Mendidik Anak Kembar Identik - Satu Dicium, Satunya Bilang Cinta | Bali Tribune
Diposting : 8 May 2017 17:39
RED - Bali Tribune
ANAK KEMBAR
BERSAMA - Mei dan sang suami meluangkan waktu berlibur bersama buah hatinya.

BALI TRIBUNE - DAVA dan Deva, dua anak kembar identik, menggelayut manja di tubuh ibunya. Ketika sang ibu, Meiyana Ariss Susanti 39 Tahun, mencium kening salah seorang dari mereka, yang lain berujar, "I love you, Mom."

Tidak ada yang iri. Tidak seperti sering diceritakan orang bahwa kembar identik harus mendapat perlakuan yang sama. Ketika salah seorang dicium, ternyata yang satu tidak minta dicium juga. "Justru sebaliknya, yang satu menyampaikan rasa cintanya. Mungkin Dava merasakan juga ciuman di kening Deva," tutur Mei –panggilan akrab sang ibu.

Bagi Mei, kelahiran Dava dan Deva menjadi semacam hadiah besar bagi keluarganya. Dua bayi sekaligus. Sehat, menggemaskan, dan kemudian tumbuh menjadi buah hati yang manis. Tentu saja hari-hari dosen bahasa Inggris di salah satu perguruan tinggi di Singaraja yang juga pendiri sebuah lembaga bimbingan belajar itu menjadi penuh warna, penuh kegembiraan membesarkan Dava dan Deva, sekaligus seorang anak lain yang lahir terlebih dahulu.

Perempuan cantik itu tampak sumringah ketika diminta menceritakan pengalaman sejak sepuluh tahun lalu mengandung dan  membesarkan si kembar Dava-Deva. "Saat masih bayi sangat susah mengenali mana Dava dan mana Deva," tutur Mei. Ia mengakui, pada awalnya terpengaruh juga oleh berbagai mitos di seputar anak-anak kembar. Seperti keyakinan yang ada selama ini bahwa mengasuh anak kembar identik sangat merepotkan karena jika salah satu dari si kembar sakit maka saudara kembarnya akan ikut sakit pula. Atau, nanti, setelah duduk di bangku sekolah mereka harus dipisahkan. "Ya, banyak mitos semacam itu. Tapi saya kebetulan berkecimpung di dunia pendidikan, kemudian mencoba merasionalisasinya," ujar istri I Made Suardana, S.Pd,M.Pd.

Anak kembar memang merupakan fenomena kelahiran spesial. Tidak semua kawasan memiliki peluang yang sama. Menurut dosen Psikologi Perkembangan Anak dan Psikologi Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha, Dr. I Ketut Gading, M.Psi, Afrika Tengah menduduki peringkat pertama angka kelahiran kembar tertinggi di dunia dengan 18 pasang kembar per 1.000 kelahiran. Sementara itu, Asia dan Amerika Latin memiliki rata-rata anak kembar yang jauh lebih rendah, yaitu kurang dari delapan per 1.000 angka kelahiran. "Karena itu, kelahiran kembar di Asia biasanya disambut antusias, karena tergolong jarang terjadi," tutur I Ketut Gading.

Khusus mengenai kembar identik, I Ketut Gading mengungkapkan, tidak semuanya persis sama. Misalnya, sangat sedikit anak kembar identik memiliki sidik jari yang sama. "Ketika kembar identik masih dalam kandungan, mereka pada awalnya memiliki sidik jari yang sama, tetapi mulai dari minggu keenam sampai 13 kehamilan, alur dan kelok sidik jari mulai berbeda," tutur Gading.

Yang menarik, sekitar 25 persen dari kembar identik bertumbuh kembang dalam rahim saling berhadapan, yang berarti mereka menjadi semacam cermin satu sama lain. Akibatnya, salah seorang dari mereka mungkin bertangan kanan dan yang satunya kidal, memiliki tanda lahir di sisi berlawanan dari tubuh mereka, atau memiliki ikal rambut yang berputar ke arah yang berlawanan.

Selama ini juga ada mitos tentang kemampuan telepatik anak kembar. Ternyata, setelah puluhan tahun para pakar dan ilmuwan melakukan penelitian, mereka berkesimpulan, tidak ada bukti ilmiah kuat dan terpercaya yang mampu membuktikan bahwa kekuatan psikis supranatural ini nyata, baik di populasi manusia umum atau khusus di antara anak kembar.

Lalu, bagaimana cara mendidik mereka? Mei justru tidak melakukan hal-hal yang sangat istimewa. "Dava dan Deva seperti telah paham kondisi masing-masing. Jadi sangat tidak merepotkan. Kami memperlakukan keduanya biasa-biasa saja," tutur Mei. Ia pun tidak percaya dengan anjuran agar anak kembar dipisahkan di sekolah.

I Ketut Gading mengakui ada beberapa orangtua yang memisahkan anaknya bersekolah agar memiliki karakter yang berbeda, dapat mengembangkan identitas independen  dan tidak tergantung kembarannya. Gading justru menyarankan anak kembar selalu bersama agar emosi dan pertumbuhannya dapat berkembang lebih baik. "Secara psikologis, setiap anak kembar biasanya merasa nyaman berada di dekat kembarannya.  Jika mereka berdekatan akan lebih mudah untuk saling mendukung," ujar Gading

Tentu sangatlah tidak elok jika kita berusaha memisahkan ikatan  si kembar Dava-Deva. Lihatlah kebiasaan mereka untuk selalu membeli barang yang sama, tetapi dengan mudah mereka membedakan mana barang milik masing-masing. Sehari-hari pun mereka cenderung saling membela, saling berdiskusi untuk memecahkan masalah, bahkan Dava-Deva sering mencari titik temu ketika mereka berdua sedang mengalami permasalahan. "Ketika salah seorang dari mereka melakukan hal yang tidak disukai kembarannya, misalnya, mereka akan saling menasehati dan saling memaafkan," tutur Mei.

Meski Dava-Deva duduk di kelas yang sama dan secara fisik sama persis, namun kini tampak jelas keduanya memiliki perbedaan kecerdasan. Meiyana Ariss Susanti, sang ibu yang pendidik itu sadar sejak awal mengenai perbedaan kecerdasan itu. "Dava lebih menonjol  di bidang eksak, seperti matematika dan sains. Sedangkan Deva lebih tertarik dengan bidang non eksak seperti menggambar, bernyanyi, mendongeng, dan membaca puisi," tutur Mei yang ditemui di rumahnya di Singaraja.

Mengetahui perbedaan kecerdasan Dava-Deva, Mei dan suami memfasilitasi kebutuhan mereka. Tak lupa pula berusaha sekeras mungkin menghindari terbentuknya perasaan tidak adil di antara mereka dengan selalu memberikan kasih sayang yang sama rata.

Tidak terlalu gampang, memang. Tetapi, seperti pengakuan Mei, memiliki anak kembar merupakan berkah luar biasa. Apa lagi ketika mereka duduk di pangkuan Anda dan mengatakan, “I love you Mom.”

(Ketut Ayu Lola Monika,

Mahasiswi PGSD, Fakultas Ilmu Pendidikan Undiksha)