
balitribune.co.id | Denpasar - Sebagai destinasi wisata, Pulau Bali memiliki berbagai masalah krusial salah satunya adalah kemacetan lalu-lintas terutama menuju ke kawasan wisata yang ada di Bali Selatan Kabupaten Badung, Sanur di Kota Denpasar dan Ubud di Kabupaten Gianyar. Hal tersebut disebabkan karena semakin tingginya minat wisatawan berwisata di Bali dan ruas jalan menuju ke destinasi-destinasi tersebut tidak lebar. Sehingga pemerintah menghadirkan solusi dengan rencana membangun akses transportasi massal berbasis kereta yang disebut Bali Urban Rail & Associated Development (Bali Subway) atau kereta bawah tanah.
Diharapkan, dengan ditargetkan rampung pada tahun 2028 mendatang, kereta bawah tanah fase 1 dan fase 2 akan mampu mengatasi persoalan kemacetan di kawasan menuju Bandara I Gusti Ngurah Rai, Jimbaran, Nusa Dua dan Kuta, Seminyak, Canggu. Direktur Utama Sarana Bali Dwipa Jaya (SBDJ), Ari Askhara mengatakan, SBDJ mendapatkan amanah melaksanakan pengembangan dan pembangunan Bali Subway. Kereta bawah tanah ini merupakan solusi mengatasi kemacetan menuju destinasi-destinasi wisata di Badung Selatan, Denpasar dan Gianyar. "Karena Bali telah mengalami peningkatan jumlah wisatawan dan diperkirakan akan meningkat," katanya saat
Penyerahan Surat Penunjukan sebagai Qualified Partner dan Lead Consortium of Investors Bali Subway di Sanur, Denpasar, Rabu (24/7).
Kata dia, Bali Subway merupakan inisiatif strategis untuk mengurangi kemacetan lalu-lintas dan memberikan manfaat luas bagi Pulau Bali. Transportasi masal kereta bawah tanah yang nyaman dan modern ini akan menciptakan konektivitas tanpa hambatan yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya Bali berdasarkan Tri Hita Karana. Sehingga menciptakan harmonis antara kemajuan dan tradisi.
Ia menjelaskan, PT. SDBJ menetapkan PT Bumi Indah Prima sebagai Qualified Investor Partner dalam pembangunan Bali Subway. "Total nilai investasi dari 2 fase pertama adalah USD10,8 miliar. Sedangkan untuk total 4 fase yang direncanakan adalah sebesar USD20 miliar. Rencana groudbreaking akan dilaksanakan pada September 2024 di Kuta Sentral Parkir Kabupaten Badung," katanya.
Skema pendanaan yang digunakan sepenuhnya pembiayaan investor swasta tanpa membebani APBN dan APBD. "Seperti yang kita ketahui kondisi lalu-lintas di Bali Selatan yakni Kuta, Seminyak, Canggu, Jimbaran, Nusa Dua sudah sangat padat dan membutuhkan pemecahan solusi yang segera," jelasnya.
Pembangunan pertama akan dilakukan untuk fase 1 dan fase 2 yakni Bandara I Gusti Ngurah Rai-Jimbaran-Nusa Dua dan Kuta Sentral Parkir-Seminyak-Berawa-Cemagi. Kemudian disusul fase 3 yakni dari Kuta-Sesetan-Renon-Sanur dan fase 4 yakni Renon-Sukawati-Ubud.
Pada kesempatan tersebut, Penjabat Gubernur Bali, S.M. Mahendra Jaya mengatakan, Bali sebagai destinasi wisata salah satu persoalan yang dialami adalah kemacetan lalu-lintas terutama di jalur-jalur destinasi wisata favorit di Bali Selatan, Sanur, Sukawati, Ubud. "Karena di jalan-jalan ini tidak lebar. Dari kondisi itu timbul, Bali memiliki tranportasi publik aman, nyaman, modern untuk solusi kemacetan. Kami memiliki keyakinan ini bisa terwujud dengan menunjuk mitra strategis untuk pembangunan. Pembangunan Bali Subway tidak menggunakan APBN dan APBD karena ada investor yang berani. Investor tertarik karena marketnya jelas yaitu wisatawan. Karena yang datang ke Bali wisatawan, yang akan menggunakan ini wisatawan. Perusahaan harus mensubsidi untuk masyarakat Bali yang naik Bali Subway," paparnya.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional sekaligus Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Suharso Monoarfa dalam arahannya pada acara tersebut menegaskan Bali Subway harus terwujud. "Karena taruhannya Bappenas. Karena Bappenas yang mendorong, mendesain suatu model pembiayaan pembangunan yang tidak biasa saja (tidak membebani APBN dan APBD)," ujarnya.