Badung Ingin Hapus Sistem Monopoli Tower | Bali Tribune
Bali Tribune, Sabtu 28 Desember 2024
Diposting : 25 October 2016 14:01
I Made Darna - Bali Tribune
tower
TOWER – Mulai menjamurnya tower di Badung dibahas dalam Rapat Pansus dengan eksekutif di kantor DPRD Badung, Senin (24/10).

Mangupura, Bali Tribune

Rencana penghapusan sistem monopoli pada penyedia tower telekomunikasi di Kabupaten Badung membuat panas rapat pansus tower DPRD Badung dengan eksekutif, Senin (24/10) kemarin.
Pasalnya, rencana penghapusan sistem monopoli ini dibayang-bayangi oleh adanya perjanjian Pemkab Badung dengan investor, dalam hal ini PT BTS (Bali Towerindo Sentral) sebagai satu-satunya penyedia jasa menara telekomunikasi di Badung.

Sebagain besar anggota pansus takut jika sistem monopoli dihapus, Pemkab Badung akan digugat investor. Sebab, perjanjian Pemkab-investor berlaku sampai 20 tahun sejak tahun 2008.
Dibagian lain, pemerintah pusat menekan agar Pemkab Badung segera menghapus sistem monopoli dengan menggugurkan Perda 8/2009 tentang pembangunan menara telekomunikasi di Kabupaten Badung.
Rapat sendiri kemarin dipimpin Ketua Pansus yang juga Ketua Komisi I, I Wayan Suyasa dengan dihadiri sebagian besar anggota DPRD Badung. Sedangkan dari eksekutif hadir Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Weda Dharmaja dan Kabag Hukum Setda Badung Komang Budi Argawa.
Dalam rapat tersebut mayoritas anggota dewan Badung menginginkan agar sistem monopoli dihapus. Akan tetapi mereka dikhawatirkan dengan adanya perjanjian Pemkab Badung dengan pihak ketiga yang selama ini menjadi penyedia jasa tower di Badung.

Selain tidak ingin ada sistem monopoli dalam penyediaan jasa tower, dewan juga ngotot agar seluruh tower di gumi keris diatur dan dipungut retrebusi. Sebab, pemasukan Badung dari tower selama ini hanya bersumber dari izin mendirikan bangunan (IMB) tower.
"Kami setuju tidak boleh monopoli dan menutup kepentingan yang lain. Cuma kami ingin tower diatur, dibatasi dan dikenai retrebusi," kata anggota Komisi II I Nyoman Mesir.
Menurutnya selain dari segi jumlah, masalah ketinggian juga harus dibatasi. Sebab, tower-tower ini selain merusak estetika juga mengancam keselamatan warga disekitarnya.
"Tinggi tower itu bisa 175 sampai 200 meter. Jadi Perlu pembatasan karena sangat berbahaya. Masyarakat penyanding juga harus dijamin keamanannya," pinta politisi Golkar asal Kutuh ini sembari mengaku di desanya Kutuh diserbu banyak tower.
"Selain diatur detail, tiap tower juga harus kena retrebusi. Bila perlu retrebusi per stasiun. Biar mereka tidak seenak perutnya main tempel (tempel stasiun, red)" imbuh Mesir.
Sementara anggota pansus I Nyoman Dirga Yusa, I Wayan Sandra, Nyoman Oka Widyanta, I Gusti Anom Gumanti dan Luwir Wiana justru ramai-ramai mempertanyakan adanya perjanjian antara investor (PT BTS) dan Pemkab Badung.
Menurut para legislator tersebut perjanjian tersebut penting dalam  pembuatan Perda ini. Pasalnya, menurut mereka akan mubasir kalau ada perda, tapi dalam pelaksanaannya justru masih ada sistem monopoli.
"Ada banyak kepentingan di Perda ini. Makanya aturannya harus jelas. Dan kami ingin tahu perjanjian pemkab dan investor itu," kata Dirga Yusa.
Hal senada juga disampaikan Sandra. Menurutnya dibatalkannya Perda 6/2008 sebagai bukti Badung melabrak aturan pusat karena menerapkan sistem monopoli. "Tolong lampirkan perjanjian yang pernah dibikin dengan perjanjian SKB 4 Menteri. Apakah memungkinkan tidak, tidak tower monopoli," kata Sandra.
Sementara Weda Dharmaja menjelaskan, soal tower sepenuhnya akan diatur dalam master plan yang kini masih disusun.
Masterplan akan disesuaikan dengan kebutuhan pengguna, yakni masyarakat. "Kita harap perda ini bisa diselesaikan dulu. Untuk retrebusi nanti akan kita buatkan perda khusus tersendiri," jelasnya.
Sementara mengenai perjanji 20 tahun antara Pemkab dan investor, Weda mengaku saat ini masih berjalan. Namun demikian, kata dia ini akan disesuaikan dengan aturan terbaru.
Karena sekarang diharuskan membuat perda baru, maka pihaknya mengusulkan penghapusan pasal monopoli. "Terkait MoU mau tidak mau harus disesuaikan dengan perda baru. Dan Peraturan yang lama disesuaikan dengan peraturan baru," Pungka Weda.