BALI TRIBUNE - Pemuda lintas iman yang tergabung dalam Forum Peduli NKRI Bali bekerja sama dengan Lembaga Dakwah PBNU menggelar Tabligh Akbar Kebangsaan di Masjid Agung Sudirman, Denpasar. Senin (19/3) malam. Hadir sebagai penceramah, Habib Muhammad Luthfi bin Yahya, ulama kharismatik asal Pekalongan, Jawa Tengah, yang selama ini dikenal sebagai tokoh agama yang selalu menyerukan semangat kesatuan dan persatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di bawah naungan NKRI dan Pancasila. Habib Lutfhi bin Yahya mengungkapkan, sebaiknya siapapun bisa memberi contoh kepada masyarakat, kepada umat, agar jangan sampai mudah terpengaruh oleh berita hoaks yang terkadang bisa menimbulkan perpecahan di antara sesama. “Saya kagum, kekompakkan para tokoh agama dan pejabat pemerintah di Bali harus menjadi contoh tauladan. Saya sangat merindukan kedamaian, khususnya untuk NKRI," kata Habib.
Terkait dengan kerukukan umat beragama di Bali, Habib Lutfhi mengatakan, dirinya tidak bisa memberikan komentar. "Saya tidak bisa komentar karena yang menyambut saya macam-macam. Ini sudah jelas, saya kagum dengan itu. Haru hati saya. Ini yang seharusnya dijadikan contoh bahwa kita melihat Indonesia beragam. Ternyata Indonesia itu saudara, dan itu yang paling mahal. Karena kita semua sauadara, mari jagalah dengan baik," katanya, seraya mengajak masyarakat untuk kembali mengingat jasa para pahlawan yang rela meninggalkan keluarga serta mempertaruhkan nyawanya demi kemerdekaan Republik Indonesia.
Ketua Panitia Mocka Djatmika menyampaikan, acara yang dihadiri sekitar 2.000 jamaah ini digagas dan diinisiasi oleh sejumlah rekannya dari berbagai latar belakang ras dan agama, sebagai manisfestasi dari semangat toleransi dan kebersamaan sesama anak bangsa. "Kami membangun dialog, justru dari latar belakang yang berbeda-beda, semakin menguatkan ikatan persatuan di antara kami. Acara ini sebagai puncak refleksi kebersamaan, semoga menjadi contoh bahwa perbedaan yang ada tidak menjadi penghalang untuk saling bergandengan tangan," katanya.
Menurut rekannya, Kadek Agus Ekananta, toleransi di Bali memang masih bisa diandalkan. Semua penganut agama bisa menjalankan agamanya dengan bebas, bahkan untuk perayaan hari-hari besar keagamaan biasanya berbagai kalangan saling bahu membahu. "Ketika Nyepi, teman-teman dari masjid juga membantu kekhusyukan kami," ucapnya, .
Kadek juga mengerahkan teman-teman Pecalangnya untuk ikut menjaga keamanan acara tersebut. Bahkan, panitia acara juga bekerja sama dengan Banser, Ansor Bali, serta Ormas Laskar Bali yang sigap mengatur lalu lintas dan ketertiban jamaah di sekitar lokasi acara.
Jemima Wulandari, perempuan berdarah Tionghoa penulis dan pengajar sekolah minggu ini, terlihat sibuk mengurus konsumsi untuk jamaah. "Bagi saya membantu terselenggaranya acara yang penuh kebaikan ini juga bagian dari refleksi kecintaan pada Indonesia. Saya merindukan kerja sama seperti ini terjadi di mana-mana. Semoga semangat kebersamaan ini menyebar ke seluruh pelosok Tanah Air," harapnya.
Acara dibuka dengan pembacaan kitab suci Alquran, menyanyikan Indonesia Raya dan pembacaan teks Pancasila. Menurut Kyai Enha, pembawa acara sekaligus penasehat panitia, acara ini merefleksikan semangat keislaman dan keindonesiaan yang berpadu dengan serasi, keduanya saling menguatkan. "Terkadang ada yang ingin membenturkan semangat keislaman dan keindonesiaan. Padahal keduanya saling menguatkan," paparnya.
Panitia berharap acara ini bukan cuma sekali ini saja, seperti yang diungkapkan Hengky Suryawan, Ketua FP NKRI "Mungkin nanti kita juga akan membuat kepanitiaan bersama untuk menggelar acara-acara keagamaan lainnya. Panitianya juga dari elemen berbagai agama," katanya.
Pihaknya sedang menggagas kemah kebangsaan yang akan dihadiri oleh berbagai segmen populasi yang tujuannya semakin mengeratkan nilai-nilai kebangsaan. "Indonesia adalah harta kita bersama. Kita yang harus menjaganya. Tanpa Indonesia yang damai, tidak ada artinya semua upaya kehidupan kita," ujarnya.