Denpasar, Bali Tribune
Pemprov Bali memutuskan untuk mencabut Surat Edaran (SE) Gubernur Nomor 570/1665/BPM Tahun 2010 tentang Moratorium Pembangunan Hotel Berbintang dan Melati di Bali. Kebijakan ini mengejutkan banyak pihak, termasuk kalangan DPRD Bali.
Bahkan anggota Komisi III DPRD Provinsi Bali, Ketut Kariyasa Adnyana menyesalkan kebijakan gubernur yang dinilai nyleneh tersebut. Bukan saja mengenai pencabutan, namun SE Gubernur yang akhirnya dicabut tersebut juga disebutnya hanya sebatas pemanis belaka. Sebab seharusnya, SE Gubernur sejak awal diperkuat dengan Peraturan Daerah (Perda).
Menurut Kariyasa Adnyana, SE Gubernur yang diterbitkan 27 Desember 2010 itu, sesungguhnya sejak awal sudah sangat lemah. Akibatnya, meski ada edaran untuk menghentikan sementara investasi bidang usaha jasa akomodasi hotel berbintang dan melati, ternyata sepanjang tahun 2010 sampai saat ini ribuan kamar hotel tetap dibangun. Bukan saja terpusat di Denpasar dan Badung, hotel-hotel tersebut juga tersebar di semua kabupaten dan kota di Bali.
Celakanya, bukan saja pembangunan hotel yang legal, sebab pembangunan hotel-hotel ilegal juga cukup marak karena melanggar Perda Nomor 16 Tahun 2009 tentang RTRW Provinsi Bali. “Dari kenyataan itu, saya berpandangan Surat Edaran Gubernur sangat lemah dan itu sengaja dibuat seperti itu hanya sebagai pemanis dan menumpang popularitas,” tuding Kariyasa, saat dihubungi di Denpasar, Minggu (10/4).
Ia menambahkan, kebijakan mencabut SE Moratorium Pembangunan Hotel itu membuat banyak pihak bertanya-tanya. “Sebab kalau mau jujur, Surat Edaran itu bukannya dicabut melainkan diperkuat keberadaannya atau ditingkatkan menjadi Perda,” ujar politisi PDIP asal Buleleng itu.
Perda dibuat, imbuhnya, tentunya dengan melihat kondisi dan keluhan dari para pengusaha yang bergerak di bidang hotel dan restoran di Bali. Apalagi melihat dari hasil kajian tahun 2012 di mana kamar hotel sudah mencapai 130 ribu kamar dan bahkan saat ini sudah lebih banyak lagi. Sementara di sisi lain, tingkat hunian hotel saat ini rata-rata 30 persen.
“Kondisi ini membuat para pengusaha harus memutar otak untuk bisa menutup semua biaya operasionalnya,” kata Kariyasa.
Ia menambahkan, kalau pembangunan kamar hotel terus dibuka, maka akan berdampak pada tingkat hunian, persaingan tidak sehat, hingga perang tarif. “Korelasinya terhadap semua itu adalah kesejahteraan dari pada pegawai yang semakin menurun,” tandasnya.
Sebaliknya, imbuh Kariyasa, kalau SE Gubernur tersebut diperkuat dengan maksud pemerataan pembangunan dan investasi selain Bali selatan, tentu tidak masalah. “Khusus Badung, Denpasar dan Gianyar peraturan moratorium pembangunan hotel di tiga wilayah ini patut diperkuat. Sementara di Bali utara, Bali barat dan Bali timur di buka selebar-lebarnya guna mewujudkan pemerataan pembangunan agar tidak terkonsentrasi di Badung selatan,” ujar Kariyasa.
Dibantah
Pemberitaan tentang pencabutan Surat Edaran (SE) Gubernur Nomor 570/1665/BPM Tahun 2010 tentang Moratorium Pembangunan Hotel Berbintang dan Melati di Bali, langsung direspons Gubernur Bali Made Mangku Pastika. Melalui akun media sosialnya (Facebook), mantan Kapolda Bali itu membantah telah mencabut SE dimaksud sebagaimana ramai diberitakan.
“Saya melihat pemberitaan di media bahwa saya telah mencabut moratorium pembangunan atau penambahan kamar hotel,” tulis Gubernur Mangku Pastika, dalam postingannya di akun Facebook miliknya, Minggu (10/4) petang.
“Sampai hari ini saya belum mencabut moratorium tersebut, karena awal moratorium Pemprov bersurat kepada BKPM RI dan saat inipun harus berkoordinasi kembali kepada BKPM RI terkait moratorium tersebut,” lanjutnya.
Bantahan Gubernur Mangku Pastika ini seakan mengklarifikasi pemberitaan selama dua hari terakhir, yang menyebutkan bahwa Pemprov Bali resmi mencabut SE Moratorium Pembangunan Hotel Berbintang dan Melati di Bali. Pemberitaan ini berawal dari keterangan Seketaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali Cokorda Ngurah Pemayun dan Kepala Badan Penanaman Modal Bali Ida Bagus Parwata, pada jumpa pers di Denpasar, Sabtu (9/4) lalu.
Ketika itu, Pemayun dan Parwata merilis hasil kajian Universitas Udayana (Unud) terkait Kebijakan Moratorium Hotel di Kawasan Bali Selatan. Hasil kajian Unud menyebutkan bahwa moratorium hotel diberhentikan pada tahun 2016 untuk kawasan Badung dan tahun 2017 untuk kawasan Denpasar.
Dengan kata lain, merujuk hasil kajian tersebut, pembangunan hotel kembali dapat dilakukan di Kabupaten Badung mulai tahun 2016 dan Kota Denpasar mulai tahun 2017. Asumsinya, dengan hasil kajian tersebut, maka SE Moratorium Pembangunan Hotel Berbintang dan Melati di Bali dengan sendirinya tidak berlaku alias dicabut.