Denpasar, Bali Tribune
Kapolda Bali Irjen Sugeng Priyanto mengeluarkan ultimatum kepada massa tolak reklamasi untuk tidak lagi membakar ban di jalan saat menggelar demo. Aksi tersebut menimbulkan keresahan dan terkesan Bali rusuh dan tidak aman.
Warning ini disampaikan Kapolda pada simakrama dengan tokoh masyarakat, tokoh adat, ormas, sulinggih, akademisi termasuk instansi pemerintahan dan DPRD di Mapolda Bali, Rabu (31/8). Hadir pula Koordinator Forum Masyarakat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBali) Wayan “Gendo” Suardana.
"DPRD sudah membuka pintu, silakan datang dan sampaikan aspirasi. Jadi, jangan bakar ban seperti pada hari Kamis tanggal 25 Agustus kemarin, kesannya Bali rusuh dan tidak aman. Jangan paksakan saya melakukan tindakan represif," tegasnya.
Kapolda mempersilakan masyarakat menyampaikan aspirasi asalkan sesuai format ketentuan perundang-undangan berlaku. “Demo tolak reklamasi sudah berjalan selama empat tahun dan baru kali ini ada aksi bakar ban yang terjadi di sembilan titik. Begitu berita naik di media, saya langsung ditelepon Kapolri,” ujarnya.
Jenderal bintang dua ini mengaku selama ini anggotanya diperintahkan supaya bertindak persuasif dan melaksanakan pengamanan unjuk rasa tanpa senjata. “Saya meminta ke depannya tidak ada lagi alasan bakar-bakar ban di jalan dalam demo tolak reklamasi. Kalau tetap dilanggar, saya akan menggunakan kewenangan sesuai undang-undang,” ujar mantan Kadiv Hubinter Polri ini.
Pada kesempatan itu, Kapolda juga mengingatkan bahwa tahun 2016, Bali meraih penghargaan sebagai pulau terindah. Karenanya, masyarakat diminta untuk tidak menondainya dengan simbol-simbol kekerasan karena akan berdampak pada perekonomian masyarakat yang sebagian banyak mengandalkan sektor pariwisata.
"Simakrama membicarakan persoalan sosial tentang keamanan, lebih khusus tentang unjuk rasa. Sampaikan sesuai dengan format perundangan. Setiap demo, saya terjunkan anggota saya untuk melakukan pengamanan. Kalau tidak ada demo, anggota saya bisa melakukan giat lain, seperti patroli dan sebagai," katanya.
Sementara Wakil Ketua DPRD Bali Nyoman Sugawa Korry mengatakan selama empat tahun masalah reklamasi Teluk Benoa belum juga terselesaikan. Bahkan, gabungan masyarakat yang menamakan dirinya ForBali semakin banyak dan membesar untuk menentang Perpres yang dibuat mantan Presiden Susilo Bambang Yudoyono.
“Pandangan kami di DPRD, jika Perpres itu tidak dicabut belum tentu reklamasi berjalan. Tetapi jika Amdal menyatakan menolak maka otomatis kita semua termasuk DPRD menyatakan tidak setuju,” katanya.
Koordinator ForBali Wayan Gendo Suardana menyampaikan kekecewaannya. Ia menilai DPRD tidak melakukan tindakan apapun dan terkesan membiarkan rakyat berjuang sendirian. “Jika mau, DPRD bisa merekomendasikan kepada gubernur agar bersurat kepada Presiden untuk memohon pengembalian kawasan konservasi Teluk Benoa sehingga Perpres bisa di cabut,” ujarnya.
Mengenai aksi bakar ban, dinilainya sebagai bentuk kekecewaan lantaran tidak ada wakil rakyat yang menemui ketika berunjuk rasa ke Gedung DPRD Bali, Kamis (25/8). “Kami mengikuti saran Pak Kapolda supaya tidak demo di jalan tol pada hari Minggu. Tetapi, ketika kami datang ke DPRD Bali, justru tidak ada yang menemui karena sedang kegiatan kunker. Selama ini kami tidak pernah anarkis dan jaga betul ketertiban,” ungkapnya.
Gendo justru mengapresiasi simakrama yang digelar Kapolda. “Kami mengapresiasi apa yang dilakukan Polda Bali. Malah, Polda Bali yang berinisiatif menghimpun suara masyarakat, bukan DPRD Bali. Seharusnya, DPRD yang mengundang kami,” tandasnya.