BALI TRIBUNE - Rencana revitaliasi atau mega proyek pengamanan dan penataan pantai Candidasa sepanjang lima kilometer mulai ada kejelasan. Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida Dirjen Sumber Daya Air, Kementerian PUPR, I Ketut Jayada, kepada wartawan di sela kegiatan peringatan Hari Air Dunia di Pantai Jasri, Kamis (22/3), menegaskan jika proyek revitalisasi pantai yang cukup legendaris pada era tahun 80-an tersebut akan segera dilaksanakan.
“Bukan reklamasi ya, itu merupakan revitalisasi, dulu Candidasa merupakan pantai yang sangat indah, berpasir landai dan putih. Tetapi sekarang sudah rusak semua. Nah itu kita akan kembalikan lagi,” tegas Jayada. Konsepnya sama seperti yang sudah dilakukan di beberapa pantai seperti Nusa dua, Kuta dan Pantai Sanur yakni dengan metode Senorismen, yakni menyemprotkan kembali pasir di bibir pantai. “Nah tentunya dengan beberapa bangunan-bangunan pantai, yang bisa melindungi dan tidak akan menyebabkan abrasi kembali,” lontarnya.
Lantas kapan mega proyek ini akan direalisasikan? Ditegaskannya jika proyek ini merupakan bantuan dari pemerintah Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA), saat ini MoU-nya sudah dilaksanakan, dan sesuai rencana tahun 2018 ini proses design dari revitalisasi pantai ini sidah akan dilaksanakan. Karena bantuan pemerintah Jepang itu mulai dari design hingga pelaksanaan kontruksinya. “Tapi untuk tahun ini baru design nya dulu,” ucapnya.
Bagaimana kondisi pantai lainnya di Bali? Terus terang menurutnya hampir sebagian besar kondisi pantai di Bali cukup memprihatinkan sekali, utamanya beberapa tahun terakhir ini. Terutama pantai di Jembrana dan Buleleng. Termasuk pantai Jasri kondisinya sudah cukup kritis dan belum bisa ditangani pihaknya, terlebih disepanjang pantai ada banyak hotel dan villa yang juga harus dilindungi. “Hampir masif diseluruh Provisnsi Bali, ini mungkin efek dari Global warning dan ini terjadi di seluruh dunia. Jadi memang revitalisasi ini membutuhkan pembiayaan yang luar biasa dan tiap tahun kita cicil pelaksanaannya,” ungkapnya.
Diakuinya, ada banyak keluhan dari Pemerintah Daerah kenapa abrasi pantai di daerah mereka belukm ditangani, karena memang biaya perbaikannya sangat tinggi yakni mencapai Rp. 40 juta permeter. “Apalagi menggunakan batu almor seperti ini biayanya sangat mahal sekali. Memang sistim ini paling cocok dan sudah teruji di Bali, ini paling alamiah dan bisa efektif melindungi pantai,” sebutnya.
Bagaimana dengan bangunan reklamasi pantai yang sudah dibangun tetapi saat ini sudah mengalami kerusakan akibat hantaman ombak, seperti di Pantai Uujung Pesisi? Memang menurutnya kerusakan itu akibat hantaman ombak yang besar. Yang sudah berumur lima tahun batunya banyak yang sudah melorot akibat gempuran ombak. “Kami sudah melakukan pemeliharaan rutin, memang yang rawan itu papingnya, kita akan perbaikan dengan dana operasi dan pemeliharaan,” tutupnya.