BALI TRIBUNE - Kondisi mengenaskan dialami penderita gangguan jiwa Dewa Ketut Suryawan (45). Pria asal Tempek Pantunan, Dusun Bangkiangsidem, Desa Bangbang, Tembuku, Bangli ini, terpaksa dipasung karena berbahaya dan pernah membunuh seorang warga.
Anak keempat dari pasutri Dewa Gede Mogog dan Dewa Ayu Putu Mertha ini, sebelumnya dirawat di RSJP Bangli. Namun karena terbentur biaya, ia dibawa pulang. Perangai Dewa Ketut Surayawan tidak berubah dan dianggap membahayakan sehingga harus dipasung.
Hampir 15 tahun pria berkulit putih ini melewati hari-harinya dengan kondisi kaki dipasung. Rupanya praktik memasung bagi penderita gangguan jiwa terdengar hingga ke telingan ibu bupati Nyonya Erik Gianyar.
Merasa terketut melihat kondisi Dewa Ketut suryawan, akhirnya atas saran ibu bupati maka dibuatkan tempat yang lebih manusiawi berupa ruangan dengan tembok beton berpintu besi dengan ukuran 1,5 x 3M. Walaupun telah terbebas dari pasungan, namun tangan Dewa Ketut Suryawan masih diborgol.
Ketika Bali Tribune mendatangi rumahnya, Minggu (20/8) nampak Dewa Ketut Suryawan tanpa mengenakan baju dengan kondisi tangan diborgol ngoceh tidak karuan. Menurut saudara tirinya I Dewa Ketut Putra (37), penyakit yang diderita kakaknya sejatinya sudah terlihat sejak kecil, dimana kakaknya menderita epilepsi. Bahkan harus berhenti sekolah karena sering berkelahi dengan teman sebayanya.
Tidak itu saja, kalau sedang marah, kakaknya sering membanting barang. Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia, tepatnya di tahun 1997 tanpa ada tanda-tanda mencurigakan tiba-tiba saja kakaknya mengamuk dan sempat menikam warga hingga meninggal dunia.
“Sebelum kejadian tragis itu saya dan kakak tiri sempat menghangatkan diri di dekat tungku api, kemudian saya berangkat kerja ke proyek di Batubulan, Gianyar. Namun baru sampai di wilayah Semebaung, Gianyar firasat saya jelek dan akhinya dengan menumpang ojek saya balik ke rumah,“ ujar Dewa Ketut Putra.
Sesampainya di rumah, kondisi rumah sangat ramai dan Putra diberitahu kalau kakaknya mengamuk dan menikam orang. Sejak saat itu kakak tirinya itu dibawa ke RSJP Bangli guna menjalani perawatan. Setelah hampir 1,5 tahun dirawat di RSJP Bangli, kakaknya diperbolehkan pulang, dan seminggu kemudian kambuh. Sebelum mengamuk, kata Putra, gelagatnya biasanya merenung dan ngoceh sendirian.
Untuk langkah antisipasi jika sewaktu-waktu ngamuk, Putra sudah menyiapkan senjata berupa pentungan dan rantai. Tanpa mengingat hari dan tanggal, tiba-tiba saja kakaknya mengamuk. Dengan berbekal batu sebesar buah kelapa, kakaknya memecahkan kaca ruang tamu.
“Dengan berbekal rantai saya akhinya memberanikan diri menghadapi kakak. Setelah berhasil menggiring ke dalam ruang tamu, akhirnya saya mengunci pintu ruang tamu dari dalam dan terlibat perkelahian di dalam ruang tamu. Dalam satu kesempatan saya berhasil menjepit kakak saya di belakang almari dan akhirnya bapak saya datang ikut membantunya agar tidak bisa kabur. Akhinya dibantu warga dan aparat kemanan kakak saya kembali dibawa ke RSJP Bangli,” ujar Putra.
Lagi-lagi karena biaya, Dewa Ketut Suryawan kembali dibawa pulang. Kini ia menjalani hidupnya dalam kerangkeng. “Anak saya dua kali dirawat di RSJP Bangli, namun karena tidak ada perubahan dan terbentur biaya, dengan terpaksa saya bawa pulang,“ kata Dewa Ketut Mogog diamini istrinya Dewa Ayu Putu Mertha.
Ditanya kenapa tangan Suryawan juga diborgol, Mogog mengatakan agar tidak sampai anaknya menjebol pintu ruangan yang terbuat dari besi. “Kami takut kalau borgol di tangannya dilepas, bisa-bisa kabur dan kembali mengamuk, dalam kondisi seperti saat ini saja kami diselimuti perasaan was-was,“ jelasnya.
Terkait bantuan dari pemerintah, Mogog mengatakan selain bantuan dari Pemkab Bangli berupa bangunan yang didiami sekarang, Pemprov Bali juga memberikan bantuan bahan bangunan untuk membanguan ruangan yang lebih representatif.
Sementra Wadir Pelayanan RSJP Bali , Dr I dewa Gede Basudewa saat dikonfirmasi, mengaku bakal segera mengecek jejak rekam medis yang bersangkutan. Untuk kesembuhan selain harus mengonsumsi obat juga harus didukung oleh keluarga dan lingkungan atau masyarakat sekitar.