Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

Ketika Logo HUT RI "80" Maknanya Dikudeta

Kholid Harras
Bali Tribune / Kholid Harras - dosen, pemerhati pendidikan, politik, dan bahasa

balitribune.co.id | Delapan puluh tahun Indonesia merdeka. Pencapaian ini semestinya dirayakan dengan gegap gempita, disimbolkan lewat visual yang menginspirasi: logo resmi HUT RI ke-80. Namun, alih-alih menjadi lambang kebanggaan nasional, logo hasil rancangan Bram Patria Yoshugi, anggota Asosiasi Desainer Grafis Indonesia (ADGI) dan Art Director di Thinking Room, ini justru mengalami nasib tragis.

Logo hasil seleksi ketat dari 245 desain dalam sayembara resmi Kementerian dan ADGI itu tak butuh waktu lama untuk dikudeta maknanya. Bukan oleh pesaing desain, melainkan oleh kreativitas liar rakyat digital.

Penjelasan resmi soal angka '8' dan '0' yang konon melambangkan persatuan dan kesejahteraan dalam semangat 'Indonesia Maju' tampaknya tak cukup kuat membendung gelombang kreativitas sarkastik publik, logo itu justru berubah fungsi menjadi panggung olok-olok nasional.

Begitu logo itu direbahkan sedikit, diputar sejenak, atau dimiringkan sekadar iseng, tafsirnya langsung jungkir balik. Di tangan warganet, angka "80" bukan lagi simbol kemerdekaan, tapi wajah-wajah absurd yang memancing tawa getir.

Ada yang menyebutnya Keroppi dengan senyum sinis penuh ironi. Ada pula yang melihatnya sebagai dung beetle ala  film animasi "Larva", serangga pekerja keras, tapi pekerjaannya mengguling-gulingkan kotoran.

Yang paling nekat, logo ini disejajarkan dengan monyet mainan pengintai CCTV dalam "Toy Story 3", sebuah sindiran telak bahwa di balik perayaan kemerdekaan, terselip rasa diawasi, dikontrol, dan diam-diam dicekam.

Dalam perspektif semiotik, peristiwa ini adalah panggung perlawanan simbolik. Negara sebagai "produsen makna" merancang logo dengan harapan menyampaikan pesan politis yang lembut: kemajuan, harmoni, legitimasi. Namun, publik sebagai konsumen makna punya logika sendiri.

Mereka tidak sekadar membaca pesan, mereka mengolahnya, menyambungkannya dengan realitas yang lebih dekat dengan pengalaman hidup mereka, yang tidak selalu harmonis, apalagi sejahtera.

Parodi menjadi bentuk decoding yang tidak tunduk. Dalam istilah Stuart Hall, ini adalah negotiated bahkan oppositional reading, penolakan terhadap versi resmi. Meme-meme itu adalah tafsir alternatif yang menunjukkan bahwa publik tidak membeli narasi "semuanya baik-baik saja". Ketika rakyat melihat logo negara lebih mirip badut daripada lambang kejayaan, itu pertanda bahwa ada krisis makna yang sedang berlangsung.

Lebih jauh, Jean Baudrillard barangkali akan menyebut logo "80" sebagai simulakra. Ia bukan cermin realitas, tapi pengganti realitas yang ingin dipercaya oleh otoritas. Sayangnya, publik masa kini sudah kenyang dengan simulasi.

Mereka tidak lagi ingin ditipu oleh ilusi visual yang tak sejalan dengan kenyataan. Maka, mereka balas dengan parodi. Meme menjadi alat perlawanan: lucu, nakal, tapi mujarab.

Yang menyedihkan (atau justru membanggakan?) adalah betapa cepat dan luasnya parodi ini menyebar. Dalam hitungan jam sejak logo diumumkan, jagat maya langsung diramaikan dengan berbagai versi yang kadang lucu, kadang kejam, tapi selalu penuh makna.

