Pengawas Tenaga Kerja Jangan "Masuk Angin" | Bali Tribune
Diposting : 25 June 2019 13:52
San Edison - Bali Tribune
Bali Tribune/ RAPAT - Nyoman Parta memimpin rapat pembahasan Ranperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan.
balitribune.co.id | Denpasar - Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan, kembali dilaksanakan di Gedung DPRD Provinsi Bali, Senin (24/6). Pembahasan dipimpin langsung Koordinator Pembahasan Ranperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan DPRD Provinsi Bali I Nyoman Parta, yang juga Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bali. 
 
Hadir dalam pembahasan kali ini perwakilan dari eksekutif termasuk Dinas Tenaga Kerja Provinsi Bali serta perwakilan Serikat Pekerja. Pembahasan kali ini lebih mendetail, menyangkut substansi pasal demi pasal dalam Ranperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan. 
 
Menurut Parta, dari seluruh pasal yang diatur dalam Ranperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan, poin pentingnya adalah masalah pengawasan. Pengawasan tersebut dilakukan oleh Pengawas Provinsi dan Dinas Tenaga Kerja. 
 
"Dari seluruh pasal dalam Ranperda ini, kunci utamanya soal pengawasan. Pengawas Provinsi, Dinas Tenaga Kerja, harus bekerja serius dalam soal pengawasan. Tidak boleh lagi 'masuk angin'," ujar Parta, kepada wartawan di sela-sela pembahasan tersebut. 
 
Soal beberapa poin krusial yang dibahas serius pada kesempatan tersebut, Parta menyebut, salah satunya terkait peningkatan kompetensi pekerja di Bali melalui Uji Kompetensi. Dalam Ranperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan, diatur bahwa pemerintah diberikan kewajiban untuk mengalokasikan dana dalam melakukan Uji Kompetensi Pekerja di Bali. 
 
"Ketika pekerja di Bali meningkatkan kompetensi lewat Uji Kompetensi, mengingat kebanyakan dari mereka ada yang baru kerja dan tidak punya biaya cukup untuk mengikuti Uji Kompetensi sampai mendapatkan sertifikat, maka kita wajibkan pemerintah menyiapkan biaya untuk itu," kata Parta. 
 
"Kalau tidak seperti itu, maka ketika sertifikat kompetensi menjadi keharusan seperti di instansi pemerintah, tentu pekerja di Bali susah bersaing karena syarat itu tidak terpenuhi. Jika itu terjadi, maka berpengaruh pada penghargaan perusahaan kepada yang bersangkutan," imbuh politikus asal Guwang, Sukawati ini. 
 
Hal lain yang diperkuat dalam Ranperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan adalah terkait kebebasan berserikat bagi pekerja. Apalagi dalam undang - undang, pekerja 'dapat' berserikat di perusahaannya masing-masing. 
 
"Tetapi selama ini, banyak pengusaha yang tidak suka pekerjanya berserikat di perusahaannya. Ini menyulitkan dalam membangun hubungan industrial. Ketika ada masalah di perusahaan, prosesnya lama. Kalau ada Serikat Pekerja, pasti cepat selesai. Itu sebabnya dalam Ranperda ini, kita atur juga masalah kebebasan berserikat," tandas Parta, yang pada Pileg 2019 lolos sebagai anggota DPR RI Dapil Bali dari PDIP. 
 
Selanjutnya hal lain yang dibahas serius adalah terkait tenaga kerja magang hingga kontrak. Pekerja dengan status magang dan kontrak, selama ini kondisinya sangat memprihatinkan. 
 
"Selama ini, pekerja magang posisinya paling tidak jelas. Satu, soal waktu. Banyak perusahaan, untuk menghindari upah, mereka memagangkan pekerja berlama - lama. Makanya, kita atur dalam Perda, pekerja magang diberikan upah minimum. Karena pekerjaannya hampir sama dengan karyawan tetap. Masa status magang, upah juga tidak jelas? Kita pastikan, magang maksimal satu tahun dan diberikan upah minimum," tegas Parta. 
 
"Soal tenaga kontrak, kita juga atur maksimal 3 tahun. Setelah 3 tahun, perusahaan wajib mengangkat menjadi karyawan tetap. Selama ini, banyak perusahaan di Bali yang memperlakukan status kontrak untuk pekerjanya hingga 6-7 tahun. Ini tidak boleh lagi terjadi ke depan," pungkasnya.