BALI TRIBUNE - Kepala Sekolah (Kasek) Sekolah Dasar Pembina Negeri (SDPN) Tulangampiang, Gusti Ngurah Suteja mengakui adanya jalur titipan pada proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di sekolahnya.
Suteja mengaku tahu bahwa aturan dalam petunjuk teknis PPDB hanya ada dua jalur, yakni jalur warga banjar pendukung dan jalur umum. Dan, lanjut dia, keputusan menerima siswa dari jalur titipan merupakan kebijakan internal panitia PPDB dan sekolah.
Menariknya, penerimaan siswa jalur titipan ini juga tanpa mekanisme yang jelas. Siswa yang masuk jalur titipan bahkan tanpa melalui psikotes seperti peserta dari jalur umum. “Kami tiap tahun menerima tiga kelas. Dalam tiga kelas itu kami prioritaskan banjar pendukung diambil dua kelas, jalur umum satu kelas,” imbuhnya, Sabtu lalu.
Dikatakan, siswa yang masuk melalui jalur titipan tidak melalui psikotes seperti jalur umum. Syaratnya, yang penting usianya cukup yakni minimal telah berusia 6 tahun. Ia mengaku mengetahui jika penerimaan jalur titipan ini menyalahi aturan. Namun, pihaknya tidak berani menolak peserta didik yang mendaftar karena telah memasuki wajib belajar.
Pihaknya juga mengaku siswa yang masuk melalui jalur titipan ini merupakan anak-anak titipan dari guru, kepala sekolah dan orangtua siswa yang kebetulan anaknya sudah bersekolah di SDPN Tulangampiang.
“Jadi itu ada teman-teman kepala sekolah yang nitip cucunya sekolah di sini. Ada juga guru dan orangtua siswa. Untuk transparansi, kami tetap laporkan ke Disdikpora adanya siswa titipan. Inilah anak yang kami terima sebanyak 96 orang,” ungkapnya.
Sementara terkait surat pernyataan yang diduga sebagai bentuk mobilisasi pungutan berkedok sumbangan sukarela, Suteja mengaku poin empat itu adalah tujuannya membantu masalah pemikiran sumbangan biaya yang tidak bisa dari pemerintah.
“Bukan berarti dia harus mengeluarkan biaya, tapi bagaimana masalah pemecahannya. Maksudnya itu hanya sumbangan pemikiran. Boleh dicek ke orangtua siswa, ada tidak dikenakan biaya dari pendukung, umum dan titipan. Silakan ditanya, kalau ada tanyakan diberikan kepada siapa,” pungkasnya.
Ombudsman
Sementara itu “bau amis” penerimaan siswa melalui jalur titipan di SDPN Tulangampiang ini ternyata sudah tercium oleh Ombudsman RI Perwakilan Bali. Kepala Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Bali, Umar Ibnu Alkhatab, mengatakan dengan adanya jalur titipan itu sudah melanggar.
Pihaknya bahkan sangat menyayangkan kenapa sekolah percontohan memberikan contoh yang tidak baik. Umar menyebutkan, pihak sekolah sudah menyalahi kewenangan dengan membuat kebijakan internal apapun alasannya.
“Kok pakai aturan sendiri. Swasta saja ikut Permendikbud. Kok sekolah percontohan memberi contoh yang jelek. Sekolah rujukan menggunakan jalur titipan dalam prosedur menerima siswa baru. Kalau ada titipan berarti ada diskriminasi. Tentu ini akan menjadi pertanyaan,” ujarnya secara terpisah.
Diakuinya Ombudsman juga sudah menerima laporan yang terjadi di SD tersebut dan akan segera meminta klarifikasi pada pihak sekolah untuk dimintai kejelasan. Selain itu juga, meminta Disdikpora untuk turun mengevaluasi sekolah SDP N Tulangampiang.
“Kalau itu (peserta yang sudah diterima) belum final kan. Keputusan itu bisa dibatalkan. Itu bisa di-delay karena dianggap tidak melalui jalur prosedural. Kenapa guru atau kepala sekolah membuat contoh yang buruk. Dari SD saja sudah curang begitu,” ungkapnya. Selain itu dengan adanya surat pernyataan untuk sumbangan itu, Umar sudah bisa membaca pihak sekolah dan komite akan mengajak orang tua berbicara setelah peserta didik diterima. Disanalah ada mekanisme sumbangan. Menurutnya, dalam mekanisme itu akan adanya eliminir terhadap sumbangan orang tua yang kecil.
Seperti diketahui, Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tingkat Sekolah Dasar Tahun 2017 di Sekolah Dasar Pembina Negeri Tulangampiang Denpasar dikeluhkankan orangtua calon siswa. Diduga sekolah percontohan tersebut menerima siswa titipan dengan jumlah mencapai 18 orang siswa. Jumlah siswa titipan ini bahkan berbeda tipis dengan jumlah siswa yang diterima melalui jalur umum yang hanya mencapai 25 orang siswa.