Diposting : 16 October 2018 12:16
Redaksi - Bali Tribune
BALI TRIBUNE - Rangkaian pertemuan tahunan International Monetary Fund (IMF)-World Bank 2018 di Bali telah berakhir, sejumlah delagasi berbagai negara memilih untuk plesiran memanfaatkan sisa waktunya di pulau dewata. Gairah baru mulai dirasakan bagi denyut keperiwisatana di saat ‘low season’. Peningkatan angka kunjungan mulai bergerak 5 sampai 10 persen.
Hal itu diungkapkan oleh kepala Dinas Pariwisata Gianyar AA Gde Bagus Ari Brahmanta, Senin (15/10). Disebutkan, banyak nilai postif yang dapat dipetik dalam pertemuan IMF-World Bank 2018 di Bali, mulai dari persiapannya menjadi Bali semakin cantik. Mulai dari infrastruktur hingga fasilitas lainnya. Demikian pula peningkatan menset praktisi pariwisata serta masyarakat Bali dari berbagai komponen yang turut aktif dalam hal intensifikasi sadar wisata.
“Contoh kecilnya, di Kawasan Ubud yang selalu diwarnai kemacetan. Namun berkat kesadaran semua pihak, termasuk keseriusan aparatur menjadi Ubud tertib dan lalu lintas lancar. Tentunya, ini patut dijadikan tongkatan ke depannya,” ujar AA Gde Bagus Ari Brahmanta. Dari amatannya, jika angka kunjungan pun sudah mulai dirasakan ada peningkatan.
Dari data yang diterimanya, peningkatannya mencapai 5 hingga 10 persen di sejumlah destinasi pariwisata yang ada di Gianyar. Padahal, di bulan Oktober hingga September ini sedang musim sepi kunjungan yang diperparah oleh bencana alam yang menerjanag Indonesia. “Dari kunjungan delegasi negara-negara se-dunia ini, secara tidak langsung akan memberikan informasi real kondisi kepariwisataan di Bali. Terutamaya negara-negara pengimpot tourist yang senstitif terhadapa isu-isu yang sedang terjadi. Kami yakini pula, pertemuan IMF-World Bank ini akan semakin menggaerah kapariwisatan ke depannya,” yakin Ari Brahmanta.
Secara terpisah, seorang pengusaha Resto di Gianyar I Made Abdi Negara mengakui, bencana alam sangat mempengaruhi kepariwistaan di Bali. Mulai dari erupsi Gunung Agung, kemudian gempa Lombok dan terakhir gempa dan tsunami Palu, yang dinialai paling signifikan mempengaruhi angka kunjungan wisatawan. Kondisi inipula sangat mempengaruhi perekonomin di Bali. Bahkan dari catatannya, bencana alam ini berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi di Bali yang hanya mencapai 3,7 persen di kuartal kedua. Angka ini jauh di bawah nasional yang mencapai angka 5,26 persen, yang menjadi pertumbuhan ekonomi tertingghi nasional dalam empat tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi di Bali ini menjadi yang terendah. “Ini artinya, bencan alam menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi perekonomian di Bali khususnya. Untuk itu pemerintah dan stocholder harus lebih siap dan kuat menghadapi pengaruh kebencanaan ini,” harap Abdi yang juga Direktur Eksekutif Bali Business Network (BBN) ini.
Namun demikian, pihaknya sangat bersyukur adanya pertemuan IMF-World Bank 2018 di Bali yang berjalan lancar dan disebut sebagai penyelenggara terbaik. Bahkan mentri kabinet kerja yang sangat terkesan, tidak tanggung-tangung untuk menyalurkan bantuan penyempurnaan untuk Bali. Mulai dari program bantuan, perbaikan infrastruktur dan fasilitas lainnya. “Pasca pertemuan IMF-World Bank ini, kami pastikan akan uang yang berputar dan itu artinya pertumbuhan perekonomian di Bali akan meningkat,” tegasnya.