Negara, Bali Tribune
Proyek pengurugan pantai menggunakan batu amor yang dilakukan pabrik tepung ikan PT Bumi Bali Mina (BBM) di Banjar Ketapang, Desa Pengambengan, Negara diprotes warga.
Pantauan di lokasi Rabu (13/4), tampak batu amor sudah terpasang membentuk benteng membentang sepanjang bibir pantai di sisi selatan pabrik. Puluhan mobil dump truck terlihat menurunkan batu amor, sementara sebuah alat berat sedang beroperasi.
Sejumlah warga mengatakan, abrasi semakin parah sejak adanya aktivitas pengurugan tersebut, beberapa pekan terakhir ini. Warga mengaku tidak berani menuduh, tetapi menurut warga yang bermukin di pesisir pantai di sekitar lokasi, gempuran gelombang air laut semakin parah hingga mengancam permukiman warga. Mereka pun resah. Selain itu, warga setempat yang merupakan nelayan mengaku kesulitan menambatkan jukungnya.
Salah seorang warga, Dahuri (63) mengatakan selama ini tidak ada sosialisasi proyek itu, dan sebagai rakyat kecil, warga hanya bisa menjadi penonton. Jika nantinya tempat tinggalnya terkikis, warga tidak tahu harus ke mana.
Satpol PP Kabupaten Jembrana, Rabu pagi turun ke lokasi dan menyetop proyek pengurugan, serta menyita kunci eskavator dan meminta pemilik pabrik datang ke Kantor Satpol PP.
Kasat Pol PP Kabupaten Jembrana, I GN Rai Budhi di dampingi Kasi Ketentraman Masyarakat dan Ketertiban Umum (Tranmas dan Tibum), I Nyoman Gede Suda Asmara menyatakan, pihaknya menyetop operasional proyek reklamasi (pengurugan) pantai sepanjang 40 meter dan menjorok ke tengah 30 meter tersebut.
Menurut dia, seharusnya reklamasi yang dilakukan sepanjang 10 sampai 50 meter harus dilengkapi UPL-KL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan) sesuai Perda Kabupaten Jembrana Nomor 4 Tahun 2015.
Begitu pula dengan pengangkutan alat berat, kata Rai Budhi harus sesuai Perda Nomor 8 Tahun 1994 tentang Pengangkutan Alat Berat. Pihaknya meminta agar pemilik proyek segera mengurus UPL-KL yang pengkajian lingkungannya dilakukan Kantor LHKP.
Secara terpisah, Direktur PT Bumi Bali Mina, Kukuh Wicaksono saat dikonfirmasi Rabu siang membantah melakukan reklamasi atau pengurugan pantai. Menurutnya, proyek tersebut sebagai senderan untuk mengamankan lahan miliknya.
Ia menyebutkan, dari total tanah 59 are ‘miliknya’ sebagian telah hilang karena abrasi. Jika tidak dibangun senderan, lanjutnya, maka akan tambah tergerus.
Diakuinya proyek tersebut belum mengantongi dokumen UPL-KL atau izin lainnya. Selama ini ia menganggap izin tersebut tidak perlu karena proyek itu di lahan miliknya, terlebih ia telah berkoordinasi dengan pihak desa. Pihaknya pun akan menghentikan kegiatan hingga memiliki UPL-KL.