BALI TRIBUNE - Pundi-pundi pendapatan Kabupaten Badung dari sektor pajak hiburan sepertinya bakal berkurang. Pasalnya, DPRD Badung berencana memangkas sejumlah objek pajak dari hiburan. Sedikitnya ada tiga objek pajak yang rencananya dihapus. Diantaranya pajak golf, bilyar dan boling.
Untuk pemangkasan pengenaan pajak tiga objek ini, Senin (24/7), DPRD Badung melalui Pansus yang dipimpin I Nyoman Satria bahkan tengah menggodok perubahan atas Peraturan Daerah (Perda) Badung Nomor 17 Tahun 2011 tentang pajak hiburan.
Pembahasan perubahan "payung hukum" ini melibatkan pihak Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Badung yang diwakili Kabid Data dan TI, Ketut Gde Budhiarta.
Nyoman Satria, selaku Ketua Pansus menjelaskan, perubahan Perda 17 Tahun 2011 saat ini masih tahap pembahasan. "Iya, ini baru tahap pembahasan. Tadi ada usulan beberapa objek pajak hiburan supaya dihapus," ujarnya.
Menurut anggota Komisi III ini, beberapa objek pajak diusulkan dihapus karena bertentangan dengan UU 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retrebusi daerah. Selain itu pendapatan dari objek pajak ini juga tidak memberikan pendapatan yang signifikan ke kas daerah.
"Yang diusulkan dihapus itu, pajak golf, bilyar dan boling. Dalam perda lama, itu masuk objek kena pajak," kata Nyoman Satria.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa sesuai rancangan Perda terbaru, beberapa objek pajak hiburan yang masuk kategori kena pajak diantaranya : tontonan film, pagelaran kesenian, musik, tari atau busana. Kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya. Pameran, diskotek, karaoke, klab malam dan sejenisnya. Kemudian ada sirkus, akrobat dan sulap. Pacuan kuda, kendaraan bermotor dan permainan ketangkasan. Panti pijat, refleksi mandi uap/spa, pusat kebugaran dan pertandingan olahraga.
Sebagai gantinya agar penghapusan objek pajak ini tidak membuat anjlok pendapatan Badung, politisi PDI Perjuangan asal Mengwi ini mengusulkan agar tarif retrebusi untuk tempat hiburan dinaikan tiga kali lipat. Yaitu dari awalnya sekitar 12,5 persen diusulkan menjadi 35 persen. “Kami juga usulkan agar pajak hiburan dinaikan jadi 35 persen,” tegas Nyoman Satria.
Sementara Ketut Gde Budhiarta selaku Kabid Data dan TI Bapenda Badung, membenarkan kalau tiga objek pajak yang diusulkan dihapus itu dari segi penerimaan pajak nilainya cukup kecil. "Iya, tadi ada usulan pajak dari golf, bilyar dan boling dihapus. Selain karena ada yang sudah doble tax, nilainya (pendapatan) juga kecil," ujarnya.
Budhiarta mengatakan, dari sekian pajak hiburan yang ada di Badung, dominan penyumbang pendapatan terbesar berasal dari "tempat dugem", seperti diskotek, klab malam, karaoke dan spa. Retrebusi tempat hiburan ini dikenakan pajak sekitar 12,5 persen dari total penjualannya.
"Walaupun itu dihapus (pajak golf, bilyar dan boling) tidak akan berpengaruh signifikan pada pendapatan daerah, karena nilainya cukup kecil. Paling cuma Rp 11 juta. Kalau dikenakan pajak juga kita ngurusnya ruwet , banyak dari mereka yang tidak melapor (karena nilai kecil, red)," terangnya.
Berdasarkan data Bapenda Badung untuk realisasi pajak hiburan per 31 Desember 2016 dipatok sebesar Rp 49 miliar lebih. Sementara pada tahun 2017, pajak hiburan ditarget sebesar Rp 51 miliar lebih.