Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

Refleksi Kasus Korupsi Nurdin Abdullah

Bali Tribune / Wayan Windia - Guru Besar Fakultas Pertanian Unud dan Ketua Stispol Wira Bhakti Denpasar.

balitribune.co.id | Saya sedang menyelesaikan bacaan buku karya Peter Carey dan Suhardiyoto Haryadi, tatkala Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah kena OTT KPK. Judul bukunya : Korupsi Dalam Silang Sejarah Indonesia. Bukunya membahas tentang sosiologi korupsi. Tetapi saya juga tertegun, ketika saya tahu bahwa Nurdin Abdullah adalah seorang pejabat publik, yang banyak mendapat penghargaan dan pujian. Pertanyaannya : apakah dengan latar belakang kehidupan seperti itu, ia bisa korup juga?

Ketika pertanyaan itu muncul di kepala saya,  saya teringat pada pidato Prof. Emil Salim, lebih dari 30 tahun yang lalu. Ketika itu saya masih berstatus sebagai wartawan muda, untuk Harian Sinar Harapan (Jakarta). Tentu saja sambil melanjutkan kuliah di Fak. Pertanian Unud. Pak Emil mengatakan bahwa manusia-pejabat itu mirip seperti kucing. Ketika ditawari makanan, ia terkadang hanya ngeong-ngeong saja. Mirip seperti pepatah : “malu-malu kucing”. Tetapi setelah berkali-kali ditawari makanan, maka makanan itu dicaplok juga. Bahkan lama-lama, si kucing bisa mencuri makanan yang agak tertutup di meja makan.     

Saya percaya dengan pendapat publik. Bahwa kalau sistem politik kita masih seperti sekarang ini, yang menyimpang dari nilai-nilai Pancasila, maka kasus korupsi akan terus merebak di kalangan elit politik. Karena biaya pilkada yang sangat mahal. Lalu para pejabat banyak yang terjebak dalam hutang politik. Dengan apa ia harus membayarnya? Semua itu sudah banyak di bahas dalam area publik. Tetapi rupanya elit kita tidak mau “mundur” kembali, dalam percaturan politik nasional. Meskipun harus bertentangan dengan Pancasila. Terlanjur sudah mengalami ke-enak-an politik.

Saya terangsang menulis naskah opini ini, setelah membaca tulisan kolega saya Guru Gede Sudibya, dengan topik yang analogis. Judulnya : Republik Sapi Perah. Isinya mengulas tentang kasus yang sama. Lalu dibicarakan tentang kasus-kasus korupsi sejak Zaman VOC, yang menyebabkan VOC yang semula merupakan organisasi dagang yang kuat, lalu hancur lebur. Sebabnya, karena VOC digerogoti kasus korupsi internal.

Saat itu, kasus korupsi yang meruntuhkan, tidak hanya terjadi di kalangan penjajah Belanda. Peter Carey juga mencatat bahwa pecahnya Perang Diponogoro (Perang Jawa), adalah disebabkan karena adanya kasus-kasus korupsi yang besar. Kasus korupsi yang sangat menyengsarakan rakyat. Kasus itu, berkait dengan penyewaan tanah kerajaan kepada Orang Eropa. Kasus ini-lah yang merangsang terjadinya Perang Diponogoro atau Perang Jawa (1825-1830). Dedengkot koruptornya adalah, Patih Yogya, yakni Danurejo IV (1813-1847). Di hadapan publik, Pangeran Diponogoro bahkan pernah menampar muka Sang Patih, dengan sepatu kaki kirinya.

Diponogoro dikenal sebagai Pangeran Yogya yang suka hidup sederhana. Dekat dengan rakyatnya. Ketat dalam hal keuangan. Oleh karenanya, Sang Pangeran tidak bisa menerima keadaan para patih kerajaan yang korup, dan menyengsarakan rakyatnya. Sang Pangeran juga tidak bisa menerima kalau orang asing bertindak semena-mena di atas rakyatnya yang sengsara.

Kita tahu akhirnya, bahwa dalam Perang Jawa, Sang Pangeran mendapatkan bantuan yang sangat antusias dari rakyatnya. Dalam perang melawan penjajah, kita tidak hanya berbicara tentang kalah atau menang. Tetapi kita harus juga berbicara dari sudut nilai-nilai, yang dipertaruhkan dalam perang itu.

Demikianlah, akhirnya disimpulkan bahwa korupsi bisa bermuara pada kehancuran bangsa dan negara. Hal yang senada pernah terjadi di Belanda, Inggris, dan Perancis pada Abad ke-18. Revolusi Perancis (1789-1799) terjadi karena kasus-kasus korupsi yang merebak di negaranya. Jatuhnya Orde Baru, juga karena merebaknya kasus korupsi, yang kemudian disemburkan dengan slogan KKN. Ternyata kasus-kasus korupsi, terus saja mengalir hingga 20 tahun Era Reformasi. Ketika KPK sedang paten dan galak, tiba-tiba saja KPK justru dilemahkan.

