Diposting : 14 November 2022 01:54
YAN - Bali Tribune
balitribune.co.id | Denpasar - Program Studi (Prodi) Sastra Jawa Kuna Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana (FIB Unud) menggelar Seminar Nasional Sastra Jawa Kuna bertema “Taki-takining Sewaka Guna Widya: Pemajuan dan Penguatan Sastra Jawa Kuna di Tengah Persaingan Global” di Ruang Dr Ir Soekarno Gedung Poerbatjaraka FIB Unud, Denpasar, akhir pekan lalu.
Menghadirkan keynote speaker Koordinator Staf Khusus Presiden RI Dr Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana, MSi, serta pemakalah Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI Prof Dr I Nengah Duija, MSi, dan Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Prof Dr I Gede Arya Sugiartha, SSKar, MHum.
Koordinator Prodi Sastra Jawa Kuna Prof Dr I Nyoman Suarka, MHum, menjelaskan, Sastra Jawa Kuna adalah milik bangsa Indonesia. Di dalamnya merepresentasikan jati diri bangsa Indonesia, sebagai sumber jiwa dan nafas bangsa. Buktinya, bahasa Jawa Kuna digunakan sebagai falsafah, motto, dan ideologi negara.
Sastra pra-modern Indonesia ini menyimpan kearifan dengan nilai-nilai universal dan berkembang dari abad 9 sampai 14, sejak keruntuhan Majapahit, kehidupan Sastra Jawa Kuna dibawa ke Bali dan tumbuh serta berkembang di Bali hingga saat ini. Sastra Jawa Kuna ini kini didiskusikan, diciptakan kembali, diapresiasi, dan dilestarikan dalam aktivitas kehidupan mabebasan di Bali.
Kendati punya peran stratgeis, ia menyebut Sastra Jawa Kuna berada dalam keadaan penuh perjuangan untuk terus bertahan seiring waktu. “Marilah kita semua menumbuhkan kesadaran dengan mengangkat kembali Sastra Jawa Kuna, walau dalam hal sekecil apapun,” ajaknya.
Sastra Jawa Kuna menjadi sumber pendidikan karakter dan kesejahteraan masyarakat. Prodi ini adalah satu-satunya di Indonesia dan dunia, yang sampai saat ini memiliki akreditasi A dari BAN-PT dan dua orang guru besar. Diharapkan, melalui seminar ini dapat memacu langkah prodi untuk mengembangkan diri ke depan.
Sementara, Ari Dwipayana menyebut Sastra Jawa Kuna selalu membuat pihaknya tertarik dan tema seminar ini dimaknai sebagai gagasan penting aspek kebermanfaatan untuk modal memperoleh geginaan, sehingga lengkap menjadi guna gina, dan guna kaya. Meski ada kegelisahan dan kecemasan dari berbagai pihak, terutama alumni mengenai prospek ke depan.
Gung Ari menawarkan tiga strategi untuk ke depan, dimulai dari proteksi/perlindungan dengan memberikan semacam afirmasi kepada prodi ini, misalnya dengan alokasi anggaran khusus yang tidak disamakan dengan prodi lain. Hal itu terkait pula dengan beasiswa bagi para mahasiswa.Ia meneruskan dengan pengembangan dan pemajuan semacam pusat riset Jawa Kuna sebagai pintu gerbang (gate way) untuk mengeksplorasi sistem pengetahuan yang dimiliki.
Ia juga menyarankan Sastra Jawa Kuna memiliki jejaring internasional dengan pihak-pihak yang sedang tertarik dengan karya Nusantara. “Tidak hanya berhenti di penerjemahan tapi dilanjutkan dengan pengkajian,” sebutnya.
Ibarat samudra tanpa tepi, ia menyebut harus ada banyak upaya untuk mengeksplorasi kekayaan yang mesti dikembangkan dengan lebih agresif. Pihaknya mengingatkan, agar kekayaan itu tidak diobral begitu saja, namun harus diperlakukan dengan sikap khusus. “Bangun model yang mana harus dipegang dan yang mana bisa dibagi, jangan juga hanya dipegang namun juga harus dipelajari,” sarannya.
Gung Ari pun menyebut harus ada pembudayaan untuk mempopulerkan di tataran generasi anak muda, dengan cara-cara kekinian, jika ingin generasi muda terlibat, harus menggunakan sesuai semangat zamannya anak muda. Bahkan, belakangan ini ia melihat penekun sastra tidak hanya orang tua, tapi anak muda bertalenta luar biasa.