Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

MULAT SARIRE SATU ABAD PARIWISATA (BUDAYA) BALI

Bali Tribune / Wayan Windia - Guru Besar (E) pada Fak. Pertanian Unud, dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Made Sanggra di Sukawati.

balitribune.co.id | Virus Korona menyebabkan umat manusia harus mulat sarire. Termasuk umat manusia yang bergerak di sektor parwisata. Mulat sarire adalah renungan ke dalam hati (nurani). Suatu contoh jalan kehidupan yang diajarkan kepada kita (umat Hindu), dalam proses peringatan Ulang Tahun Caka (Nyepi). Bahwa dalam Nyepi, kita selalu diminta untuk sunye dan mulat sarire.

Untuk dicatat bahwa, pada tahun ini, pariwisata Bali sudah berumur 100 tahun. Dalam beberapa dekade terakhir itu, sistem/konsep pariwisata Bali disebut sebagai Pariwisata Budaya. Apakah tidak sebaiknya pariwisata (Budaya) Bali perlu melakukan mulat sarire, setelah satu Abad perjalanannya? Lebih-lebih dengan adanya penyebaran Virus Korona seperti sekarang ini. Kalau perlu melakukan mulat sarire, lalu apa ukurannya ? Bagi saya, ukurannya adalah dimensi-dimensi dari kebudayaan itu. Pertama adalah, dimensi nilai-nilai. Harus kita renungkan apakah nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Bali masih eksis implementasinya? Kedua, dimensi sosial. Harus kita renungkan, apakah interaksi sosial masyarakat Bali sudah berubah? Ketiga, dimensi artefak (kebendaan). Harus kita renungkan, apakah aspek sekale (teritori) alam semesta Bali sudah membahayakan ? 

Banyak sekali ada wacana tentang eksistensi kebudayaan akhir-akhir ini. Dari dimensi artefak, Gubernur Koster telah menyampaikan statemennya, bahwa alam Bali sudah tergredasi. Wakil Gubernur Bali, Cok Ace juga menyampaikan hal yang analogis. Dikatakan bahwa secara sekale alam Bali sudah rusak. Hanya karena Bali masih memiliki taksu niskale, maka pariwisata Bali masih bisa berlanjut. Kemudian dari dimensi sosial dan nilai, sudah juga banyak wacana di berbagai komunitas, bahwa nilai-nilai dan interaksi sosial masyarakat Bali sudah tergredasi. Lihat saja berbagai fenomena sosial yang terekspose di media. Apakah sudah membahayakan? Tetapi sudah banyak orang yang kecewa tentang situasi sosio-kultural (soskul) masyarakat Bali. Memang kita tidak bisa menginginkan kondisi soskul yang sama dengan era yang lalu. Karena kebudayaan terus mengalami proses transfomasi. Tetapi kalau transformasi soskul itu sudah melanggar hukum, melanggar moral, dan melanggar etika, maka kondisi itu harus diwaspadai dan diantisipasi.

Tetapi, apakah transformasi soskul itu memang betul diakibatkan oleh perkembangan pariwisata? Ya, tentu saja. Lalu diakibatkan oleh apa lagi? Karena PDRB Bali lebih dari 70% dipengaruhi oleh sektor tersier (perdagangan dan jasa). Dan pasti ada trade-off antara perkembangan sosek dan sosbud dalam masyarakat. Hanya saja saat ini yang diperlukan adalah, masih adakah kepekaan diantara pengambil keputusan di Bali. Untuk apa? Untuk meluangkan waktu dan menyediakan dana, bagi proses introspeksi, renungan, kontemplasi, atau mulat sarire untuk 100 tahun pariwisata (budaya) Bali ke depan.

Dalam tradisi Bali kita mengenal konsep masa lalu (atite), masa sekarang (wartamane), dan anagata (masa depan). Kita tidak bisa membentuk masa depan yang kondusif, tanpa memahami dan mulat sarire pada masa lalu kita. Kalau kita sekarang mampu melihat masa lalu kebudayaan Bali, maka kita bisa merancang kebijakan masa depan kehidupan kebudayaan kita. Banyak orang yang mengatakan bahwa Bali tidak memiliki kekayaan apapun, kecuali kebudyaannya. Hal itu diwacanakan oleh pucuk pimpinan di Bali, hingga masyarakat yang ngobrol di balai-balai banjar di Bali. Tetapi kita tidak pernah merancang untuk duduk bersama dengan semua stakeholders. Untuk apa ? Untuk merancang eksistensi kebudayaan kita satu Abad ke depan.

Kebudayaan Bali telah mampu menumbuhkan ekonomi Bali melalui sektor pariwisata. Tetapi sektor pariwisata tidak boleh rakus. Sektor pariwisata dikendalikan oleh kaum kapitalis. Kaum kapitalis konsepnya hanya menginginkan profit, efesiensi, dan pruduktivitas. Kalau ketiga elemen itu tidak tercapai dengan mudah saja mereka kabur. Kalau ketiga elemen itu tercapai, maka lingkungan alam akan menjadi korban. Oleh karenanya, aktivitas kaum kapitalis yang mengelola sektor pariwisata di Bali harus dikendalikan. Dengan demikian aktivitasnya akan sesuai dengan daya dukung alam Pulau Bali. Pemerintah harus merancang dalam rencana detail tata ruang, tentang apa yang boleh dan apa yang boleh dilakukan. Kemudian juga merancang tentang di mana boleh dan di mana tidak boleh melakukan apa.

