Denpasar, Bali Tribune
Ahli waris (Alm) IGM Mentog mempertanyakan tanahnya (objek) seluas 4.350 m2 di Jalan Gunung Soputan, Kelurahan Pemecutan Kelod, Kecamatan Denpasar Barat yang saat ini dikuasai Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Melalui kuasa hukumnya yang baru A A Ngr Agung Semara Adnyana, SH, ahli waris almarhum yang juga penglingsir A A Rai (71) secara legal standing telah menunjuk yang bersangkutan untuk mewakilinya dalam kaitan mendapatkan hak atas tanah tersebut.
“Secara legal standing, saya telah menerima kuasa dari pemberi kuasa, yaitu dari keluarga (Alm) I Gusti Made Mentog,” jelas Agung Semara usai bertemu Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan Bali, Jum’at (29/4).
Dijelaskan, meski pihaknya ditunjuk sebagai kuasa hukum yang baru, bukan berarti proses yang pernah dijalankan terhenti. “Proses ini bukan dari nol lagi, tapi kita menindaklanjuti apa yang sudah pernah berproses,” ujarnya.
Ditegaskan, dari pertemuan tersebut, ORI juga tidak menemukan nama ahli waris dalam transaksi pembayaran antar PLN dengan pemilik objek. “Ombudsman sudah menyatakan jika nama ahli waris Made Mentog memang tidak tercantum dalam transaksi pembayaran antar PLN dengan pemilik objek yang ada di lokasi,” katanya.
Pihaknya menilai apa yang dilakukan ORI sudah cukup bagus dalam memediasi persoalan penguasaan lahan ini. “Sebenarnya PLN tidak memiliki dokumen bukti kepemilikan atas tanah IGM Mentog,” tandasnya.
Baik dirinya ataupun keluarga ahli waris merasa heran, bagaimana mungkin tanah yang notabene milik IGM Mentog bisa berpindah tangan tanpa adanya transaksi apalagi pembayaran yang diterima ahli waris. “Tidak ada satupun dokumen yang menyatakan keluarga ahli waris telah menjual lahan tersebut apalagi sampai menerima pembayaran, dan itupun dikuatkan pernyataan Ombudsman. Mestinya PLN sebagai pihak yang membeli lahan itu jeli melihat kondisi di lapangan. Pasalnya, tanah yang sekarang dikuasai PLN, ada tanah orang lain yang tidak pernah diperjualbelikan kepada pihak manapun,” tegas Agung Semara.
Urus Surat
Terungkapnya kasus ini ketika AA Rai ingin mengurus surat-surat tanah yang lokasinya berdampingan dengan lahan PLN. “Awalnya ada seseorang yang datang ke saya mau membeli tanah itu, tapi saya bilang tanah itu nggak dijual,” papar Gung Rai.
Bahkan demi melengkapi dokumen kepemilikan tanah, Gung Rai rela pergi ke berbagai instansi terkait memastikan jika tanah itu masih milik IGM Mentog. “Terakhir tinggal minta tanda tangan Kepala Desa Pemecutan Kelod, tapi dia tidak mau menandatangani. Alasan yang dikemukakan Duaja (Kades Pemecutan Kelod kala itu-red), jika tanah itu telah dijual, sementara saya tidak pernah menjual lahan itu, bahkan saat itu masih dalam proses sertifikasi,” sebutnya.
Yang membuat Gung Rai tak habis pikir, Kepala Desa Pemecutan Kelod justru mengembalikan semua surat atau dokumen yang dimilikinya dengan melampirkan surat yang menyatakan tanah milik keluarga IGM Mentog telah dijual. “Bahkan imbasnya, Kades yang sekarangpun tidak mau menandatangani surat-surat saya. Ada apa ini,” ujarnya kesal.
Umar Khatab, Kepala ORI perwakilan Bali sesaat setelah proses mediasi yang gagal menghadirkan Kades Pemecutan Kelod, hanya mengatakan singkat. “Kita sifatnya menunggu saja. Kasus ini pernah sempat ditutup karena belum adanya kepastian dari yang bersangkutan. Saat ini PLN menunggu bukti dari BPN tentang kepemilikan lahan itu,” pungkasnya.