Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

Ekonomi Kerthi Bali Minus Tri Hita Karana

Bali Tribune / Wayan Windia - Guru Besar pada Fak. Pertanian Unud, dan Ketua Stispol Wira Bhakti, di Denpasar.

balitribune.co.id | Saya mendapat undangan untuk hadir dalam acara bedah buku “Ekonomi Kerthi Bali” (Rebu, 20/10), di Art Center. Pengarangnya, Gubernur Bali, Dr. Wayan Koster. Karena kasusnya menarik, saya hadir dalam acara itu. Saya pikir, tidak banyak Gubernur memiliki waktu yang cukup, untuk menulis buku. Karena kesibukan seorang gubernur, yang tentu sangat padat untuk mengurus kesejahteraan rakyatnya. Untuk itu, saya “angkat topi” dan menaruh apresiasi. Karena renungan pemikirannya sejak sebelum menjadi calon gubernur, mampu di deskripsikan secara sistematis.

Inti buku itu adalah, bahwa ada 11 faktor yang mempengaruhi terwujudnya ekonomi Bali yang kerthi. Suatu kondisi ekonomi, di mana Bali bisa ber swasembada. Untuk menguji hipotesis ini, Gubernur Bali siap menjadi promotor, bila ada mahasiswa yang tertarik. Tentu saja “tantangan” itu perlu direspon oleh kalangan akademikus. Hal ini kiranya penting dilakukan, sebelum konsep ini di terapkan di daerah lain di luar Bali, atau di luar Indonesia.

Mungkin tantangan yang cukup berat bagi calon doktor adalah kemampuannya untuk mengukur variabel-variabel tersebut. Artinya, mengukur 11 faktor seperti yang disebutkan sebelumnya, dan mengukur apa yang dimaksudkan dengan Bali berdikari dalam bidang ekonomi (ber-swasembada). Tapi saya kira, dengan berbagai FGD, hal itu akan dapat dilakukan. Kemudian, dengan satu sistem analisis tertentu, akan ditemukan, apakah betul hipotesis itu bisa terbukti. Kemudian, mungkin akan ditemukan faktor mana yang paling dominan bisa berpengaruh.

Bahasan yang apik terhadap buku itu disampaikan oleh Menteri/Kepala Bappenas RI, Dr. Suharso. Bahwa ia sangat menghargai buku itu, karena konsep pola pikirnya dimulai dari ranah spiritual. Konsepnya, dimulai dari relung hati (hati nurani). Yakni sikap yang harus mensyukuri karunia Tuhan YME, terhadap sumberdaya yang dianugrahkan di Pulau Bali. Karena dimulai dengan sikap mensyukuri, maka alam pikir logika akan dapat menavigasi pemanfaatan variabel aset alam Bali. Bila hal itu menjadi kenyataan, maka hal inilah disebutkan sebagai konsep hati nurani yang bisa mematahkan logika.

Apa yang disampaikan Dr. Suharso adalah mimpi ideal terhadap alam Bali. Ia sendiri dalam pidatonya menyampaikan berbagai kritik terhadap kenyataan di Bali, yang telah kehilangan banyak aset spiritual-nya. Ia secara tersirat menyatakan bahwa pariwisata sudah menjadi kanibal bagi Bali. Bukan lagi pariwisata untuk Bali, tetapi Bali untuk pariwisata. Kasus-kasusnya banyak sekali. Baik dilihat dari segi pola pikir, interaksi sosial, dan kebendaan. Lihatlah subak yang menjadi warisan budaya dunia (WBD) UNESCO, sudah hancur-hancuran. Juga pantai-pantai di Bali, jurang-jurang sungai di Bali, intrusi air laut yang membahayakan, dll. Sebagai “orang subak”, saya juga terkejut, dari mana Dr. Suharso mendapatkan info tentang subak yang agak detail seperti itu.

Tetapi semua yang sudah terjadi, adalah resiko (trade off), dari sebuah komunitas yang pragmatis. Komunitas yang mendewakan PDRB, PAD, dan pertumbuhan ekonomi, dibandingkan dengan keberlanjutan ekonomi, pengurangan kemiskinan, pengurangan pengangguran, dan pengurangan kepincangan ekonomi. Itu semua adalah pilihan kebijakan politik. Apakah mau hidup dalam alam kesejahteraan jangka pendek, atau memilih keberlanjutan (jangka panjang). Kasus Subak WBD Jatiluwih menunjukkan bahwa kaum birokrat di Tabanan, ternyata lebih memilih jalan jangka pendek.

Dalam konteks itulah saya mengritik bukunya Dr. Koster. Karena sama sekali tidak menyinggung Tri Hita Karana (THK) sebagai salah satu landasan pemikiran teorinya. Dr. Anak Agung Gde Agung menyatakan dalam disertasinya bahwa konsep/filsafat yang paling tinggi di Bali adalah THK.  Kiritik saya ini, mungkin bisa dijawab: apalah artinya sebuah “kata” kalau jabaran konsepnya sudah dielaborasi? Untuk itu, saya memiliki alam pikir yang berbeda. Saya memandang bahwa filsafat THK adalah sebuah konsep yang utuh. Mirip dengan konsep dasar negara Pancasila. Konsepnya utuh. Tidak bisa dielaborasi secara parsial.