Sudah menjadi rahasia umum tentang bagaimana alotnya membangun RTRW dan RDTR. Karena di sana mucul dengan sangat kuat, berbagai kepentingan politis. Bahkan RDTR tidak bisa segera dibuat di kawasan subak yang menjadi warisan dunia. Sehingga akhirnya masyarakat melakukan aksi auto pilot. Desa adat dan subak, bekerja sama untuk mengendalikan alih fungsi lahan sawah. Di Desa Adat Yeh Tengah, Kluse, mereka membuat perarem sendiri. Mereka meminta biaya penanjung batu yang besar (Rp. 35 juta) bagi orang lain yang membeli sawah di kawasan itu. Pembeli sawah juga harus menjadi anggota desa adat aktif. Sistem perarem seperti ini cukup efektif untuk mengendalikan alih fungsi lahan sawah di sana. Tetapi tentu saja tidak cukup kuat secara hukum/legal.

Subak dengan lahan sawahnya adalah sebuah artefak yang sangat mendukung kebudayaan Bali. Kalau subak dan sawah di Bali habis, jangan harap kebudayaan Bali bisa tetap kokoh. Desa adat yang kini sangat disayangi oleh pemerintah (dengan pemberian bansos yang melimpah), tidak ada ada apa-apanya, kalau subak di kawasan ini habis. Kemudian pasti akan dilanjutkan dengan kebudayaan Bali yang lumpuh. Prof. Nyoman Sutawan, sudah sejak lama mewacanakan fenomena ini. Tetapi tidak ada yang menggubrisnya. Maklum otak pejabat kita umumnya hanya penuh dengan kepentingan peningkatan PAD. Dengan demikian upah pungutnya akan membengkak. Maklum juga pejabat kita otaknya umumnya  hanya berfikir untuk 5-10 tahun ke depan. Selanjutnya? Tentu saja bukan urusannya. Kalau sudah begini fenomenanya, jangan harap ada pejabat di Bali yang berani mewacanakan untuk mulat sarire eksistensi pariwisata (budaya) Bali, untuk satu Abad yang akan datang. Kalau demikian halnya, marilah kita menunggu saja dengan sabar, entah kapan Bali ini akan sama seperti negara Armenia di Timur Jauh. Atau mungkin seperti Suku Maya di Amerika Latin.

 

        

wartawan
Wayan Windia
Category

Pihak Desa Gencarkan Penggunaan Tong Komposter untuk Mengelola Sampah Secara Mandiri

balitribune.co.id | Mangupura - Upaya yang dilakukan salah satu desa di Kabupaten Badung dalam hal pengelolaan sampah organik dari kalangan rumahtangga ini semakin dioptimalkan. Kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah yang dihasilkan di lingkungan rumahtangga perlu ditingkatkan di desa-desa seluruh Bali. Hal itu sebagai salah satu cara untuk mewujudkan Bali yang bersih dan terbebas dari risiko bencana banjir saat musim hujan. 

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Pameran Fotografi "Gurat Senja" Karya Andika Darmawan di Sudakara ArtSpace Sanur

balitribune.co.id | Denpasar - Sudakara ArtSpace di Sudamala Resort, Sanur mempersembahkan Gurat Senja, sebuah pameran fotografi karya fotografer ternama Indonesia, Andika Darmawan yang berlangsung dari 18 September hingga 24 November 2025. Gurat Senja yang berarti Jejak Senja menangkap keindahan, kebijaksanaan, dan martabat yang mendalam di masa tua melalui serangkaian potret yang memukau. 

Baca Selengkapnya icon click

Mandiri Secara Ekonomi, Kreator Konten Salah Satu Pekerjaan Informal Pilihan Perempuan Indonesia

balitribune.co.id | Denpasar - Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan berada di angka 50% selama 20 tahun terakhir, sedangkan laki-laki 80%. Namun 66% atau 54,5 juta pekerja informal adalah perempuan. Kreator konten sebagai salah satu pekerjaan informal dapat menjadi pilihan bagi perempuan Indonesia agar makin mandiri secara ekonomi.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

26 Tahun Dian Kemala PP Polri, Semakin Kompak dan Bersahaja

balitribune.co.id | Denpasar - Tanpa terasa waktu berjalan sangat cepat, 26 tahun Dian Kemala Persatuan Purnawirawan (PP) Polri pada 13 September 2025. Di usia yang kian dewasa ini, diharapkan semakin semangat, kompak dan bersahaja. Harapan mulia ini disampaikan Ketua PP Polri Daerah Bali, Brigjen Pol (Pirn) Nyoman Gde Suweta dalam acara syukuran HUT ke-26 Dian Kemala PP Polri Daerah Bali di Kantor PP Polri Daerah Bali, Kamis (18/9). 

Baca Selengkapnya icon click

Asuransi Zurich - Danamon Tawarkan Pelindungan Penyakit Kritis

balitribune.co.id | Jakarta - PT Zurich Asuransi Indonesia Tbk (Zurich) bersama PT Bank Danamon Indonesia Tbk (Danamon) berkolaborasi untuk menyediakan Perlindungan Optimal Penyakit Kritis. Kolaborasi ini hadir untuk memastikan bahwa perlindungan diri hari ini sebagai kunci untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik dan menggapai mimpi.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.