
balitribune.co.id | Tabanan – Ketua DPRD Tabanan, I Nyoman Arnawa, meminta jajaran eksekutif Pemkab Tabanan untuk mengendalikan pemanfaatan air bawah tanah atau ABT.
Menurutnya, pemanfaatan ABT yang berlebihan bisa mengancam keberlangsungan sektor pertanian selain maraknya alih fungsi lahan.
Sorotan soal pemanfaatan ABT itu disampaikan Arnawa saat memimpin rapat kerja yang membahas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tabanan 2025-2030 pada Rabu (14/5).
Dalam pembahasan dokumen RPJMD tersebut, sektor pertanian masih menjadi prioritas pembangunan yang hendak dijalankan sepanjang 2025-2030.
Usai memimpin rapat tersebut, Arnawa menegaskan bahwa pemanfaatan ABT perlu dikendalikan. Khususnya di daerah atau kawasan pertanian di dataran tinggi seperti Penebel dan sekitarnya.
“Ini jujur khusus di desa saya (Mangesta) kami punya aturan desa tidak boleh menggunakan ABT. Nah, ini di Jatiluwih kok masih banyak ada pengeboran?” sebut Arnawa yang kebetulan berasal dari Desa Mangesta, Kecamatan Penebel.
Karena itu, ia meminta hal ini perlu ditertibkan sebab bisa mengancam keberlangsungan sektor pertanian di masa mendatang. “Kalau di jalur Denpasar-Gilimanuk atau Tabanan selatan bisalah ditoleransi (pemanfaatan ABT). Nah, ini di pegunungan, kalau terus dibiarkan maka air untuk mengairi persawahan akan hilang,” cetusnya.
Menurutnya, dengan potensi yang seperti itu, pemanfaatan AT harus dikendalikan lewat aturan baik dalam bentuk peraturan daerah. “Sebab ketika terus ada pengeboran maka lapisan bumi akan menjadi pecah, sehingga air yang naik ke permukaan akan terganggu,” imbuhnya.
Selain perlunya ada aturan, pengawasan terhadap pemanfaatan ABT juga perlu dilakukan. Mulai dari pemerintah kabupaten sampai dengan aparatnya di tingkat desa.