Didik Supriyanto: Dunia Internasional Impikan Suasana TPS di Indonesia | Bali Tribune
Diposting : 8 October 2020 05:15
I Made Darna - Bali Tribune
Bali Tribune/ NGETREND MEDIA - Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu dengan Media (Ngetren Media) di Sovereign Bali, Selasa (6/10/2020) malam.
Balitribune.co.id | Mangupura - Salah satu proses demokrasi di Indonesia menjadi impian banyak negara. Hal ini diungkapkan Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Didik Supriyanto dalam kegiatan Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu dengan Media (Ngetren Media) di Sovereign Bali, Selasa (6/10/2020) malam.
 
"Suasana TPS di Indonesia merupakan suatu hal yang diimpikan oleh banyak orang luar negeri," jelasnya.
 
Lebih lanjut Didik Supriyanto menyebutkan, hal yang diimpikan masyarakat luar negeri merupakan suasana Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Indonesia pada saat pencoblosan berlangsung. Dimana, suasana atmosfer demokratis sangat kental dirasakan di TPS, pada saat pelaksanaan pemungutan suara.
 
Didik mengaku sejak 2004 pihaknya selalu mengamati jalannya pemilu dan Pilkada dan  pihaknya tidak pernah sekalipun melihat terjadi konflik di lingkungan TPS.
 
"Suasana TPS damai, penuh dengan toleransi, masyarakat berbaur dan bercanda satu sama lain. Belum lagi dengan sorak sorai saat penghitungan suara di TPS," terangnya.
 
Sementara itu, Didik menegaskan hal tersebut tidak terjadi di luar negeri. Bahkan dalam negara yang paling demokratis sekalipun, suasana TPS tidak bertoleransi seperti di Indonesia. 
 
Sedangkan di beberapa negara saat pemungutan suara, memang terjadi antrean panjang di TPS. Namun setelah menggunakan hak pilih, warganya lebih memilih untuk pulang daripada berpartisipasi dan melakukan toleransi di TPS, seperti salah satu pemilu di Inggris.
 
Menurutnya, pihak berwenang di Inggris akan membawa kotak suara ke sebuah tempat yang mirip dengan alun-alun. Kemudian kotak suara akan dibuka dan dihitung di tempat tersebut. 
 
"Tak ada transparansi di TPS. Rakyat Inggris pun tidak dapat segera mengetahui hasil dari suara yang telah digunakannya," tutur Anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) pada Pemilu 2004 ini.
 
Tentunya berbeda dengan TPS di Indonesia yang sangat transparan, suara dari pemilih langsung dihitung dan disaksikan langsung oleh masyarakat.
 
Hal ini juga ditambah dengan desain perhitungan yang tidak memberi ruang terjadi kecurangan atau manipulasi suara di TPS, lantaran semua partai politik mengirimkan saksinya di setiap TPS. Sedangkan yang lebih membanggakan sebagai WNI adalah tidak ada konflik yang terjadi di antara sesama perwakilan partai politik di TPS.
 
"Praktik pemungutan dan penghitungan di TPS kita merupakan the best practice in the world yang ingin sekali ditiru oleh negara-negara lain," papar Didik.
 
Pria kelahiran Tuban, 6 Juli 1966 ini menambahkan, kondisi TPS di Indonesia harus dipertahankan dalam pelaksanaan pilkada-pilkada atau pemilu-pemilu berikutnya, khusus Pilkada serentak Tahun 2020 pada 9 Desember mendatang.
 
Didik menerangkan, kemungkinan akan sangat sulit untuk melihat kondisi TPS yang cair, riuh dan semarak seperti yang terjadi dalam pesta demokrasi yang dilaksanakan sebelum pandemi Covid-19.
 
Baginya pilkada 2020 memiliki tantangan yang sangat berbeda, karena selain aspek-aspek demokrasi yang harus diutamakan adalah aspek kesehatan. 
 
Pihaknya berharap agar para penyelenggara disiplin dalam menerapkan Protokol Kesehatan Covid-19. Tidak hanya itu, pihaknya juga mengajak insan pers untuk menjalankan fungsi kontrol sosialnya agar Protokol Kesehatan Covid-19 tetap berjalan secara maksimal dalam pelaksanaan Pilkada 2020.
 
"Ini problem-problem yang penting bagi media massa untuk meyakinkan semua pihak agar protokol Covid tetap ditaati," pungkasnya.