Konsep THK adalah konsep harmoni dan kebersamaan secara universal. Sebuah konsep yang memandang bahwa dalam kegiatan pembangunan (Windia dan Dewi, 2005) : (i) harus tidak semata-mata mementingkan efesiensi, tetapi juga harus memperhatikan efektifitas; (ii) harus tidak semata-mata mementingkan profit, tetapi juga benefit masyarakat sekitarnya; (iii) harus tidak semata-mata mementingkan produktivitas, tetapi juga kontinyuitas pemanfaatan sumberdaya.  

Dalam acara itu, saya merasa gembira bahwa penulis buku, Gubernur Wayan Koster, telah memiliki kesadaran baru. Bahwa apa yang telah dilaksanakan di Bali dalam pembangunan sejak beberapa dekade yang lalu,  ada sesuatu yang keliru. Kita terlalu nyaman dengan sektor pariwisata. Kita tidak berusaha menggali sumberdaya dan kearifan lokal Bali. Akibatnya kini sudah kita rasakan bersama.

Pelajaran sudah diberikan dalam berbagai kasus: perang teluk, perang Irak-Iran, penyakit, bom Bali, dll. Tetapi karena kita terlanjur nyaman, maka kita menjadi lupa daratan. Korban sudah banyak, khususnya korban sawah dan subak di Bali, yang sebetulnya adalah fundamental dari kebudayaan Bali. Pariwisata sudah menjadi kanibal bagi sawah dan subak di Bali. Marilah kita membangun Bali dengan sumberdaya kearifan lokalnya, agar fundamental ekonomi Bali lebih adil dan berkelanjutan.   

Kini saatnya kita menunggu kebijakan politik anggaran dalam APBD Bali. Apakah betul berbagai wacana dalam buku karangan Dr. Wayan Koster itu, betul-betul dilaksanakan. Salah satu pelaksanaannya, diukur dari alokasi anggaran dalam berbagai sektor unggulan sebagai yang diwacanakan. Dalam diskusi dengan Ketua Komisi II DPRD Bali, IGK Kresna Budi, telah tersirat kesepakatan agar anggaran untuk pertanian di Bali menjadi lima persen. Dalam diskusi itu, hadir Kepala Bapeda Bali. Mari kita tunggu saja, apakah wacana yang telah diwacanakan, betul-betul menjadi kenyataan.    

wartawan
Wayan Windia
Category

48 Negara Bahas Penanggulangan Narkoba dan "Social Recovery" di Bali

balitribune.co.id | Mangupura - Indonesia melalui Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI) menjadi tuan rumah dan berkolaborasi dengan International Society of Substance Use Professionals (ISSUP) menggelar ISSUP Regional Conference 2025 di Discovery Kartika Plaza Hotel Kuta. Pertemuan digelar selama 5 hari mulai pada Senin (15/9/2025) hingga hingga Jumat (19/9/2025). Kegiatan bergengsi yang diikuti oleh 505 peserta dari 48 negara.

Baca Selengkapnya icon click

Kandungan Narkoba pada Vape, BNN RI: Hasil Penyelidikan Segera Diumumkan

balitribune | Kuta - Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI) Komjen Pol Suyudi Ario Seto saat ditemui di Kuta Bali, Rabu (17/9) mengatakan, penyelidikan laboratorium kandungan narkoba yang ada pada rokok elektrik atau Vape hingga saat ini terus berlanjut. Hal ini dilakukan karena adanya indikasi kandungan narkoba terhadap Vape.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Banjir Bali: Panggung Drama Apatisme dan Kegagalan Tata Kelola Lingkungan yang Harusnya Sudah Lama Diakhiri

balitribune.co.id | Bali tak lagi hanya dilanda gelombang wisatawan, tetapi juga oleh gelombang air hujan ekstrem, meluas ke jalan raya, permukiman, bahkan kawasan pariwisata yang tak pernah diduga sebelumnya akan luluh oleh banjir. Dalam fenomena ini, bukan hanya air yang turun dari langit tetapi juga kritik publik yang menggelegar.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Babak Baru Kasus Bukit Ser, Operasi Gelap Bujuk Pelapor Cabut Laporan

balitribune.co.id | Singaraja - Penyidik Polres Buleleng telah menaikkan status laporan kasus dugaan pengambilalihan lahan di kawasan Bukit Ser, Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, ketahap penyidikan. Sejumlah pihak telah dipanggil termasuk diantaranya saksi pelapor serta pihak lain yang dianggap terkait dengan kasus tersebut.

Baca Selengkapnya icon click

Polisi Tetapkan 14 Orang Tersangka UNRAS Anarkis di Bali

balitribune.co.id | Denpasar - Polda Bali menetapkan 14 tersangka dalam kasus unjuk rasa anarkis (UNRAS) di depan Mapolda Bali dan Gedung DPRD Bali pada 30 Agustus lalu. 

Kapolda Bali Irjen Pol Daniel Adityajaya menyampaikan, hasil penyidikan para pelaku yang diamankan saat terjadi unjuk rasa yang berujung pada aksi anarki di depan Mapolda dan Kantor DPRD. 

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.