Dua RS Tolak Pasien BPJS Kesehatan | Bali Tribune
Bali Tribune, Jumat 29 Maret 2024
Diposting : 1 August 2016 10:16
Arief Wibisono - Bali Tribune
BPJS
Soegiarsih (46), pasien BPJS yang awalnya ditolak, namun akhirnya dilayani RS Surya Husadha setelah mendapat rujukan.

Denpasar, Bali Tribune

Masyarakat awam kembali menjadi korban serta dijadikan kambing hitam akibat berbelitnya birokrasi menggunakan kartu BPJS Kesehatan saat berobat ke rumah sakit.

Ifa (32) terbaring tak berdaya di atas ranjang ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Surya Husadha di jalan Pulau Serangan Denpasar, Jumat (29/7). Sementara,Wawan (30) sang suami terlihat beradu argumen dengan salah seorang dokter jaga bernama I Gede Arta. Setelah debat sekitar 25 menit, akhirnya Wawan mengajak istrinya yang masih lemah dan mengalami pendarahan meninggalkan IGD RS Surya Husadha, disaksikan dokter jaga tanpa bisa berbuat apa-apa.

Dengan berlinang air mata saat menuju parkiran, sang suami mengatakan, istrinya mengalami keguguran dan pendarahan, namun ditolak penanganannya oleh RS karena kartu BPJS yang dia miliki berada di luar Denpasar. “Istri saya mengalami keguguran dan pendarahan mas, tadi sudah saya bawa ke Bali Med ditolak. Di Surya Husadha juga sama. Katanya kartu BPJS saya berada di luar Denpasar, padahal istri saya mengalami pendarahan,” ucapnya sambil tersedu.

Wawan yang awam tentang aturan dan mengaku tinggal di daerah Padangsambian ini mengatakan, ia mempunyai kartu BPJS dengan rujukan RSUD Kapal. Namun karena melihat kondisi istrinya sudah pendarahan dan kritis maka awalnya dia membawa kerumah sakit terdekat dari rumahnya yaitu Bali Med. Karena ditolak, kemudian dia membawa sang istri ke Surya Husadha. Di RS kedua itupun istrinya tidak mendapat perawatan karena alasan yang sama.

Terkait dengan kejadian tersebut, pihak Surya Husadha membantah jika dikatakan telah menolak pasien BPJS. Selaku dokter jaga, dr I Gede Arta mengaku sempat melakukan pemeriksaan terhadap pasien. “Kami sempat periksa si pasien tadi, tapi karena penanganannya perlu Obgyn atau dokter spesialis kandungan, jadi di alur kita itu harus cari PPK 1 dulu ke Puskesmas, baru ke poli obgyn, intinya seperti itu,” kata dr Arta.

Ketika ditanyakan, kenapa si pasien tidak ditangani lebih dahulu, ia tetep kekeh mengatakan jika harus mengikuti alur. “Kalaupun bisa kami tangani, paling juga hanya pemberian cairan untuk menghentikan pendarahan, tapi untuk proses selanjutnya tetap harus cari rujukan,” katanya lagi. Ditambahkannya, untuk situasi emergency pihaknya bisa melakukan penanganan awal, namun jika harus dilakukan rawat inap mesti mengikuti alur.

Nampak ada kebingungan dari dokter yang akan menangani pasien emergency pemegang BPJS Kesehatan karena panjangnya birokrasi yang mesti dilalui. Pendapat berbeda disampaikan Corporate Secretary RS Surya Husadha, dr I Gst Ngurah Agung, didampingi Case Manager, dr Ketut Pramaini. Keduanya seolah menyalahkan pemegang kartu BPJS yang tidak faham alur pelayanan. “Pemegang kartu BPJS harus paham alurnya. Kalau tidak, pasti akan tubrukan semua,” kata dr Agung.

Menurutnya, perbedaan pemahaman khususnya dari sisi medis dan awam kerap menjadi biang penolakan ketika pasien akan menggunakan kartunya. “Misalnya begini, ketika orang awam beranggapan panas 38 derajat sudah mesti mendapat perawatan, sedangkan aturannya 40 derajat baru bisa ditangani. Jelas di sini ada perbedaan pemahaman. Kondisi ini yang kadang juga membingungkan kita di lapangan,” jelas dr Agung, lebih lanjut.

Dia beranggapan BPJS mestinya mensosialisasikan mengenai aturan-aturan yang berlaku kepada pemegang kartu agar tidak terjadi asalah pengertian antara pemegang kartu dan pihak RS. Pasalnya, RS juga terikat aturan untuk penanganan pasien BPJS. “Kami juga harus mengikuti aturan. Kalau tidak mengikuti aturan BPJS, pasti tidak akan dibayar. Jadi di satu sisi merekrut peserta, di sisi lain harus memberikan pemahaman kepada para peserta,” kata dia.

Di hari yang sama, pasien bernama Soegiarsih (46) yang beralamat di Jalan Mirah Hati, Monang-Maning awalnya juga ditolak di RS Surya Husadha dan mesti mencari rujukan. Setelah menunggu beberapa lama, pasien mendapat rujukan dari dr Jaowenny Lindajana Lolo, Sp. PD (spesialis interna) dan baru bisa mendapat mendapat penanganan di IGD. Nasib baik rupanya belum berpihak pada Soegiarsih, dia tidak bisa menjalani rawat inap di RS tersebut karena tidak tersedia kamar kosong.

 Terkait penolakan terhadap pasien pemegang kartu BPJS Kesehatan ini, pihak BPJS Kesehatan Denpasar sendiri belum bisa dimintai tanggapannya., Ketika coba dikonfirmasi melalui seluler, berulang kali pihak yang terkait dengan persoalan ini belum bisa memberikan penjelasan dengan alasan masih berada di lapangan.