BALI TRIBUNE - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar menolak eksepsi yang diajukan oleh Iskandar Halim alias Ko'i Bin Muslim Halim, terdakwa dalam kasus jual beli 19 ribu butir ekstasi, Selasa (14/11).
Dalam sidang dengan agenda putusan sela ini, majelis hakim diketuai IA Nyoman Adnya Dewi menilai eksepsi terdakwa yang disampaikan melalui penasihat hukumnya, Ketut Ngastawa dkk sudah masuk dalam pokok perkara.
Hakim menyatakan perlu dibuktikan segala dakwaan JPU yaitu terdakwa Iskandar melakukan percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana narkotika dengan saksi Dedi Setiawan, Budi Liman Santoso dan Saksi Iskandar Halim (ketiganya terdakwa dalam berkas terpisah) atau precusor narkotika secara tanpa hak atau melawan hukum, menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika Golongan I dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 gram.
"Menolak keberatan (eksepsi) yang diajukan terdakwa. Memerintahkan jaksa penuntut umum melanjutkan persidangan dengan pembuktian dan membebankan perkara kepada terdakwa,"tegas hakim Adnya Dewi.
Majelis hakim memberikan putusan ini setelah menimbang beberapa hal, antara lain dakwaan JPU, eksepsi kuasa hukum terdakwa dan tanggapan JPU atas eksespsi kuasa hukum terdakwa. Dengan demikian, persidangan akan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.
Sebelumnya dalam eksepsi yang diajukan, surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dituding tidak jelas, kabur, dan tidak cermat karena tidak menguraikan perbuatan materiil dan terdapat pertentangan antara penyitaan dan uraian surat dakwaan.
Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kadek Wahyudi Ardika dkk pada persidangan pertama, mendakwa terdakwa dengan pasal berlapis dengan ancaman maksimal hukuman mati. Runciannya Pasal 114 ayat 2 jo Pasal 132 ayat 1 (dakwaan primer) dan Pasal 112 ayat 2 jo Pasal 132 ayat 1 UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Diuraikan, terdakwa Iskandar bersama tiga terdakwa lainnya dengan berkas terpisah, Abdulrahman Willy alias Willy Bin Ng Leng Kong, Budi Liman Santoso alias Budi Bin Sujono Liman Santoso, dan Dedi Setiawan alias Cipeng Bin Alex, Minggu (4/6) bertempat di areal kolam renang Hotel Sanur Paradise Plaza, Jalan Hangtuang, tanpa hak dan melawan hukum mencoba melakukan pemufakatan jahat tindak pidana narkotika.
Permufakatan itu dilakukan dengan cara menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan 1 dalam bentuk bukan tanaman. Narkotika tersebut berupa ekstasi kombinasi warna hijau dan merah muda sebanyak 19 ribu butir dengan berat 7,9 kg lebih.
Berawal dari penangapan terdakwa Dedi di Tangerang, Banten, Kamis (1/7) lalu. Saat itu petugas mengamankan barang bukti 19 ribu butir ekstasi. Dari interogasi saksi Dedi mengaku akan menjual narkotika itu melalui perantara terdakwa Iskandar dengan harga Rp 105.000 per butir. Dimana sebelumnya saksi Dedi menelepon terdakwa untuk bertemu di Bali untuk menjual semua ekstasi tersebut.
Saat di Bali, ekstasi tersebut oleh terdakwa Iskandar rencananya akan diberikan pada saksi Budi Liman sebagai perantara kedua. Mengingat hanya Budi Liman yang mengenal si pembeli yaitu saksi Willy. Terdakwa meminta saksi Dedi menjual ekstasi itu seharga Rp 110.000 per butir. Artinya dapat keuntungan Rp 5.000 per butir yang hasilnya dibagi dua masing-masing totalnya Rp 47.000.000. Namun oleh Budi Liman, ekstasi itu dijual seharga Rp 120.000 per butir dengan total Rp 2.280.000.000. Saksi Willy baru akan membayar dua hari setelah ekstasi itu diterima. Namun sebelum itu terjadi, keempatnya termasuk terdakwa sudah dibekuk petugas kepolisian.