
balitribune.co.id | Mangupura - Maraknya kasus penipuan berbasis digital kembali menjadi sorotan. Kepala Direktorat Literasi dan Edukasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Cecep Setiawan, mengingatkan masyarakat agar lebih waspada terhadap berbagai modus kejahatan keuangan online.
Peringatan ini disampaikan dalam acara “Ngobrol Pintar Seputar Keuangan Yuk!” (NGOPI KUY)* di Gedung Widya Padma, Politeknik Negeri Bali, Senin (25/8).
“Penipuan digital bisa menimpa siapa saja, bukan hanya masyarakat berpendidikan rendah, tapi juga mereka yang tingkat pendidikannya tinggi,” kata Cecep.
Menurutnya, potensi kerugian akibat kejahatan digital di Indonesia sudah mencapai triliunan rupiah, sementara yang berhasil diselamatkan baru sekitar Rp400 miliar. Jumlah itu terbilang kecil karena laporan dari korban sering terlambat masuk, sehingga uang sudah keburu hilang.
OJK memberikan beberapa langkah sederhana untuk mencegah masyarakat menjadi korban: (1) Jangan angkat telepon dari nomor tidak dikenal. (2) Jangan klik tautan atau file audio/video dari sumber mencurigakan. (3) Abaikan pesan singkat atau permintaan data pribadi dari pihak yang tidak jelas. (4) Jika ada permintaan data dari pihak yang mengaku bank, segera konfirmasi langsung ke nomor resmi bank terkait.
Selain soal penipuan, Cecep juga menyoroti pentingnya literasi keuangan. Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2025, tingkat literasi masyarakat Indonesia baru mencapai 66,46%, sedangkan inklusi keuangan sudah 80,51%.
“Artinya, masih banyak masyarakat yang sudah menggunakan produk keuangan tapi belum sepenuhnya memahami cara kerja atau risikonya,” jelas Cecep.
OJK mengukur literasi keuangan dari lima aspek: pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, sikap, dan perilaku. Dengan masih rendahnya tingkat pemahaman, OJK terus menggencarkan edukasi keuangan, termasuk menggandeng kampus dan media untuk ikut menyebarkan perilaku keuangan yang sehat.
“Kami berharap mahasiswa, akademisi, dan media bisa menjadi duta literasi keuangan agar pesan positif ini tersebar lebih luas,” imbuhnya.
Sementara itu, upaya meningkatkan literasi keuangan dan menghadapi tantangan digitalisasi tidak hanya menjadi tugas regulator. Dunia pendidikan pun ikut ambil bagian.
Direktur Politeknik Negeri Bali (PNB), I Nyoman Abdi, menegaskan komitmen kampus untuk bersinergi dengan OJK dan perbankan dalam memperkuat sumber daya manusia (SDM) di bidang digital.
“Kami memiliki program studi yang berorientasi pada digitalisasi, mulai dari bisnis digital hingga akuntansi bisnis. SDM inilah yang nantinya akan mendukung implementasi transformasi digital di sektor keuangan,” ujarnya
Menurut Abdi, penguatan SDM menjadi kunci agar generasi muda mampu menghadapi tantangan sekaligus menjadi bagian dari program-program transformasi nasional.
Sejalan dengan itu, Kepala Direktorat Pengawasan Perilaku PUJK, Edukasi, Pelindungan Konsumen, dan Layanan Manajemen Strategis OJK Provinsi Bali, Irhamsyah, menekankan pentingnya peran kampus sebagai agen pembangunan.
“Kampus memiliki peran vital dalam mencetak generasi muda yang melek digital sekaligus mampu menghindari jebakan keuangan ilegal,” katanya.
Irhamsyah menambahkan, pemberantasan penipuan digital tidak bisa dilakukan sendiri oleh regulator, melainkan harus melalui sinergi lintas lembaga, termasuk satgas dan forum koordinasi yang melibatkan berbagai instansi.
Dengan dukungan perbankan daerah seperti Bank BPD Bali, OJK optimistis agenda edukasi keuangan bisa berjalan lebih luas dan menyentuh lapisan masyarakat.
“Kita bicara visi jangka panjang, 10 hingga 15 tahun ke depan menuju Indonesia Emas 2045. Edukasi keuangan, penguatan SDM, dan kolaborasi dengan kampus adalah fondasi penting untuk mencapainya,” pungkasnya.