BALI TRIBUNE - Kata-kata jorok Komisioner KPU Bali Wayan Jondra dalam forum resmi di DPRD Provinsi Bali beberapa waktu lalu, berbuntut panjang. Dalam rapat ketika itu, Jondra menyebut 'calon gubernur hanya bermodal kon**l' (alat kelamin laki-laki, red).
Kini, muncul desakan agar KPU Bali melaporkan ocehan jorok Jondra itu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Pengusutan terhadap lontaran tidak etis Jondra dipandang penting, karena menyangkut kehormatan lembaga DPRD Provinsi Bali serta KPU sendiri.
Desakan ini muncul dalam rapat koordinasi antara Pimpinan DPRD Provinsi Bali, Badan Anggaran (Banggar) DPRD Provinsi Bali, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Provinsi Bali, bersama KPU dan Bawaslu Provinsi Bali, di Gedung DPRD Provinsi Bali, Senin (6/11). Desakan di antaranya datang dari Ketua Fraksi Panca Bayu DPRD Provinsi Bali Nyoman Tirtawan.
Politikus Partai NasDem itu berpandangan, kata-kata Jondra sudah melukai dan mencoreng forum resmi DPRD Provinsi Bali. Selain itu, kata-kata jorok Jondra juga mencoreng KPU dan melecehkan calon gubernur Bali.
Ia menyebut, hal ini mesti segera diusut oleh DKPP. Bahkan Tirtawan berharap, agar KPU Provinsi Bali secara resmi melaporkan Jondra ke DKPP atas ujaran kata-kata jorok dan melecehkan calon gubernur.
“Kami harapkan agar dilaporkan secara resmi oleh KPU Bali. Kata-kata seperti itu tidak etis,” ujar Tirtawan.
Anggota Komisi I DPRD Provinsi Bali ini juga mendorong lembaga DPRD Provinsi Bali untuk turut mengadukan Jondra ke DKPP. "Jika bisa diadukan secara pribadi, saya siap adukan itu ke DKPP," tandas Tirtawan.
Dikonfirmasikan secara terpisah usai rapat, Ketua KPU Bali Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengaku mendengar langsung Jondra mengatakan kata-kata calon gubernur bermodalkan kon**l. “Namun sudah memohon maaf. Jadi harapan kami agar kasus ini diselesaikan,” ucapnya.
Namun jika ada pihak yang tidak puas, menurut dia, bisa saja sebagai hak hukum seseorang untuk mengadu ke DKPP. “Jadi yang mengadu bukan kami, namun pihak-pihak yang tidak puas,” tegas Raka Sandi.
Ia menyebut, bisa saja DPRD Bali secara kelembagaan yang mengadu, atau perseorang anggota DPRD Provinsi Bali atau bahkan masyarakat. “Siapa saja yang tidak puas bisa menggadu. DPRD Bali boleh, perseorang anggota dewan boleh atau masyarakat," pungkas Raka Sandi.