BALI TRIBUNE - Beragam gaya dengan pakaian yang serba menggelitik, gerak jalan kontempoter di Tampaksiring benar-benar mengocok perut pononton, Selasa (15/8). Melibatkan para pemuda desa, gerak jalan unik ini lebih mengutamakan inovasi serta menghibur masyarakat untuk menjadi yang tervaforit.
Dengan berpakaiana adat se-Nusantara, kelompok pemuda Manukaya Lert, bukannya bersiap mengikuti parade budaya. Mereka adalah salah satu peserta gerak jalan kontemporer di Tampaksiring. Demikian pula puluhan tim pemuda desa lainnya, mereka mengikuti lomba dengan pekaian unik. “Kami adu kreativitas, dalam wujud gerak jalan, mudah-mudahan dapat menghibur masyrakat,” terang Mandala Putra Danton Pemuda Manukaya Let.
Start di depan Istana Presiden Tampaksiring, gaya yang dipertunjukkan masing-masing peserta pun langsung mengocok perut penonton dan undangan. Saat dilepas, mereka tidak langsung berjalan, bahkan ada yang jongkok dan tiduran. Ada pula peserta yang menyuguhkan tari pergaulan yang penuh romantika. Gerakan aneh dan menggelitik ini, kontan saja memberikan hiburan segar untuk masyarakat, serangkaian semarak hut ri ke-72.
Panitia pun sulit memberi batasan terhadap ide-ide yang memang sejak awal dirahasiakan oleh peserta. Meski tiga tim akan dipilih sebagai tervaforit, peserta lebih mengutamakan untuk menghibur masyarakat.
Tidak mau ketinggalan, puluhan penyandang disabelitas pun ambil bagian. Dalam barisan kursi roda, mereka ingin menunjukkan jika mereka bisa berkarya untuk bangsa. “Meski badan kami terbatas, kami juga memiliku cara untuk mengekspresikan kemreiahan Hut RI, “ terang Danton peserta Disabilitas, I Ketut Budiasa.
Camat Tampaksiring, Nyoman Alit Wirawan mengatakan, kegiatan gerak jalan unik ini sudah dilaksanakan sejak lama. Menurutnya, awalnya hanya diiikuti sejumlah banjar di kawasan Tampaksiring dan Manukaya. Namun saat ini sudah berkembang ke sejumlah desa lainnya di Tampaksiring. “Mudah-mudahah, kegiatan ini bisa dimanfaatkan masyarakat dari semua komponen untuk menghibur masyarakat lain. Terpenting jiwa nasionalisme terus bangkit dan tak pernah padam di Tampaksiring,” harapnya.
Alit Wirawan menambahkan, melihat salah satu peserta yang mengenakan kostum pakaian adat dari Sabang hingga Merauke menunjukkan kebhinekaan yang menegaskan jika rasa persatuan dan kesatuan di Tampaksiring masih tetap terjaga.
Dengan menempuh jarak hingga 10 Kmr, semua peserta tetap bersemangat dan tidak lupa beratraksi di beberapa titik strategis. Melalui gerak jalan kontemporer ini, anak muda setempat menunjukkan kecintaannya terhadap NKRI dan mengisi kemerdekaan dengan langkah-langkah kreatif dna inovatf.