Balitribune.co.id | Gianyar - Jagat pelesiran yang sudah terhenti selama tiga bulan akibat pandemi corona, tidak serta merta membuat para pemandu (guide) wistawan di Objek Wisata Hidden Cenyon, Guwang Sukawati, menyerah begitu saja. Berbekal keahlian tradisi sebagai pemahat, mereka pun memanfaatkan limbah buah kelapa ‘pongpongan’ untuk disulap menjadi beragam pot anggrek jenaka. Hasilnya, pesanan pun terus mengalir baik secara online maupun langsung.
Puluhan pot anggrek berbahan buah kelapa yang tergantung di kediaman I Made Liying di bengkel tempatnya bekerja, Banjar Wang Bung, Desa Guwang, Sukawati kini menjadi magnet masyarakat dan nitizen yang kini tengah demam berkebun. Mulai dari beragam topeng-topeng aneka rupa yang rata-rat bertema lucu dan unik, hingga anatomi binatang. Tawaran pot anggrek garapan para pemandu (Guide) Hidden Cenyon di Desa Guwang inipun langsung menuai respon hingga berujung ke pemasan yang terus mengalir.
Liying yang ditemuai di kediamannya, Minggu (7/6), menuturkan, ide ini berawal dari kegiatannya yang sering ke suangai pasca penutupan Objek Wisata Hidden Canyon. Dirinya yang menjadi pemandu wisatawan di Objek wisata tersebut kini tidak punya pekerjaan, sehingga kerap ke sungai untuk mengisi waktu sembari mancing ikan. “Di sungai saya dan teman-teman juga memungut hanyutan buah kelapa, namun kebanyakan buah kelapa yang kami temukan sudah ‘pompongan’ (tidak bereisi karean ham tupai atau busuk),” ungkapnya.
Tidak hanya buah kepala yang berisi, pongpongan juga dibawanya ke rumah. Rencananya dimanfaatkan untuk kayu bakar, namun sepintas timbul idenya untuk memahat buah kelapa itu untuk dijadikan pot anggrek. “Awalnya saya buat pot anggrek ini hanya untuk di rumah saja. Namun, karena banyak ada pomponan, saya pahat aja terus sambil mengisi waktu di rumah,” terangnya lagi.
Bersama empat rekannya yang senasib, Liying terus memproduksi pot jenaka dari buah kelapa ini. Hingga anggota DPRRI I Nyoman Parta yang juga tetangganya sempat menyambangi kediamannya. Parta kepincut serta memesan beberapa buah pot. Berawal dari pesan itu, pot anggrek jenaka itu diunggah di media sosial oleh Nyoman Parta yang memiliki ribuan pengikuti di medsos. Menyusul itu, banyak pesanan baik via messenger maupun WA yang diterimanya. Terlebih harganya sangat terjangkau untuk warga lokal, yakni hanya puluhan ribu dan paling mahal Rp 35 ribu sampai 40 ribu. "Sempat ada orang yang dari Jembrana yang pesan. Karena masih musim Pandemi gini, saya mohon maaf belum bisa memenuhi pesanannya," ujarnya.
Lantaran banjir pesanan, kini Liying pun terganjal bahan baku. Karena susah mencari buah kelapa kering (pompongan), dirinya pun terpaksa memanfaatkan buah kelapa utuh. Hal ini pun menghambat pembuatan karena terlebih dahulu harus mengeluarkan isinya. “Sebelumnya, setiap mencari kelapa ke sungai, kita bisa mendapat sekitar 10 biji pompongan. Mudah-mudah di musim hujan ini banyak pongpongan yang hanyut, " jelasnya.
Membuat patung wajah jenaka , diakuinya kini mulai kering ide. Karena sebeluamnya mereka memahat tanpa beban sehingga ekspresinya mengalir lancar. Kini setelah terima pesanan, mereka mengakau sedikit kesulitan untuk membuat wajah baru unik yang berbeda-beda. Apalagi, wakut pemesanan relatif pendek. "Kalau ada yang pesan, saya mohon permakluman waktunya saja. Karena bekerjanya harus santai. Seharinya satu orang hanya bisa meneghasilkan satu hingga dua pot,” ujarnya.
Rencananya, ke depan jika orderan lancar ia akan membeli pompongan agar dalam pembuatan lebih maksimal. Liying berharap wabah corona ini cepat berlalu agar pekerja pariwisata sepertinya bisa bekerja kembali.