balitribune.co.id | Bahkan ketika seseorang memiliki segala kenikmatan dalam hidup, makanan yang baik, tempat tinggal yang baik, mereka tetap bisa menjadi tidak bahagia ketika menghadapi situasi yang tragis, (Dalai Lama XIV). Sesungguhnya penjabaran kenikmatan dalam hidup akan sesuai dengan tingkatan cara pandang setiap orang termasuk di dalamnya kenikmatan fisik, kenikmatan sosial dan kenikmatan spiritual. Begitupun dengan asupan makanan yang bergizi akan mempengaruhi otak manusia dan minuman beralkohol akan mempengaruhi karakter manusia, kemudian menjadikan mereka akan lupa dengan keluarganya. Sedangkan tempat tinggal adalah kebutuhan mendasar bagi setiap orang maupun keluarga. Semua ini merupakan kenikmatan manusia dalam kehidupan bermasyarakat.
Tetapi dalam perjalanan hidup sudah tentu banyak hal tak terduga dan penuh tantangan, dan kerikil tajam yang harus dilewati. Apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan seperti sebuah kejadian mengerikan, maka hal ini akan mengakibatkan trauma dan ketidaknyamanan bagi setiap orang. Lebih parah lagi ketika situasi tidak menentu menghadapi tragedi alam secara global dan berkepanjangan seperti sekarang ini. Ada sebuah pengalaman memberikan pelajaran pada manusia secara global.
Kehadiran Covid -19 membawa dampat yang sangat luas, dan umat manusia mulai menyadari arti dari mahluk sosial, kesamaan senasib, rasa kemanusiaan tanpa pilih kasih, penuh empati, belajar hidup bersama dan lebih bersih sesuai protokol kesehatan.
Adapun penundaan pembukaan pariwisata mancanegara untuk Bali pada 11 September 2020 sampai akhir tahun 2020 merupakan salah satu bukti dari kisah tragis dan jangan terulang kembali.
Kegagalan negosiasi, krisis komunikasi untuk membuka jalur pariwisata internasional ke Bali memperparah keadaan ekonomi sacara khusus bagi masyarakat Pulau Bali. Pihak-pihak terkait terkesan sangat kurang sensitif dalam berdiplomasi guna mendorong pihak pusat untuk melihat kondisi Bali secara khusus.
Berdasarkan data dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Kabupaten Badung mencatat sekitar 80 persen dari jumlah investasi di sektor pariwisata di Bali berasal dari para pemilik modal dari luar negeri. Manfaat itu hanya dirasakan oleh pemilik modal asing sehingga keuntungan yang didapat pun dibawa ke luar Bali. Sedangkan sisanya yang hanya 20% kembali ke pemilik modal dalam negeri dan bagi para pekerja di industry pariwisata kebanyakan berasal dari putra daerah Bali.
Pemutusan hubungan kerja masih tetap berlanjut dan disinyalir perusahaan tersebut akan memasukkan karyawan outsourching ketika sektor pariwisata dibuka kembali terutama hotel-hotel berbintang. Kemudian terjadinya pelanggaran surat edaran Gubernur Bali, lebih parah lagi, perusahaan tidak membayar iuran BPJS karyawan. Hal ini terlihat para pekerja mengadu ke DPRD Bali.
Adapun alasan mendasar pemerintah adalah keberadaan Covid-19 di Bali yang masih fluktuatif akibat kedisplinan masyarakat yang tidak konsisten. Masyarakat bawah di Bali pada umumnya belum menyadari dan mempraktekkan protokol penanganan Covid- 19.
Pengetahuan, kesadaran dan sumber daya manusia tidak merata di semua kawasan. Frustasi dengan rencana kerja tidak tercapai. Penantian panjang mengakibatkan stamina masysarakat menurun, daya beli sangat kurang yang berdampak pada tersendatnya roda ekonomi pada beberapa sektor lain.
Tidak percaya dengan protokol kesehatan membuat kondisi ekonomi masyarakat semakin terpuruk, tidak punya visi dan misi soal perencanaan kehidupan ke depan. Pemahaman yang berbeda tentang Covid-19 tersebut juga berpengaruh dalam kehidupan masyarakat luas terutama Bali yang mengandalkan kehidupan dunia pariwisata.
Yang pasti kebijakan tidak popular tersebut merugikan banyak pihak terutama di sektor pariwisata dan lebih parah lagi tidak menyelesaikan masalah karena penuh ketidakpastian. Masyarakat sangat membutuhkan kepastian kapan akan dibukanya pintu pariwisata mancanegara. Ini yang harus dipikirkan oleh pihak-pihak terkait, bukan keputusan yang kontraproduktif antara Pemprov Bali dan Pemerintah Pusat.
