Adukan Permasalahan Pengurusan Tanah, Belasan Warga Yeh Sumbul Lurug Kantor Dewan | Bali Tribune
Bali Tribune, Selasa 24 Desember 2024
Diposting : 23 March 2018 12:31
Putu Agus Mahendra - Bali Tribune
NGLURUG - Belasan warga Yeh Sumbul, Kamis (22/3), nglurug gedung DPRD Jembrana, mengadukan penolakan pengurusan tanah oleh perangkat desa.

BALI TRIBUNE - Kecewa dengan pelayanan perangkat desa, warga Desa Yeh Sumbul, Mendoyo, Kamis (22/3), mendatangi Kantor DPRD Kabupaten Jembrana. Belasan warga ini mengadukan adanya penolakan yang mereka alami saat meminta tandatangan untuk pengurusan penyertifikatan tanah di kantor perbekel setempat.

Warga diterima Sekretaris Komis A DPRD Kabupaten Jembrana I Ketut Sadwi Darmawan. Menurut mereka, perangkat desa menolak menandatangani dokumen penyertifikatan tanah warga tersebut dengan alasan tanah warga merupakan tanah negara kendati warga yang mengurus telah mengantongi bukti berupa pipil.

Salah seorang perwakilan warga, Ariadi menyatakan, selain menyampaikan secara langsung persoalan yang dihadapi warga tersebut, warga juga telah membuat pengaduan tertulis yang dilengkapi daftar nama warga, termasuk menyodorkan sejumlah bukti-bukti di antaranya pipil. “Desa tetap menolak dengan alasan tanah Negara atau aset. Padahal kami punya bukti-bukti pipil dan lainnya. Dari tahun 2017 kami dijanjikan,” ungkapnya.

Menurutnya, fakta di lapangan ada beberapa warga lain yang juga telah memiliki sertifikat tanah dengan lokasi yang berdekatan, namun dengan alasan tanah-tanah yang berada di sekitar pantai itu merupakan tanah negara, Perbekel tidak mau mendantangani permohonan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Tindakan Perbekel ini dianggap tidak sejalan dengan program strategis Presiden Joko Widodo yakni program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Begitupula dengan persoalan PTSL di Desa Yeh Sumbul yang telah berjalan sebelumnya, warga membeberkan adanya biaya yang diminta sebesar antara Rp 700 ribu hingga Rp 1 juta untuk sekali pengurusan tanah. Biaya itu disetor dua kali, Rp 300 ribu disetor di awal dan disusul Rp 400 ribu di akhir. Namun, faktanya ada beberapa warga peserta PTSL yang belum menerima sertifikat, kendati sudah membayar biaya tersebut. Sehingga warga enggan untuk mengikuti program PTSL karena kendati nilainya di bawah Rp 1 juta, namun bagi warga yang tidak mampu sangat merasa terbebani. Kendati ia mengaku belum memiliki bukti terkait pungutan itu, tapi di bawah banyak warga yang telah mengeluh dengan adanya biaya yang diminta tersebut.

Sekretaris Komisi A DPRD Kabupaten Jembrana I Ketut Sadwi  Darmawan Dewan mengapresiasi tindakan warga yang menyampaikan langsung ke DPRD Kabupaten Jembrana. Ia mengaku aspirasi warga yang telah ditampungnya tersebut akan dilaporkan ke pimpinan dewan untuk tindaklanjut. Pihaknya mengaku akan memediasi masyarakat dengan pihak BPN Kantor Pertanahan (KP) Kabupaten Jembrana bersama Perbekel Yeh Sumbul, meminta kepada masyarakat untuk tetap tenang agar situasi tetap kondusif. “Kami apresiasi warga sudah mau ke Dewan. Keluhan warga ini kami akan sampaikan ke pimpinan untuk ditindaklanjuti. Kami akan mediasi dengan BPN dan Perbekel sehingga kami harapkan warga bisa tenang sehingga situasi di bawah tetap kondusif,” tandas Ketua Fraksi Gerindra DPRD Kabupaten Jembrana ini.

Perbekel Yeh Sumbul Komang Dentra dikonfirmasi terpisah mengatakan pihaknya membantah dikatakan menolak permohonan tandatangan terkait SPPT warga tersebut. Pihaknya mengaku hanya menunda hingga ada kepastian status tanah di sekitar Pantai Yeh Sumbul itu.  “Agar jelas dulu apakah itu tanah Negara, aset daerah atau memang milik warga. Karena itu kami di desa belum berani  menandatanganinya,” kilahnya.

Menurutnya, memang ada sejumlah petak tanah yang dimohon warga dan ada rekomendasi dari Bupati Jembrana untuk hak pakai lapangan sepakbola tahun 2008 lalu, bahkan dikatakannya juga dari pengecekan, ada warga yang memohon SPPT tanahnya sudah terjual dan punya pipil tanah sebelum terjual. Selanjutnya tanah yang terjual itu sudah bersertifikat. Sedangkan tanah yang dimohonkan warga saat ini dulunya banyak pohon pandan.  “Sekarang di pinggir pantai itu sudah tidak ada pohon pandan, jadi dimohonkan oleh warga,” tandasnya.