BALI TRIBUNE - Perwakilan masyarakat Celukan Bawang bersama Greenpeace Indonesia didampingi tim kuasa hukum dari YLBHI-LBH Bali pada Rabu (24/1) mendaftarkan gugatan ke PTUN Denpasar terkait izin lingkungan PLTU Batu Bara Celukan Bawang 2 x330 MW.
Gugatan diajukan tiga orang perwakilan masyarakat yang terdampak di Celukan Bawang, Buleleng, bersama Greenpeace. “Kami mengajukan gugatan ini salah satunya karena SK Gubernur yang diterbitkan tanpa melibatkan masyarakat yang akan terdampak,” ujar salah satu penggugat, Ketut Mangku Wijana. “Selain itu, surat keputusan Gubernur dianggap mencederai komitmen penurunan emisi dalam kesepakatan Paris karena tidak mempertimbangkan dampak perubahan iklim yang akan terjadi akibat pembangunan PLTU tersebut,” tambah Didit Haryo, juru kampanye iklim dan energi Greenpeace Indonesia.
Sementara itu, Dewa Putu Adnyana,S.H. dari YLBHI-LBH Bali mengatakan SK No. 660.3/3985/IV-A/DISPMPT diterbitkan berdasarkan dokumen AMDAL yang tidak valid dan representatif sehingga cacat hukum dan mengandung kekeliruan karena tidak adanya keterlibatan masyarakat sesuai dengan Permen Lingkungan Hidup No 17 Tahun 2012 tentang pedoman keterlibatan masyarakat dalam proses analisa dampak lingkungan hidup dan izin lingkungan. Ditambahkan, beberapa aspek kelengkapan dokumen AMDAL tidak mampu dipenuhi serta kegagalan AMDAL dalam melakukan evaluasi holistik terhadap dampak yang akan ditimbulkan.
Menurutnya, hal ini bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) karena tidak menerapkan kaedah keterbukaan, kecermatan serta kepastian hukum. Kemudian, SK tersebut tidak didasarkan pada Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil (RZWP3K). Fakta lainnya yang memperkuat masyarakat melakukan gugatan adalah pengembangan pembangunan PLTU Batu Bara Celukan Bawang 2x330 MW ternyata tidak masuk ke dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Nasional maupun Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah.
Dalam RUPTL Nasional 2017-2026 secara jelas telah dinyatakan bahwa Provinsi Bali sebagai destinasi wisata dunia juga memiliki sumber daya Energi Baru Terbarukan (EBT) yang melimpah. Kondisi ini didukung oleh masyarakat Bali yang terbuka dan mudah untuk menerima EBT serta memulai implementasi smart grid secara bertahap. Berdasarkan data dari RUPTL Nasional 2017-2026, beban puncak sistem kelistrikan Provinsi Bali tertinggi adalah pada tahun 2016 sebesar 860 MW yaitu pada bulan Oktober 2016. Sementara daya dipasok dari pasokan kabel bawah laut Jawa-Bali 400 MW dan Pembangkit 150 kv sebesar 998 MW.
“Dari data tersebut sudah jelas bahwa jaringan listrik Jawa-Bali sudah mengalami kelebihan kapasitas dan tidak membutuhkan adanya tambahan penyediaan tenaga listrik dan pembangkit baru,” tegas Dewa Adnyana. Sedangkan dari tempat berbeda Karo Humas Provinsi Bali, Dewa Mahendra Putra yang dikonfirmasi melalui selulernya terkait gugatan tersebut menyebutkan, pihaknya belum bisa berkomentar karena harus melihat lagi alias mengecek kepada Dinas Perizinan. “Kita akan cek ke dinas perizinan soal itu,” ucapnya singkat.