Gianyar, Bali Tribune
Memproteksi keluar dan lingkungan terdekat dari ancaman dasiuat pengaruh film di televisi dan media lainnya, tidak hany dapat mengandalkan Lembaga Sensor Film (LSF). Yag terpenting adalah membangun tradisi Sensor Mandiri di masing-masing keluarga. Hal itu terungkap dalam sosialiasi kearifan budaya lokal masyarakat sensor mandiri, Senin (30/5).
Wakil Ketua LSF RI Budiatmiko mengatakan, Kabupaten Gianyar merupakan sentral dari budaya di Bali, segala bentuk pengaruh dan kepentinfan akan dengan mudah memasuki daerah tersebut. Termasuk di insan perfilman baik nasional maupun mancanegara. Peran lembaga sensor sangat perlu dalam memfilter segala jenis film yang akan dikonsumsi oleh masyarakat. Tak jarang, ada nilai negatif yang berpotensi memberi dampak yang buruk bagi pertumbuhan mental remaja. "Anak-anak paling rentan terpengaruh," kata dia.
Budiatmiko mengatakan, segala bentuk film yang diproduksi, harus sesuai dengan nilai - nilai budaya yang ada. Khusus di Bali, dia melihat kearifan lokal yang telah berjalan sejauh ini dapat menjadi filter yang ampuh untuk menjaga masyarakat tak terpengaruh dengan derasnya efek negatif dari era digital. “Masyarakat haus akan hiburan, salah satunya melalui media televisi, disanalah peran LSF untuk menyaring jenis tayangan yang layak ataupun tidak ditonton. Saya harap tahun ini sudah ada sahabat LSF di daerah, komunikasi kini sedang terus kami jalin dengan berbagai kalangan sineas, tokoh masyarakat," ungkapnya.
Peran keluarga, kata dia, khususnya orang tua, sangat lah vital dalam mengawasi kegiatan anak saat berinteraksi dengan media digital, baik TV, internet maupun gadget yang dipegangnya."Jangan biarkan anak leluasa mengakses internet, harus dikontrol sedetail mungkin," ucapnya.
Bupati Gianyar Anak Agung Bharata secara khusus meminta agar masyarakat di Kabupaten Gianyar mempertahankan akar budata sekuat mungkin. Terutama di kalangan pendidikan, agar betul - betul mengajarkan kepada anak didik tentang warisan budaya yang sangat hebat.
Panglingsir Puri Agung Gianyar itu menekankan, keberadaan audio visual tak dapat dipungkiri akan menggoyang pikiran manusia. Contoh paling sederhana adalah smartphone, jika salah dalam penggunaan, maka hancur sudah mental remaja. Untuk itu perlu komunikasi yang baik dan terarah. "Seberapa pun banyak film atau media informasi yang masuk, tidak boleh ada pengaruh buruk bagi remaja di Bali," ujarnya.