balitribune.co.id | Mangupura - Komisi I DPRD Badung menggelar Rapat Kerja (Raker) bertempat di Ruang Rapat Gosana II Sekretariat DPRD Kabupaten Badung, Senin (1/4). Rapat kerja yang dipimpin langsung Ketua Komisi I DPRD Badung, Made Ponda Wirawan dihadiri jajaran komisi, seperti Wayan Regep, AA Ngurah Ketut Agus Nadhi Putra, dan Wayan Loka Astika.
Raker yang melibatkan empat Organisasi Perangkat Daerah (OPD), seperti Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPKSDM) Badung, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Badung, Dinas Pemadam Kebakaran dan Keselamatan Kabupaten Badung, dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Badung membahas tentang Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2023.
"Rapat kerja kali ini kami meminta pertanggungjawaban LKPJ 2023, yakni bagaimana penyerapan anggaran yang ada, terus bagaimana pelayanan kepada masyarakat," ungkap Ponda Wirawan usai memimpin rapat.
Menurutnya, laporan yang disampaikan OPD akan menjadi bahan evaluasi program-program yang dilanjutkan. Hanya saja, politisi asal Mambal, Abiansemal ini menegaskan disiplin pegawai di masing-masing OPD dalam melaksanakan tugas.
"Tadi penyerapan anggaran yang dilaporkan kami nilai sudah bagus tetapi kami minta disiplin pegawai ditertibkan jangan sampai namanya ada orangnya tidak pernah hadir. Apalagi di Damkar kemarin sempat viral yang disalakan Damkar yang juga ujungnya pemerintah," terangnya.
Dalam kesempatan itu, Wayan Regep mengapresiasi kinerja OPD dalam menjalankan setiap program-program. "Saya melihat tren yang sekarang dengan adanya P3K agar terpenuhi dinas-dinas. Tidak ada lagi keluhan kekurangan pegawai," ujarnya.
Sementara, Loka Astika menyoroti banyaknya lahan yang ditata, namun tidak dimanfaatkan dengan baik, bahkan cenderung melanggar. "Saya liat di lapangan secara nyata penataan lahan melewati batas, kami mohon dari Satpol PP menindaklanjuti, sehingga lahan-lahan yang ditata berfungsi," terangnya.
Di sisi lain, AA Nadhi Putra menyoroti penertiban pemanfaatan Air Bawah Tanah (ABT) yang dipandang tidak tepat. Sebab, penertiban yang dilakukan oleh oknum penegak hukum menyasar usaha-usaha yang notabena masyarakat kecil.