Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

EUDR dan Dampaknya bagi Petani Indonesia

Bali Tribune / Prof. Budiman Minasny - guru besar di Sydney University, Sydney, Australia.

balitribune.co.id | Kewajiban menerapkan European Union Deforestation Regulation (EUDR) mulai akhir tahun ini dapat berdampak negatif bagi petani kecil di Tanah Air. Regulasi Uni Eropa tersebut bertujuan untuk mencegah masuknya produk yang berasal dari area yang menyebabkan deforestasi atau degradasi hutan ke pasar Eropa.

Peraturan ini mewajibkan perusahaan yang mengekspor produk tertentu ke Uni Eropa, memastikan bahwa produknya bukan berasal dari lahan yang telah mengalami deforestasi atau degradasi hutan setelah 31 Desember 2020.

Produk yang diatur EUDR meliputi minyak sawit, kayu, kedelai, kopi, kakao, daging sapi, dan karet, serta produk turunannya seperti kulit, cokelat, dan furnitur. Perusahaan juga harus membuktikan produk tersebut terlacak hingga ke sumber lahan produksi.

Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR) yang akan diterapkan di akhir tahun 2024 berniat menekan deforestasi yang terkait dengan produksi komoditas perkebunan di negara tropis, termasuk Indonesia.

Meskipun kebijakan ini memiliki niat yang baik untuk mengatasi degradasi lingkungan dan perubahan iklim, efektivitasnya dalam menghentikan deforestasi di wilayah tropis akan terbatas dan malah merugikan petani kecil di Indonesia.

Secara prinsip, EUDR mewajibkan perusahaan yang ingin mengekspor komoditas ke Eropa untuk melakukan pemeriksaan kepatuhan dan mengambil tanggung jawab dalam memantau rantai pasokan komoditas mereka.

Perusahaan wajib mengelola dokumen, melacak asal komoditas, memastikan rantai pasokan yang transparan, dan memantau koordinat geografis lahan tempat komoditas tersebut dibudidayakan. Proses yang kompleks ini lebih menguntungkan perusahaan besar yang memiliki sumber daya untuk memenuhi persyaratan tersebut.

Di sisi lain, petani kecil yang seringkali tidak memiliki sumber daya atau akses ke teknologi untuk mematuhi regulasi ini berpotensi terpinggirkan.

Meski demikian, regulasi baru tersebut sepertinya tidak akan sepenuhnya efektif dalam mencapai tujuan. Kenapa demikian?

Pemantauan deforestasi yang menjadi salah satu syarat bagi Perusahaan pengekspor sebagian besar bergantung pada evaluasi citra satelit mengenai penggunaan lahan sebelum tahun 2020. Namun, citra satelit yang disediakan tidak selalu memastikan asal usul komoditas.

Oleh karena itu, tingkat kepatuhan lebih bergantung pada bagaimana perusahaan mengelola pelaporannya.

Komoditas Agroforestri

Dari sudut pandang ilmu tanah, kopi dan kakao di Indonesia sering ditanam pada sistem hutan campuran atau agroforestri yang memberikan banyak manfaat ekosistem. Petani memadukan tanaman seperti kopi dengan tanaman buah-buahan untuk menjamin keuntungan mereka sehingga tidak lagi mencari lahan baru.

Anehnya, praktik agroforestri yang menjaga keragaman hayati dan bahan organik di dalam tanah serta mendukung keberlanjutan ekosistem ini justru tidak dihargai dalam kerangka regulasi ini.

Penerapan EUDR secara menyeluruh tanpa memperhatikan sistem pertanian berkelanjutan seperti agroforestri tidak memberikan insentif kepada para petani yang menjaga tanah dan lahannya.

Imperialisme Hijau

Istilah "green imperialism" atau imperialisme hijau merujuk pada dominasi atau intervensi negara maju seperti Uni Eropa atas negara berkembang seperti Indonesia dengan dalih perlindungan lingkungan atau kebijakan keberlanjutan.

EUDR dirancang untuk mencegah komoditas yang berkontribusi pada deforestasi masuk ke pasar Uni Eropa. Regulasi ini berpotensi menjadi bentuk dominasi baru oleh negara maju terhadap negara berkembang yang menghasilkan komoditas seperti minyak sawit, kedelai, kopi, dan kakao. Negara tropis yang banyak bergantung pada ekspor komoditas tersebut harus menyesuaikan diri dengan aturan yang ditetapkan Uni Eropa untuk dapat tetap beroperasi di pasar global.

Eropa mengatur standar lingkungan yang membebani negara berkembang tanpa memperhitungkan kondisi lokal dan dinamika sosial-ekonomi setempat. Dampak EUDR akan paling dirasakan oleh petani kecil di negara-negara berkembang.

Petani kecil yang sering kali tidak memiliki akses terhadap teknologi dan modal yang dibutuhkan, dengan mudah kehilangan akses ke pasar Eropa. Misalnya petani kopi di Indonesia akan kalah bersaing dengan petani dari Brazil yang lebih tanggap teknologi. Alhasil, harga komoditas dapat anjlok. Hal ini juga mencerminkan ketimpangan kekuatan dan dominasi ekonomi.

Dalam konteks sejarah kolonial dan hubungan dengan praktik perkebunan saat ini, EUDR dapat dipandang sebagai tanggapan terlambat terhadap masalah yang sebagian besar diakibatkan oleh keterlibatan orang Eropa sendiri di masa lalu. Deforestasi besar-besaran pertama di Jawa dan Sumatera dimulai oleh orang Belanda dan Eropa.

