisi I DPRD Provinsi Bali dengan sejumlah pemangku kepentingan. Dalam rapat yang digelar di Ruang Gabungan Lantai III Gedung DPRD Bali, Kamis (26/6), Akademisi Universitas Udayana, Prof.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.