Tradisi Warisan Leluhur di Puri Satria Kawan, Paksebali, Lukat Geni, Menjaga Keharmonisan Buana Alit dan Bhuana Agung | Bali Tribune
Bali Tribune, Senin 23 Desember 2024
Diposting : 19 March 2018 15:11
Ketut Sugiana - Bali Tribune
Puri
LUKAT GENI - Tradisi perang api lukat geni di Puri Satria Kawan Paksebali, Jumat (16/3).

BALI TRIBUNE - KRAMA (warga) Puri Satria Kawan, Desa Pakraman Sampalan, Desa Paksebali, Kecamatan Dawan, Klungkung, kembali melaksanakan tradisi Lukat Geni. Tradisi ini rutin dilaksanakan pada hari Pengrupukan menyambut pergantian Tahun Baru Caka.

Seperti pada Pengrupukan Caka 1939, Jumat (16/3), menyambut  Nyepi Tahun Baru Caka 1940, puluhan pemuda Puri Satria Kawan, Paksebali melaksanakan tradisi Lukat Geni di Catus Pata (Perempatan) Desa. Tradisi Lukat Geni merupakan suatu cara pembersihan menggunakan sarana api (Brahma) untuk keseimbangan Bhuana Alit dan Bhuana Agung.

Penglingsir Puri Satria Kawan, A.A Gde Agung Rimawan menuturkan, Lukat Geni mempunyai makna yang sangat luar biasa. Lukat Geni adalah suatu cara pembersihan/penglukatan diri menggunakan sarana api (Dewa Brahma). Lukat Geni atau perang api menggunakan sarana dari daun kelapa kering yang diikat sebanyak 36 lembar atau dijumlah sembilan. Jumlah ini berada dalam sembilan penjuru arah mata angin atau Dewata Nawa Sanga sebagai pelindung atau benteng keselamatan. Selain itu, obor sebanyak 33 buah juga melengkapi pelaksanaan tradisi ini. Jumlah 33 ini sebagai kekuatan yang terbagi sesuai arah mata angin dan warna. Dari arah timur sebanyak lima buah, selatan sembilan buah, barat tujuh buah dan utara empat buah serta posisi tengah sebagai poros utama sebanyak delapan buah. “Penglukatan itu ada berbagai jenis sarana. Ini kita pakai api (Brahma) sebagai penglukatan,” ujar Rimawan.

Selain sebagai pembersihan diri, tradisi Lukat Geni dilaksanakan untuk menjaga keharmonisan Bhuana Alit dan Bhuana Agung, menjaga alam beserta isinya. Sehingga, umat dalam melaksanakan catur brata penyepian keesokan harinya dapat berjalan dengan baik dan hikmad. “Semoga dengan adanya tradisi ini semakin mepererat persatuan dan kesatuan serta sebagai pedoman bagi generasi muda disini untuk menjaga warisan leluhurnya,” harapnya.

Dengan diiringi tabuh Baleganjur, sebanyak 18 pasang pemuda mengikuti tradisi ini. Mereka terlibat saling pukul dengan bara dari dauh kelapa kering tersebut. Tidak ada rasa sakit dan dendam di antara mereka. Semua dilakukan dengan suka cita.

Peserta Lukat Geni, A.A Gde Ngurah Putra Yasha mengaku senang mengikuti tradisi ini. Selain dapat berbaur dengan kerabat ataupun saudara, juga bisa melestarikan warisan leluhur yang sudah lama vakum dan kini dibangkitkan kembali. “Saya bangga bisa ikut dalam kegiatan ini, karena bisa melestarikan warisan leluhur,” ungkap pemuda yang sudah empat kali mengikuti tradisi ini.

Dia berharap, tradisi ini dapat terus berjalan secara turun temurun, sehingga kedepan bisa menjadi icon/ciri khas dari wilayah Puri Satri Kawan dan Klungkung.

Peserta lainnya, Alit Prayoga mengaku tidak merasakan sakit saat melakukan Lukat Geni tersebut. Semua dilakukan dengan suka cita bersama peserta lainnya. “Semua kami lakukan dengan suka cita untuk melestarikan warisan leluhur,” papar anggota ST. Sabha Mandala yang sudah tiga kali terlibat dalam Lukat Geni tersebut.