Ironisnya, negara-negara Eropa yang kini mengeluarkan kebijakan seperti EUDR dulunya adalah aktor utama dalam pembukaan hutan tropis. Yang jarang dibahas, regulasi seperti EUDR terlihat sebagai upaya memperbaiki kerusakan lingkungan yang sebagian disebabkan oleh sejarah kolonialisme, tetapi beban tanggung jawab jatuh pada negara-negara berkembang.

EUDR juga bisa dilihat dari perspektif keadilan lingkungan global. Negara maju yang telah lama diuntungkan dari eksploitasi sumber daya alam global, sekarang menetapkan standar lingkungan yang harus dipatuhi oleh negara-negara berkembang.

Ini sering kali tanpa mempertimbangkan fakta bahwa negara maju memiliki jejak karbon historis yang jauh lebih besar, sementara negara berkembang baru saja mulai meningkatkan kesejahteraan ekonominya.

Dengan menerapkan standar tinggi tanpa dukungan yang memadai untuk petani kecil atau mekanisme adaptasi lokal, EUDR bisa dilihat sebagai upaya negara-negara maju untuk memaksakan agenda keberlanjutan mereka, tanpa memperhatikan tantangan yang dihadapi negara-negara berkembang.

Cara Efektif

Peraturan EUDR mengandalkan citra satelit untuk mendeteksi alih ubah lahan dari hutan ke lahan pertanian. Metode ini cocok digunakan untuk skala luas dan dapat digunakan untuk memastikan lahan konsesi milik perusahaan besar tidak melakukan deforestasi.

Namun, untuk petani kecil metode ini lebih sulit digunakan karena ketidakpastian pemilikan lahan. Kebanyakan insentif untuk membuka lahan baru adalah meningkatkan produksi. Petani kecil tidak menyadari bahwa penebangan hutan yang sembarangan akan merusak ekosistem, mengakibatkan erosi, banjir, dan longsor. Di waktu kemarau, lahan akan menjadi kering dan mengundang kebakaran.

Cara paling efektif mengurangi deforestasi untuk lahan petani adalah dengan peningkatan produksi petani, pendidikan dan pemberian lapangan kerja. Telah banyak contoh sukses yang dilakukan komunitas untuk memberdayakan petani kecil untuk menjaga lingkungan, misalnya melalui agroforestri.

Hutan di Tapanuli Utara terjaga karena kemenyan ditanam di sela-sela hutan yang menciptakan udara sejuk yang cocok bagi kemenyan. Untuk merealisasikan program tersebut ke daerah yang lebih luas, usaha-usaha dari bawah ke atas yang perlu dilakukan. Bukan penetapan peraturan EUDR dari atas ke bawah.
​​​​​​​
EUDR memang membawa niat dalam upaya mencegah deforestasi, tetapi memiliki banyak tantangan dalam implementasi, verifikasi, dan dampaknya pada petani kecil yang membuatnya sulit untuk mencapai tujuan utamanya.

Pendekatan yang lebih inklusif dan berkelanjutan yang menghargai sistem pertanian seperti agroforestri dan melibatkan petani kecil perlu dipertimbangkan untuk mencapai hasil yang lebih efektif. Diperlukan upaya konkrit untuk membantu petani kecil supaya komoditasnya dapat masuk ke pasar global.

wartawan
Prof. Budiman Minasny
Category

Tim Pengawas Disperindag Bali Tindak 4 Pangkalan LPG 3 Kg

balitribune.co.id | Gianyar - Tim Pengawasan Terpadu Disperindag Provinsi Bali bersama PT Pertamina dan Hiswana Migas melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Kabupaten Gianyar pada Selasa (15/4). Sidak ini dilakukan untuk menindaklanjuti adanya laporan dari masyarakat, sekaligus memastikan ketersediaan dan pendistribusian gas LPG 3 kg, khususnya menjelang Hari Raya Galungan dan Kuningan.

Baca Selengkapnya icon click

Rapat Koordinasi Ala Koster-Giri

balitribune.co.id | Salah satu persoalan yang mendasar yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi banyak pemimpin di daerah adalah persoalan koordinasi, misalnya koordinasi antara satu sektor dengan sektor yang lain, atau koordinasi antar satu wilayah dengan wilayah lainnya, sulitnya koordinasi ini ditengarai karena adanya ego sektoral atau ego kewilayahan, tidak heran jika kemudian muncul ketidakselarasan antar sektor dan ketimpangan antar wilayah, dan ef

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Wakili Bali, Tim Balap MasEsolo IgnitionB Siap Berlaga di Dua Kejuaraan Sprint Rally Nasional

balitribune.co.id | Denpasar - Tim Balap Mobil MasEsolo IgnitionB Racing akan mewakili Bali berlomba di dua ajang balap mobil bergengsi nasional. Masing –masing Sprint Rally IMI di Majalengka, Jawa Barat serta balap Mobil Classic di Sirkuit Sentul, Bogor. Didukung Pengda IMI Bali, PPMKI Bali dan dihadiri tokoh otomotif Bali juga para sponsor, tim ini dilepas pada Selasa (15/4) di Kebon Vintage, Biaung, Denpasar.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Ketua DPRD Badung Melepas Bus untuk Pemedek Karya IBTK Fasilitas Pemkab Badung

balitribune.co.id | Mangupura - Ketua DPRD Badung I Gusti Anom Gumanti melepas rombongan pemedek (umat) dari Banjar Pekandelan Tengah Legian, Kuta menuju Pura Ulun Danu Batur dan Pura Agung Besakih.

Rombongan pemedek ini diangkut menggunakan 8 bus. Dimana 4 bus merupakan fasilitas bus gratis bantuan dari Pemerintah Kabupaten Badung dan 4 bus lainnya berasal dari swadaya masyarakat.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.