Akibatnya perlahan-lahan pihak luar yang akan berlibur ke Bali semakin tidak percaya lagi dengan janji atau statement yang tarik ulur penuh dan tanda tanya tanpa kepastian. Khususnya masyarakat Bali kini juga bertanya-tanya dalam kegalauan. Pariwisata Bali saat ini seperti hidup enggan mati tak mau, penuh luka dan trauma ketidakpastian. Peribahasa mengatakan “Sudah jatuh ditimpa tangga pula”.
Sudah lebih dari 1001 macam teori dan berbagai macam eksperimen untuk mengantisipasi covid -19 dilakukan oleh para pakar kesehatan dari berbagai negara namun hasilnya belum optimal dan vaksin yang dihasilkan masih uji coba. Kalaupun vaksin tersebut dibeli dan belum tentu cocok untuk setiap negara yang mempunyai iklim berbeda.
Setiap negara berlomba-lomba menemukan vaksin yang berkualitas untuk dijual ke negara terdampak virus covid-19. Untuk mengatasi keadaan ini dan anggaran biaya dari Pemerintah Pusat sudah menghabiskan ratusan trilunan rupiah namun hasilnya belum optimal dan kita masih dalam gelombang fase 1 dan 2 posisi menanjak terus dan belum ada tanda-tanda penurunan secara signifikan.
Learning the past build future. Kata ini mengandung arti belajar dari pengalaman untuk bangkit kembali membangun masa depan. Kunci kesuksesan adalah komunikmasi dan sosialisasi yang benar. Terbukti desa Sidakarya, Denpasar selatan raih juara 1 lomba desa produktif bebas Covid-19, kunci kesuksesan desa ini dalam menangani tragedi alam bahwa desa Sidakarya selalu bekerja sama dengan Satgas Covid-19 Dinas maupun Adat serta ada kesepakatan di masing-masing banjar untuk menerapkan Perwali nomor 32 tahun 2020 tentang pembatasan kegiatan masyarakat yang dituangkan dalam bentuk berita acara dan ditandatangani oleh seluruh kepala dusun/kelian banjar.
Walaupun Bali sudah dianggap siap dan berhasil menangani Covid-19, namun penanganan covid-19 belum merata di masing-masing desa. Dengan adanya ketidak disiplinan, transmisi lokal, maka tidak menutup kemungkinan adanya dampak kembali bagi masyarakat sekitarnya. Keberhasilan dalam menangani Covid-19 tidak hanya dibebankan pada Pemerintah Daerah saja namun seluruh komponen masyarakat harus saling mendukung untuk disiplin tinggi dan bertanggung jawab demi kepentingan bersama-sama.
Kelemahan di dalam mengambil kebijakan startegis seharusnya tidak boleh terjadi apalagi oleh karena lemahnya negosiasi. Terjadinya krisis komunikasi dari pemangku kebijakan mengakibatkan penundaan pembukaan pariwisata mancanegara ke Bali dan anehnya belum jelas ditentukan sampai kapan akan dibuka kembali.
Untuk mendatangkan wisatawan asing ke Bali tidak mudah, perlu menanamkan kepada pihak asing tentang kepercayaan, ketegasan dan kesiapan Bali dalam menerima wisatawan tesebut. Kalau mau belajar, pada tahap awal pilih negara yang sedikit terdampak covid-19 untuk wisman ke Bali.
Kalau mau marilah belajar dari Belanda bahwa perlunya menyeleksi beberapa negara untuk diizinkan berlibur ke Bali. Negeri Kincir Angin tersebut pada tahap pertama, memberikan prioritas utama pada Belgia, Bulgaria, Jerman, Estonia, Italia, Kroasia, Latvia, Lituania, Luksemburg, Portugal dan Slovenia. Kemudian tahap ke-2 Belanda akan menyeleksi kembali terhadap Prancis, Islandia, Liechtenstein, Australia, Spanyol, Swiss, Siprus, Finlandia, Hungaria, Irlandia, Malta, Norwegia, Polandia, Rumania, Yunani dan Slovakia. Negara-negara tersebut direkomendasi baru bisa masuk berlibur ke Belanda setelah memenuhi syarat protokol kesehatan.
Terlepas dari keputusan yang diberikan oleh pemerintah, mungkin, itu yang terbaik bagi kita semua, sehingga untuk menyikapi hal ini, “orang yang bijaksana dan sabar adalah orang yang paling berbahagia”. Pantang menyerah dan tetap melakukan yang terbaik untuk diri sendiri adalah cara yang pas saat ini. Pada akhirnya setiap orang perlu belajar melihat dari sudut pandang lain dan berpikiran positif dan mencoba lebih bijak dalam mencari solusi. Tetap berdoa untuk keluarga kita, orang lain, berdoa untuk nusa dan bangsa agar Pemerintah Pusat dapat mengambil keputusan yang tepat demi kemajuan bersama. Semoga vaksin untuk Covid-19 bisa segera ditemukan dan didistribusikan ke masyarakat luas di seluruh Indonesia. Tuhan pasti memberi jalan yang terbaik untuk umatnya.