BALI TRIBUNE - Proyek Fisik Pemerintah Pusat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dikerjakan di Kabupaten Jembrabrana bermasalah. Selain mengalami keterlambatan padahal sudah diberi perpanjangan waktu, proyek pembangunan Kampus Politeknik Kelautan dan Perikanan di Desa Pengambengan, Negara, tersebut dipastikan tidak rampung. Ratusan pekerja proyek telah dua hari ini mogok kerja lantaran belum menerima pembayaran upah.
Situasi di lokasi proyek, Rabu (28/3), sempat tegang saat ratusan pekerja proyek Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yang sebagian besar dari Jawa Tengah, mengepung kantor direksi yang berada di dalam areal proyek lantaran tidak ada kejelasan atas upah mereka. Massa yang memanas akhirnya bisa ditenangkan puluhan personil kepolisian dari Polsek Kota Negara dan Polres Jembrana.
Para pekerja yang memanas akhirnya dimediasi dengan pihak kontraktor pelaksana proyek. Dalam pertemuan yang dimediasi Kasat Binmas Jembrana AKP Dewa Gede Kartika itu, perwakilan pekerja atau mandor dibolehkan masuk ke dalam ruangan direksi kit. Para pekerja mengaku heran lantaran mereka mengerjakan proyek yang dibiayai dari uang negara bahkan merupakan proyek pusat, namun faktanya justru pengupahannya justru bisa mampet. Salah seorang pekerja, Ahmadi dari Brebes, Jawa Tengah, mengaku mereka sudang sering kali hanya diberikan janji-jani saja terkait upah mereka. “Ini sudah kesekiankalinya kami dijanjikan, sekarang sudah sebulan kami tidak dibayar. Kami masih bisa bertahan, tapi istri anak kami bagaimana?” ungkapnya.
Sejumlah mandor proyek juga mengungkapkan keluhan yang sama yang terjadi sejak awal proyek dimulai. Salah seorang mandor proyek, Andre mengaku masalah ganji di proyek ini sudah berulang kali terjadi. Bahkan beberapa mandor terpaksa menggadaikan sepeda motor gara-gara mampetnya pembayaran tersebut. “Ini bukan pertama (tidak dibayar). Sebelumnya juga kejadian begini menjelang akhir tahun. Sekarang pekerja sudah tidak tahan, mereka sudah mogok kerja dua hari ini,” paparnya.
Gede Sumita (45), mandor lainnya menyatakan seretnya pembayaran upah pekerja ini menyebabkan proyek menjadi lambat karena banyak perkeja yang keluar. “Kalau bayaran lancar, tentu pengerjaan juga lancar. Tapi sejak (pengerjaan) awal terus telat. Makanya banyak pekerja yang keluar. Masuk 20 orang, keluar bisa 30 orang,” tuturnya.
Persoalan upah pekerja kali ini sebenarnya telah ada kesepakan perjanjian antara pekerja dengan perwakilan PT Sartonia Agung selaku pelaksana proyek yang disaksikan pihak berwenang pekan lalu. Kontraktor menyanggupi pembayaran tunggakan upah pekerja yang mencapai Rp 400 juta tersebut. Kendati dalam kesepakatan itu dijanjikan akan ditransfer pada Sabtu (24/3) sebesar Rp 100 juta dan sisanya Rp 300 juta ditransfer hari Senin (26/3), namun jutru yang dibayarkan ternyata hanya Rp 80 juta. Setelah para pekerja bersabar menunggu hingga Senin ternyata tak ada kepastian. Hingga ratusan karyawan yang sudah mogok dua hari emosi dan kemarin mendatangi kantor direksi kit. Selain upah para pekerja, berdasarkan informasi keterlambatan pembayaran juga dialami penyedia bahan.
Dalam mediasi tersebut muncul kesepakatan dari pihak kontraktor. Site Manager Proyek, Margoto setelah menelpon perwakilan dari PT Sartonia Agung, Saiful, menjanjikan pembayaran seluruh upah pekerja. Menurut Margoto, pihak Sartonia sebenarnya tidak berwenang membayar karena sebenarnya sudah diserahkan kepada subkontraktor. Namun, akhirnya pihak kontraktor yang beralamat di Ancol Timur, Jakarta ini mau membayar langsung ke rekening para mandor. “Sebenarnya bukan kami, semestinya mereka menagih ke Pak Bil (subkontraktor),” tandasnya.