balitribune.co.id | Bangli - Orang tua siswa menyampikan keluhan atas krisis air yang terjadi di SMP 6 KIntamani yang beralamat di Desa Bayung Gede, Kintamani. Keluhan disampaikan pada layanan 24 Jam Bangli Era Baru. Disebutkan lantaran tidak ada air para siswa kesulitan saat buang air, bahkan siswa harus menahan diri untuk tidak buang air.
Kepala SMPN 6 Kintamani I Wayan Mustapayasa saat dikonfirmasi mengatakan sejauh ini untuk layanan air PDAM memang belum ada. Lantas untuk dapatkan air, pihak sekolah selama ini membeli air tangki dengan harga Rp 225.000 per tangki dengan kapasitas 5000 liter. Kalau hari efektif sekolah bisa membeli air Rp 2 500.000 hingga Rp 2.700.000. "Air tersebut cukup untuk dua hari karena disekolah kami jumlah siswa 840, tenaga pendidik 65 orang," jelasnya, Selasa (19/9/2023).
Terkait keluhan orang tua siswa, Wayan Mustapayasa menjelaskan untuk air sejatinya selalu tersedia hanya saja untuk ke kamar mandi/wc masih menggunakan sanyo manual. "Kebetulan habis di tonk penyimpanan dan sanyo tidak ada yang menghidupkan sehingga di toilet tidak ngalir airnya. Dari dinas sudah mengecek kebenaran data kami untuk aliran air selalu ada," sebutnya.
Diakui jika, pihaknya sudah berkoordinasi dengan PDAM melalui Dinas Pendidikan. Pihaknya berharap layanan PDAM bisa masuk ke SMPN 6 Kintamani sehingga masalah air bisa teratasi. Terlebih lagi saat ini ada gebyar promo sambungan baru. "Untuk bisa mendapat layanan, kita harus nyambung pipa induk di wilayah atas Batur-Penelokan dengan estimasi biaya kurang lebih Rp 50 jutaan, sehingga sebelumnya kami belum bisa menggunakan layanan PDAM. Mudah-mudahan dengan kordinasi yang baik nanti bisa terselesaikan masalah air di SMP 6 kintamani," ujar Wayan Mustapayasa.
Terpisah Kabid Pendidikan Dasar (Dikdas) Disdikpora Bangli, Wayan Gede Wirajaya saat dikonfirmasi adanya keluhan orang tua siswa atas krisis air di SMP 6 Kintamani mengatakan pihaknya telah turun langsung ke SMP 6 Kintamani. Sejatinya untuk air selalu tersedia di bak penampungan. Air di bak penampungan kemudian ditarik menggunakan mesin pompa menuju tower dan baru kemudian air di tower didistribusikan ke beberapa kamar mandi/ WC sekolah. “Mesin pompa yang terpasang masih manual, karena lupa menghidupkan mesin pompa air di tower habis, sehingga air ke toilet sekolah tidak mengalir,” ujar Gede Wirajaya.
Mengatasi hal serupa tidak terulang lagi kedepanya, pihaknya merekomindasikan agar pihak sekolah melakukan pergantian mesim pompa manual dengan mesin pompa otomatis. ”Dengan mesin otomatis, begitu air di tower berkurang isinya akan langsung disuplay air dari bak penampungan,” sebutnya.
Pihaknya juga merekomindasikan agar pihak sekolah menggunakan air PDAM. Karena belum ada jaringan pipa PDAM, pihak sekolah nantinya akan menanggung biaya untuk pasang jaringan. “Panjang jaringan pipa yang harus dibangun sepanjang hampir 2 Km dan dari hasil koordinasi dengan pihak PDAM estimasi biaya yang dibutuhkan sekitar 50 juta,” kata Gede Wirajaya.