BALI TRIBUNE - Letusan masih terjadi dengan hembusan asap kawah disertai semburan kolom abu vulkanik setinggi 2000 meter di atas permukaan kawah Gunung Agung. Dari pantauan koran ini, Minggu (10/12), dalam sehari terjadi lebih dari tiga kali letusan didahului oleh suara gemuruh yang didengar oleh masyarakat di KRB III dan tremor menerus hingga overscale yang terekam oleh Seismograf di Pos Pantau Gunung Agung.
Dari data yang terekam dalam enam jam terakhir tercatat sebanyak 10 kali hembusan dengan amplitudo 15-25 milimeter berdurasi 55-90 detik, gempa low freqwensi sebanyak 2 kali dengan amlitudo 4-5 milimeter berdurasi 25-35 detik, gempa vulkanik dangkal sebanyak 1 kali dengan amlitudo 20 milimeter berdurasi 45 detik. Selain itu juga terjadi gempa tremor menerus hingga tremor overscale dengan amplitudo 1-24 milimeter.
Sementara itu, sore kemarin warga di zona merah dikejutkan dengan aliran air yang hulunya di lereng atas Gunung Agung, padahal dari pantauan tidak tampak terjadi hujan. Melihat fenomena ini sejumlah relawan Pasemetonan Jaga Baya (Pasebaya) langsung turun untuk memantau kejadian tersebut utamanya kemungkinan membahayakan bagi masyarakat di bawahnya.
“Kita sudah cek dan itu air hujan murni karena warnanya berbeda dengan yang kemarin. Kalau yang kemarin itu warna airnya hitam pekat dan kental kayak oli, tapi yang sekarang ini encer kayak air biasa,” ungkap I Wayan Swara Arsana, Sekretaris Pasebaya Agung 28 desa terdampak di lingkar Gunung Agung, Minggu kemarin. Setiap menit dan sekecil apapun informasi kejadian yang terjadi di Gunung Agung yang dilaporkan oleh para relawan dilapangan di catat dengan baik.
Memalui pesawat radio dan media sosial, setiap kejadian dan fenomena yang terjadi itu disiarkan kepada masyarakat. Termasuk himbauan kepada masyarakat untuk waspada dan menjauhi areal berbahaya radius 8 kilometer dan perluasan sektoral 10 kilometer, sesuai rekomendasi dari PVMBG. Namun saat ini kata dia, masyarakat sudah mulai teredukasi dimana sudah banyak masyarakat yang memiliki pesawat radio komunikasi HT (Handy Talky) dan terus memonitor perkembangan aktifitas Gunung Agung hasil pantauan relawan Pasebaya.
“Ini sebuah fenomena, masyarakat yang beraktifitas di areal KRB III dan II saat ini banyak yang sudah bawa HT. Jadi mereka memonitor terus perkembangan Gunung Agung. Jadi mereka tau kapan mereka harus segera turun dan keluar dari zona berbahaya,” kata Swara Arsana. Artinya sekarang ini masyarakat sudah teredukasi dengan baik sehingga tidak lagi panik dan tetap tenang kendati mereka harus waspada terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba yang berpotensi membahayakan jiwa mereka.