Diposting : 23 January 2019 23:38
Arief Wibisono - Bali Tribune
Bali Tribune – Dalam pengembangan produk lokal tidak bisa hanya dilakukan oleh satu pihak saja, namun perlu kerja bareng atau istilah Kepala KPw BI Bali, Causa Iman Karana "Keroyokan". Hal itu diungkapkan Causa melihat kondisi yang ada, artinya proses pemberdayaan petani yang notabene penghasil produk pertanian lokal tidak hanya diserahkan ke petani atau stakeholder saja, tapi semua mesti bersinergi. "Pemerintah mungkin dari kebijakannya seperti Pergub No. 99/2018 yang intinya bagaimana produk lokal bisa lebih diberdayakan serta diserap pasar," sebutnya di Denpasar, Selasa (22/1).
Namun demikian yang lebih menukik lagi dikatakan Causa yaitu perlunya pemberdayaan itu bisa dilakukan melalui pendampingan seperti yang dilakukan BI melalui cluster (kelompok) tani dari mulai pembibitan hingga bagaimana produk itu bisa diserap pasar. "Kita mulai berangkat dari kopi awalnya, kemudian ke lainnya," sebutnya sembari menambahkan dalam meraup pasar, petani dipertemukan langsung dengan pembeli. "Kan ini sebenarnya yang penting, bagaimana memotong rantai distribusi, petani bisa bertemu langsung dengan buyer," ucapnya.
Untuk itulah ia menyarankan Perusahaan Daerah yang ada di daerah bisa melakukan pendampingan kepada para petani yang ada di Bali, tujuannya tidak lain agar hasil pertanian yang ada bisa lebih terserap pasar. "Kan kebijakannya sudah ada tinggal bagaimana eksekusinya di lapangan saja," ujar Causa yang kerap turun ke lapangan meninjau langsung cluster binaan BI serta mendampingi binaan BI dalam setiap pameran di dalam dan luar negeri sebagai upaya penetrasi pasar.
"Antara produsen dan buyer perlu ada interaksi, jadi produsen bisa tahu keinginan pasar pun buyer bisa tahu bagaimana mendapatkannya," katanya.
Lantas ia mencontohkan salah satu produk andalan Bali, kopi apa yang ingin didorong dari kopi. Apakah hanya sekedar produksi, atau bagaimana memproduksi kopi yang berkualitas. Jadi bukan hanya sekedar produksi, tapi bagaimana mengedukasi petani agar menghasilkan produk yang diinginkan pasar. "Bali itu punya keunggulan, dari kopi saja sudah bisa mensejahterakan para petani sebenarnya jika digarap serius. Apalagi branding "Bali" itu kuat," tukasnya.
Produk pertanian Bali menurut Causa kedepannya tidak bisa lagi hanya dikelola secara konvensional, tapi harus menuju industri. Baik itu dari sisi pengolahan, ataupun teknologi. Lagipula produk pertanian Bali yang dulunya hanya dikonsumsi berupa buah segar, sekarang mesti memberikan nilai tambah dengan cara diversifikasi usaha dari produk yang sama. "Nangka atau Durian yang biasanya hanya dijual dalam bentuk buah segar, bisa saja diolah menjadi kripik atau sejenisnya, jadi ada nilai tambah yang bisa dinikmati petani ketika mengalami over produksi pasca panen. Dari sini akan tumbuh industri kreatif rumah tangga," tutupnya.