REZEKI, jodoh, hidup dan mati seseorang tidak ada yang tahu kapan waktunya tiba. Semua merupakan hak prerogatif dan rahasia Tuhan. Begitu juga dengan kepergian Wartawan Bali Tribune Aloisius Gonsaga Djuli Edy Soegiarto untuk selamanya pada Selasa (6/9) lalu.
Sungguh, kami semua di Bali Tribune tidak tahu kalau hari Senin (5/9), adalah saat-saat terakhir Sugi – begitu dia akrab disapa – bersama-sama dengan kami. Begitu mendapat telepon dari sang istri bahwa Sugi minta diantarkan ke RSUP Sanglah, sekitar pukul 13.00 Wita, kami bergegas menuju rumah kontrakannya. Dengan nada terbata-bata, dia mengatakan, sedang sesak napas. Kami pun segera membawanya ke IRD RSUP Sanglah, Denpasar.
Setelah diperiksa beberapa jam lamanya, petugas pun membolehkan pulang dan menyuruhnya kembali pada hari Jumat (9/9). Jumat seperti yang dijanjikan petugas medis RSUP Sanglah agar kami datang kembali, adalah rencana manusia. Sedangkan Tuhan berkehendak lain. Senin malam, ketika waktu menunjukkan pukul 23.00 Wita, Sugi dilarikan ke RSUD Wangaya karena mengalami kolaps di tempat kontrakannya.
Pukul 06.00 Wita, Selasa (6/9), di Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Wangaya, Sugi pergi untuk selamanya. Sangat mendadak memang. Tak ada yang mengira sebelumnya bahwa di hari Penampahan Galungan itu, Sugi telah meninggalkan kami untuk menghadap ke Sang Pencipta. Terkenang kembali, sosok Sugi yang supel, ramah, suka bergaul dan mudah dajak dialog. Ia adalah sosok penyabar yang tidak gampang terpancing emosinya.
Sugi adalah salah satu wartawan generasi awal Bali Tribune. Ia bergabung ketika koran ini masih bernama Patroli Nusantara dan berkantor di Jalan Suli, Denpasar. Dia mengiringi perjalanan pasang surut media ini hingga kini bertransformasi menjadi Bali Tribune seperti saat ini. Selain bertugas sebagai redaktur halaman Denpasar dan Badung, ia juga turun ke lapangan untuk berburu berita di bidang hukum dan kerap meliput pemberitaan di Telkomsel.
Sebagai senior, sosok pria kelahiran Kediri, 18 Juli 1967, ini dikenal sebagai pribadi yang rendah hati. “Orangnya cuek, namun ketika diajak komunikasi sangat nyambung, dia tak segan-segan mengajarkan ilmu jurnalis untuk para juniornya,” kenang Valdie wartawan muda Bali Tribune. Rekan wartawan pun mengaku kehilangan dengan sosok Sugi yang dikenal cuek ini. Salah satunya Made Purnada. Ia menyebut, almarhum adalah pribadi yang rendah hati.
Lain lagi dengan Reza, rekan wartawan di pengadilan. Ia mengaku tak menyangka dengan kepergian Sugi yang mendadak ini. “Terakhir kami bertemu tiga hari lalu. Setelah itu dia tidak liputan karena sakit,” ujarnya. Reza tak pernah menduga, kalau penyakit itu akhirnya merenggut nyawa Sugi. Karenanya, dia pun sempat kurang yakin ketika awalnya mendengar kabar kepergian rekannya itu. “Kita kehilangan sosok yang unik,” katanya.
Semasa hidupnya, Sugi pernah terlibat aktif di berbagai organisasi. Di antaranya Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Bali, KNPI Bali (baca berita terkait di halaman 4). Tak mengherankan jika kepergian Sugi juga meninggalkan duka mendalam bagi anggota organisasi-organisasi tersebut, khususnya para alumni yang sempat merasakan berbagai pengalaman berorganisasi bersama almarhum.
Sugi meninggalkan seorang istri dan dua anak, Sarmini (36), Ria Mohana Sarisha (4,5), Roy Nararia Hastungkoro (1,5), serta janin berusia 7 bulan dalam kandungan. Almarhum dimakamkan di Pemakaman Gunung Klotok, Kediri pada Kamis (8/9). Keberangkatan almarhum ke kota kelahirannya itu dari Rumah Duka RSAD pada Selasa (6/9) malam dilepas ratusan rekan dan sahabat, baik sesama wartawan maupun dari PMKRI, KNPI dan Solidaritas Jurnalis Katolik Bali (SJKB). Semua merasa kehilangan sosok yang begitu unik sekaligus menyenangkan. Selamat Jalan Ugi. Rest In Peace.