Mangupura, Bali Tribune
Penularan penyakit deman berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Badung terus menggila. Terbukti, ribuan krama Badung terkapar akibat digigitan nyamuk poleng aides agipty.
Data Dinas Kesehatan (Diskes) Kabupaten Badung, total ada 2.123 kasus DBD di gumi keris dari bulan Januari sampai Mei 2016. Jumlah ini diprediksi akan terus bertambah. Dari data itu, serangan DBD terbanyak terjadi pada bulan April dengan 805 kasus. Kemudian disusul Mei sebanyak 400 kasus. Total ada 5 nyawa melayang pada bulan itu. Yakni 2 orang pada Februari dan 3 orang pada bulan April.
Kepala Diskes Badung dr Gede Putra Suteja di Puspem Badung, Senin (30/5), menjelaskan, serangan DBD masih terus terjadi saat ini. Oleh karena itu, pihaknya mengimbau masyarakat Badung tetap waspada dengan menjaga kebersihan lingkungan. “Iya, total dari Januari sampai Mei kemarin sudah ada 2.213 kasus di Badung. Dimana lima orang korban meninggal,” ujarnya didampingi Kabag Humas Badung AA Raka Yudha.
Suteja juga meluruskan momok bahwa DBD sudah ditularkan oleh virus. Menurutnya DBD memang disebabkan oleh virus, akan tetapi penularannya harus melalui gigitan nyamuk. “Virus dengue tidak benar dibawa oleh udara. Karena penularannya tetap harus melalui gigitan nyamuk,” terang Suteja.
Nah, karena perkembangannya virus dibawa oleh nyamuk, maka nyamuk inilah yang harus diberantas. Caranya adalah melalui fogging dan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). “Menyemprot (fogging) tidak satu-satunya cara (membasmi nyamuk), tapi yang paling ampuh itu adalah PSN. Yaitu menutup, mengubur dan menguras genangan air,” ulas mantan Kepala Badan Lingkungan Hidup Badung ini.
Ia juga mengingatka bahwa bersih-bersih yang kerap dilakukan masyarakat tidak sama dengan PSÑ. Karena bersih-bersih yang dilakukan masyarakat tidak menyentuh sarang nyamuk yang biasanya subur di pot air, kolam, talang air dan tempat genangan air lainnya. Bahkan dia mencontohkan kasus di Desa Darmasaba. Di desa itu, warganya rajin melakukan bersih-bersih, akan tetap nyamuk penular penyakit deman berdarah tumbuh subur di daerah itu. Itu karena warganya tidak melakukan gerakan PSN.
“Percuma bersih-bersih, tapi sarang nyamuknya tidak dibersihkan. Di Darmasaba itu, saat saya turun hampir tiap rumah ditemukan jentik. Itu karena masyarakat tidak menyadari di lingkungan rumahnya ada sarang nyamuk,” kata Suteja.
Gerakan PSN yang benar, lanjut dia adalah dengan menutup, menguras dan mengubur (3M)tempat-tempat yang berpotensi menjadi berkembangbiaknya nyamuk. “PSN yang benar itu adalah menutup, menguras dan mengubur tempat-tempat yang bisa menjadi sarang nyamuk,” ujarnya.
Bekaitan dengan ini pula, pihaknya mulai tahun 2017 akan merekrut petugas Jumantik (juru pemantau jentik). Setiap banjar akan direkrut satu Jumantik. Tugasnya adalah memeriksa rumah-rumah warga di masing-masing lingkungan banjar. “Jumantik yang bertugas memeriksa jentik ini segera akan kita rekrut dan aktifkan mulai tahun 2017,” pungkas Suteja.