Akhirnya korupsi terus semakin merebak. Buktinya, dalam sekejap KPK (meskipun telah dilemahkan), telah mampu menangkap dua menteri, seorang gubernur, dan beberapa bupati di Indonesia. Meski demikian, KPK tetap saja masih dikritik, karena belum mampu mengungkap dengan cepat dan seksama, semua jaringan kasus korupsi bansos Kemensos. Kalau KPK bisa lebih galak (tidak lemah), maka mungkin lebih banyak lagi pejabat publik di negeri ini, bisa ditangkap KPK.

Carey mencatat bahwa Inggeris memerlukan waktu sekitar 150 tahun (Abad ke-17 hingga Abad ke-19) untuk menciptakan iklim sistem politik yang bisa memberantas korupsi. Yakni melalui The Great Reform Bill. Kalau bisa, Indonesia harus mampu menciptakan iklim politik yang mampu memberantas korupsi menjelang, 100 tahun peringatan Indonesia merdeka. Caranya, kita bisa belajar dari negara lainnya, yang telah berhasil atau gagal memberantas korupsi di negaranya.

Dalam buku Carey tercatat bahwa, pembrantasan korupsi bisa dimulai dengan sistem penggajian pegawai negeri yang ketat. Gajih harus sama dengan take home pay. Semua itu bisa berhasil, kalau sistem politik di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Sistem politik akan bermuara pada sistem birokrasi, dan sistem ekonomi.  Sistem politik dan sistem ekonomi Indonesia sejatinya sudah dipikirkan dengan sangat matang oleh para pendiri bangsa ini.

Sistem-sistem itu disepakati dengan menaruh kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan agama. Buktinya adalah konsensus nasional tentang Pancasila dan UUD 1945. Menurut saya, kita tidak boleh silau dengan sistem yang ada di Barat atau di Timur, yang kini telah terbukti menuai sukses. Indonesia-pun akan menuai sukses yang sama, alau bangsa ini konsisten dengan budaya politik kita sendiri. Kalau dahulu bangsa ini pernah gagal, maka hal itu adalah sebuah pelajaran teknis. Setiap bangsa pernah mengalami kegagalan dalam sistem-nya. Untuk itu, Indonesia tidak boleh bergeser dan menyimpang dari sistem yang telah dibangun oleh pendiri bangsa ini.

wartawan
Wayan Windia
Category

Wawali Arya Wibawa Hadiri Pemelaspasan Pelinggih Pura Pesamuan Agung Sakenan, Kelurahan Serangan

balitribune.co.id | Denpasar - Wakil Walikota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa menghadiri Upacara Pemelaspasan Pelinggih Pura Pesamuan Agung Sakenan, Kelurahan Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan, pada Selasa (11/11).

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Ketua Forum PUSPA Karangasem Laksanakan Bakti Sosial di Kecamatan Abang dan Bandem

balitribune.co.id | Amlapura - Ketua Forum Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (PUSPA) Kabupaten Karangasem, Ny. Anggreni Pandu Prapanca Lagosa, melaksanakan kegiatan Bakti Sosial di dua wilayah, yakni Kecamatan Abang dan Kecamatan Bandem. Kegiatan ini merupakan wujud nyata kepedulian sosial terhadap masyarakat yang membutuhkan, khususnya mereka yang mengalami keterbatasan fisik dan ekonomi.

Baca Selengkapnya icon click

Seminar Warisan Budaya Tak Benda, Perkuat Komitmen Menjaga Warisan Leluhur

balitribune.co.id | Semarapura - Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Klungkung, I Ketut Suadnyana mewakili Bupati Klungkung membuka kegiatan Seminar Hasil Kajian Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) di ruang rapat Praja Mandala, Kantor Bupati Klungkung, Selasa (11/11).

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Gemarikan 2025 Berakhir Sukses, Tahun Depan Dinas Perikanan Badung Siapkan Ratusan Paket Olahan Ikan Lagi

balitribune.co.id | Mangupura - Dinas Perikanan Kabupaten Badung sukses melaksanakan kegiatan Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) tahun 2025 yang menyasar masyarakat berpotensi stunting, ibu hamil, dan balita di sepuluh desa se-Kabupaten Badung.  Kegiatan terakhir dilaksanakan di Balai Serba Guna Banjar Cabe, Desa Darmasaba, Kecamatan Abiansemal, pada Selasa (11/11).

Baca Selengkapnya icon click

Turnamen Mini Soccer Antar OPD Pemkab Badung Tim Gabungan Disdikpora, Disbud, Dispar Raih Juara I

balitribune.co.id | Mangupura - Turnamen Mini Soccer Antar OPD Pemkab Badung memeriahkan HUT Ke-16 Kota Mangupura resmi berakhir setelah melalui rangkaian pertandingan. Turnamen yang diikuti 16 Tim Gabungan OPD berlangsung dari tanggal 3 Nopember hingga partai final 11 Nopember 2025 resmi ditutup oleh Bupati Badung yang diwakili Plt.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.