balitribune.co.id | Badung - Indonesia Development Foundation (IDF) International Research Forum 2024 yang berlangsung di Nusa Dua Kabupaten Badung pada Senin (21/10), diharapkan membantu pemerintah dalam merancang kebijakan dan strategi inovatif untuk pengendalian dan pengurangan bahaya tembakau. Forum yang menghadirkan pembicara dari sejumlah negara yakni Malaysia, Filipina, Turki dan Indonesia ini mengangkat tema Innovative Strategies for Tobacco Control and Harm Reduction: Bridging Research, Practice and Policy.
IDF melakukan sebuah studi untuk memahami perilaku dan pengambilan keputusan konsumen terkait rokok tradisional, rokok elektrik serta keinginan untuk berhenti merokok. Hasil studi IDF yang dibahas bersama sejumlah pakar dari dalam dan luar negeri pada forum tersebut secara khusus mengeksplorasi pilihan yang dibuat perokok ketika dihadapkan dengan beberapa pilihan jenis rokok berdasarkan kandungan nikotin, pesan peringatan dampak merokok, harga rokok dan rasa atau aroma dalam memengaruhi keputusan pengguna serta bagaimana kebijakan-kebijakan yang ada dapat memengaruhi pemilihan jenis rokok.
Studi ini menggunakan teknik analisis data Linear Probability Model dan pengumpulan data melalui survei yang melibatkan 627 responden di seluruh Indonesia, dengan mayoritas adalah laki-laki dalam kelompok usia 25-39 tahun. Sebanyak 79,3 persen responden merokok setiap hari dan 58,1 persen mempertimbangkan untuk berhenti merokok dengan mengonsumsi rokok elektrik.
Hasil estimasi studi menunjukkan harga rokok memiliki efek negatif yang signifikan terhadap pilihan merokok, baik rokok tradisional, maupun rokok elektrik. Ketika harga rokok tradisional naik, lebih sedikit responden yang memilih rokok tradisional, dan hal yang sama juga terjadi pada rokok elektrik. Sementara, hasil analisis menunjukkan terjadinya elastisitas silang antara konsumen rokok tradisional dan rokok elektrik. Sehingga menaikan harga rokok akan mendorong peningkatan probabilitas untuk berhenti merokok.
Melalui studi yang dilakukan IDF diharapkan dapat membantu dalam merancang kebijakan dan program yang lebih efektif untuk mengurangi penggunaan rokok dari bahaya tembakau, serta meningkatkan kesehatan masyarakat. Managing Director IDF Foundation, Harris Siagian menjelaskan sekitar 77 juta masyarakat Indonesia merokok, mayoritas kelas menengah kebawah. "Kami melakukan penelitian kepada para petani yang bergaji dibawah Rp50 ribu per hari. Kami tanyakan kenapa merokok? jawabannya karena kenikmatan. Dengan gaji segitu, keluarganya di rumah yang mereka dapatkan adalah makanan dengan nutrisi rendah," bebernya.
Kata dia, kondisi ini justru tidak sejalan jika dikaitkan dengan Indonesia Emas 2045. Pasalnya, Indonesia Emas ini akan terwujud jika anak-anak mengonsumsi makanan bernutrisi. Tetapi karena penghasilan kepala keluarga sangat rendah dan digunakan untuk membeli rokok, maka akan berpengaruh pada asupan nutrisi anak-anaknya. "Hampir 5 juta kematian yang kita harus hadapi. 1 orang kematian memiliki dampak luas, bapak meninggal dan pendapatan keluarga pincang dan menyebabkan kebutuhan nutrisi anak kurang terpenuhi," paparnya.
Pembicara asal Malaysia, Dato Sri Subromaniam Tholsary juga menyampaikan hal senada bahwa dari hasil riset, konsumsi rokok tertinggi merupakan kaum petani dan buruh yang bekerja harian.
Dari studi juga diketahui bahwa upaya mendorong perokok untuk berhenti merokok sangatlah penting. Berdasarkan data, Indonesia tergolong negara yang memiliki angka kematian tinggi 132 hingga 200 per 100.000 penduduk dan Disability-Adjusted Life Years atau DALY sebesar 3.600 hingga 5.000 per 100.000 penduduk yang disebabkan oleh tembakau.