BALI TRIBUNE - Langkah tepat yang diambil Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, dengan melabrak Permendiknas terkait carut marutnya PPDB 2017 rupanya disambut baik beberapa kalangan. Salah satunya Ketua PGRI Provinsi Bali, Dr I Gede Wenten Aryasuda, M,pd. Dia menilai langkah Gubernur dianggap tepat dalam mengatasi kisruh terkait PPDB 2017 dengan mengeluarkan Pergub No. 40/2017 tentang PPDB SMA dan SMK.
Bahkan akhirnya pihak kementerian pun mengeluarkan Surat Edaran No. 3/2017 untuk meredam gejolak yang ada. “Kita mengapresiasi langkah tepat Gubernur Pastika yang cepat tanggap akan kisruh PPDB ini. Nah dengan adanya perubahan kebijakan akhirnya semua bisa teratasi, imbasnya luar biasa,” ujar Wenten dari kantornya di SMP PGRI 2 di Jalan Dewi Maderi, Denpasar (10/7).
Wenten yang kesehariannya sebagai Kepala Sekolah di SMP PGRI 2 ini menambahkan, pemicu keluarnya SE Kemendiknas 3/2017 salah satunya disebabkan gebrakan yang dilakukan Gubernur Pastika, hingga sekarang semua provinsi terbantu. “Kita bersyukur kericuhan terkait PPDB tidak berlangsung lama, karena telah diakomodir dengan keluarnya Pergub 40/2017 sehingga zona bisa diatur dan siswa yang tercecer bisa bisa kembali ditampung,” katanya.
Dengan diberikannya ruang bagi sekolah sekolah, jelas ini menguntungkan bagi daerah daerah yang berpenduduk padat misal, seperti Denpasar. Dengan diberikannya ruang bagi sekolah tujuannya supaya jangan sampai terjadi anak yang tidak sekolah, akibatnya program pemerintah wajib belajar tidak berjalan. “Penting sekali dengan adanya ruang yang diberikan pemerintah bagi sekolah sekolah kembali menjaring anak yang belum mendapatkan sekolah. Jangan sampai di negeri tidak dapat di swasta juga tidak, akibatnya menghambat program wajib belajar yang dicanangkan pemerintah,” tukasnya.
Ia berpendapat, kecermatan dan kecerdasan pemimpin dalam mengambil langkah antisipatif dan jangan dianggap sebagai sebuah pelanggaran. “Kita harus berpikir bagaimana penuntasan wajib belajar ini bisa berjalan, jadi jangan dibilang sebagai suatu pelanggaran. Dari yang kelas hanya terisi 32 siswa, karena adanya Pergub memberikan ruang bagi sekolah untuk bisa menampung hingga 40 siswa, dan ini menguntungkan dalam penuntasan wajib belajar,” imbuhnya.
Ia menjelaskan menurut kacamatanya, aturan yang dibuat pemerintah pusat itu ruang lingkupnya secara global, tidak disesuaikan dengan kebutuhan masing masing daerah, akibatnya sewaktu diimplementasikan timbul benturan benturan. “Aturan yang dibuat secara menyeluruh inilah yang mengabaikan kondisi daerah, mestinya dikaji terlebih dahulu sesuai kebutuhan daerah masing masing. Kedepannya kita harap ada perbaikan, mana yang jadi sumber kegaduhan itu yang mesti disempurnakan jadi tidak mesti dihilangkan,” tutupnya.