Tak ada lagi batas antara seni grafis dan kritik sosial. Semuanya bercampur dalam satu medan: medan kuasa budaya digital.

Simbol negara, yang dahulu sakral dan tak tersentuh, kini menjadi bahan olok-olok demokratis. Ini bukan sekadar kehilangan wibawa visual. Ini adalah cermin bahwa rakyat kini lebih kritis, lebih cerdas, dan tak segan menertawakan apa yang dianggap absurd, sekalipun itu buatan pemerintah.

Logo "80" telah dikudeta maknanya. Tapi dalam kudeta ini, tidak ada darah. Yang ada hanya tawa, sindiran, dan ironi, semua dibungkus dalam kreativitas warga yang tidak ingin hanya menjadi penonton. Mereka ingin turut serta menafsirkan ulang makna kebangsaan, dengan caranya sendiri.

Yang tidak sepakat dengan tafsir-tafsir parodi dan satiris warganet, tak boleh marah. Apalagi hingga mengancaman memblokir rekening bank mereka. Bukankah itu juga bentuk dari kemerdekaan?  Dirgahayu negeriku...

wartawan
Kholid Harras
Category

Putu Parwata Hadiri Karya Dewa Yadnya Pujawali di Pura Panti Pasek Gelgel Aan Sumerta Padang Luwih

balitribune.co.id | Mangupura - Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Badung I Putu Parwata bersama Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa menghadiri undangan Upacara Dewa Yadnya Pujawali di Pura Panti Pasek Gelgel Aan Sumerta, Br. Gaji, Dalung, Kuta Utara, Rabu (24/9).

Upacara ini meliputi rangkaian Karya Melaspas, Penilapatian, Ngenteg Linggih, serta Padudusan Caru Wraspati Kalpa Alit.

Baca Selengkapnya icon click

Ketua DPRD Badung Hadiri Karya Dewa Yadnya Merajan Gede Pratisentana Penyarikan Dalem Kedonganan

balitribune.co.id | Mangupura - Ketua DPRD Badung I Gusti Anom Gumanti bersama Wakil Bupati Badung Bagus Alit Sucipta dan Nyonya Yunita Alit Sucipta menghadiri Karya Dewa Yadnya Ngelinggihang, Padudusan Alit di Merajan Gede Pratisentana Penyarikan Dalem Kedonganan, Desa Adat Kedonganan, Kuta, Rabu (24/9).

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Pascabencana Banjir, Pemkot Denpasar Baru Tindak Tegas Bangunan Melanggar Sempadan Sungai

balitribune.co.id | Denpasar - Diketahui sejumlah bangunan yang berdiri di sempadan sungai di wilayah Kota Denpasar ternyata  tak berijin. Sebagaimana di sejumlah bangunan yang berdiri di bantaran sungai di Jalan Sulawesi, Denpasar. Pembangunannya yang melanggar sempadan sungai, diakui Pemkot Denpasar lantaran kurangnya kontrol dan sudah terjadi sejak lama.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

RSUP Ngoerah Denpasar Bantah Isu Jual Beli Organ Manusia

balitribune.co.id | Denpasar - Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Ngoerah Denpasar dr. I Made Dharma Jaya mengatakan, RSUP Ngoerah Denpasar membantah dengan tegas isu yang berkembang di masyarakat atas kasus jenazah WNA Australia, Byron James Dumschat (BJD) tanpa organ jantung yang menyebutkan ada praktek jual beli organ manusia khususnya jantung. 

Baca Selengkapnya icon click

Skandal Sertifikat Ilegal di Tahura Bali: 106 Dokumen Diduga Melanggar Hukum

balitribune.co.id | Denpasar - Pansus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP) DPRD Bali menemukan fakta mengejutkan, 106 sertifikat hak milik dan hak guna bangunan terbit di kawasan konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Bali Selatan. Kawasan ini seharusnya steril dari kepemilikan pribadi maupun badan usaha.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.